Penetrasi internet yang hampir mencapai angka 75% di Indonesia telah memicu perkembangan pesat industri financial technology (fintech) di dalam negeri. Namun, perkembangan fintech tersebut, juga dimanfaatkan oleh penyelenggara pinjaman online atau pinjol ilegal.
Hal itu, terlihat dari peningkatan aduan masyarakat terhadap praktik pinjol ilegal. Satgas Waspada Investasi (SWI) bentukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat adanya lonjakan pengaduan masyarakat yang dirugikan pinjol ilegal hingga 80% pada periode Januari-Juni 2021.
Sementara itu, sepanjang Juli 2021, satgas telah memblokir 172 platform pinjol ilegal. General Manager Kredivo Lily Suriani mengatakan, peningkatan aduan akan praktik pinjol ilegal tersebut juga dipicu oleh rendahnya literasi keuangan masyarakat.
“Hal ini harus disikapi secara cermat karena pada awalnya banyak dari oknum pinjol ilegal yang memanfaatkan kekurangpahaman sebagian masyarakat melalui penyebaran informasi di berbagai kanal atau website,” katanya kepada wartawan, Kamis (23/9).
Lily menjelaskan, kondisi perekonomian yang terkontraksi akibat pandemi, menjadi tanah yang gembur bagi tumbuh kembangnya oknum pinjaman online ilegal untuk menjerat lebih banyak masyarakat. Hal ini dipicu oleh sulitnya masyarakat kelas menengah ke bawah mendapatkan akses kredit dari perbankan.
Lantas, apa yang harus menjadi perhatian untuk meningkatkan kesiapan masyarakat di tengah transformasi layanan keuangan digital? Berikut beberapa langkah yang dapat diikuti agar terhindar dari transaksi bodong yang dilakukan oleh oknum pinjol ilegal:
1. Bedakan antara fintech lending legal dan pinjol ilegal
Sebelum bertransaksi, pastikan selalu platform pembiayaan tersebut sudah terdaftar resmi di OJK. Informasi tersebut dapat diakses secara mudah melalui website OJK.
Dalam hal ini, OJK juga bekerjasama dengan Google terkait syarat aplikasi pinjaman pribadi di Indonesia yang sering disalahgunakan oleh pinjol ilegal.
Terhitung sejak tanggal 28 Juli 2021, Google menambahkan persyaratan tambahan kelayakan bagi aplikasi pinjaman pribadi antara lain berupa dokumen lisensi atau terdaftar di OJK, sehingga pinjol ilegal tidak dapat mengunggah aplikasi mereka di Google.
2. Pahami bunga yang diberlakukan
Konsumen fintech lending harus mempertimbangkan bunga yang diberlakukan setiap penyedia layanan kredit. Pertimbangan ini bisa berdasarkan kemampuan konsumen untuk membayar besaran bunga tersebut, serta apakah masih dalam koridor batas wajar besaran bunga yang ditetapkan oleh OJK.
3. Pelajari hak dan kewajiban transaksi
Seringkali konsumen melewatkan penjelasan hak dan kewajiban, padahal informasi tersebut penting untuk dipelajari. Konsumen harus paham secara keseluruhan mengenai hak dan kewajibannya serta resiko yang akan ditanggung di kemudian hari.
4. Gunakan aplikasi dari sumber resmi
Pastikan Anda menggunakan aplikasi pinjaman resmi dan mengunduhnya hanya dari dari Play Store (untuk ponsel Android) dan App Store (untuk ponsel iOS), karena jika aplikasi yang diunduh berasal dari sumber tidak resmi akan berpotensi memberikan akses pada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mengambil data pribadi Anda melalui berbagai malware hingga adware.
5. Teliti kembali izin akses aplikasi
Masyarakat juga perlu dengan seksama seluruh persetujuan dan data apa saja yang hendak diakses aplikasi dari smartphone, jangan terlalu cepat mengklik “allow” sebelum menggunakan aplikasi tersebut, karena oknum yang tidak bertanggung jawab bisa dengan mudah mengakses seluruh data pribadi yang ada dalam smartphone.
“Mengingat posisi Indonesia sebagai negara dengan pertumbuhan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara, berbagai upaya kolaboratif baik dari pelaku industri, pemerintah, hingga masyarakat sangat dibutuhkan untuk terus mampu beradaptasi pada perubahan, terutama di sektor layanan keuangan digital,” ucap Lily.
Reporter : Nanda Aria
Editor : Gemal A.N. Panggabean