JAKARTA, duniafintech.com – Kabar buruk datang dari Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati. Hal itu terkait ketidakpastian situasi global yang terjadi saat ini.
Mengutip JPNN.com, Rabu (8/6), Ani—sapaannya—mengatakan bahwa semua negara harus bersiap menghadapi hal ini, utamanya Indonesia. Ia berpandangan, hal ini harus diwaspadai setelah Amerika Serikat (AS) menaikan suku bunga lantaran dapat menimbulkan krisis di berbagai belahan dunia.
“Indonesia harus melihat guncangan ini, kami harus menjaga pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat. Kami tidak ingin hanya ekonomi pulih tetapi masyarakat kondisinya membaik,” katanya dalam rapat kerja bersama DPD RI, Selasa (7/6) kemarin.
Baca juga: ICO Binance Coin Tahun 2017 Dinilai Bermasalah, Komisi Sekuritas Perdagangan Bidik Kasus Ini
Di samping itu, Sri Mulyani pun mewaspadai adanya lonjakan harga sejumlah bahan pangan dan energi yang dapat memicu inflasi tinggi di sejumlah negara.
“Di Indonesia, tidak semua harga bisa ditahan agar tidak berdampak kepada masyarakat,” sebutnya.
Oleh sebab itu, imbuhnya, pemerintah berupaya keras menjaga daya beli masyarakat. Diakuinya, pemerintah tidak mampu menahan semua beban harga lantaran hal itu dapat menyebabkan pembengkakan subsidi.
“Pemerintah melindungi daya beli masyarakat dengan harga sedapat mungkin yang kami tahan, tidak semuanya,” jelas mantan direktur Bank Dunia itu.
Diterangkannya pula, hingga saat ini, kenaikan ekstrem harga komoditas membuat inflasi naik, misalnya di Turki mencapai 74 persen, sementara di Indonesia telah mencapai 3,5 persen.
Baca juga: Mengejutkan! Triliunan Uang di Binance Dituding Hasil Jual Narkoba & Senjata
Lalu, beberapa negara lain yang telah mengalami tekanan ini adalah Sri Lanka, Pakistan, Argentina. Kata Sri Mulyani lagi, peningkatan harga tidak hanya berdampak pada inflasi, tetapi juga pada pelebaran defisit.
“Saya bicara dengan Menkeu Mesir, mereka merasakan harga minyak naik. Defisit APBN Mesir enam persen. Ini memberikan perbandingan bahwa semua konsekuensinya ada di mana-mana,” tegasnya.
The Fed naikkan suku bunga
Sebagai informasi, Bank sentral AS, Federal Reserve atau The Fed, kembali menaikkan suku bunga acuan jangka pendeknya sebesar 50 bps (0,50%) pada awal Mei 2022 lalu, yang merupakan kenaikan paling tajam sejak tahun 2000.
Kendati sudah diharapkan secara luas, langkah ini tampaknya bisa memberikan efek buruk terhadap kondisi finansial warga Amerika Serikat. Sejatinya, kebijakan untuk menaikkan suku bunga ini ditujukan untuk memerangi inflasi yang telah mencapai rekor tertinggi dalam empat dekade.
Namun, adanya kenaikan suku bunga ini juga berarti bahwa harga pembelian rumah dan mobil akan lebih mahal dan biaya lainnya, seperti pinjaman dan tagihan kartu kredit, juga ikut terkerek naik.
The Fed sendiri mulai menaikkan suku bunga pada bulan Maret sebesar 25 bps (0,25%) setelah menurunkannya ke level mendekati nol selama pandemi. Kenaikan yang lebih tinggi pada hari tanggal 6 Mei 2022 lalu itu tentunya akan mempengaruhi kondisi dompet warga AS secara lebih cepat.
Sepanjang satu dekade terakhir, kenaikan suku bunga dan penurunan suku bunga lebih kecil dan terjadi dengan laju lebih lambat. Itu berarti, laju yang yang lebih cepat ini bakal semakin penting untuk diperhatikan oleh warga AS.
Baca juga: Mengenal Jenis, Manfaat, dan Cara Klaim Asuransi Jiwa Berjangka
Penulis: Kontributor/Boy Riza Utama
Admin: Panji A Syuhada