Site icon Dunia Fintech

Ada Risiko Volatilitas Kondisi Global, Kondisi Makro Ekonomi Indonesia Cukup Tangguh

kondisi makro ekonomi indonesia

JAKARTA, duniafintech.com – Kondisi makro ekonomi Indonesia dinilai masih cukup tangguh di tengah risiko volatilitas kondisi global. Adapun kondisi makro ekonomi Indonesia tersebut baik dari sisi cadangan devisa maupun masih adanya pijakan yang kuat dari APBN untuk memacu pembangunan di 2024.

Adapun laporan Bank Indonesia terkait posisi cadangan devisa Indonesia juga menggambarkan ilustrasi di atas. Bahkan, posisi cadangan devisa saat ini dianggap mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono, mengatakan, posisi cadangan devisa Indonesia mencapai rekor tertinggi. Angkanya berada di level USD146,4 miliar pada akhir 2023. Hal itu terkait dengan kondisi makro ekonomi Indonesia.

Posisi ini, terkait kondisi makro ekonomi Indonesia, meningkat tinggi ketimbang posisi pada akhir November 2023 yang sebesar USD138,1 miliar.

Baca juga: Tahun Ini, KKP Kebut Pelaksanaan Program Ekonomi Biru

Posisi cadangan devisa pada Desember 2023, terkait kondisi makro ekonomi Indonesia, juga merupakan yang tertinggi dalam 27 bulan terakhir.  Posisi cadangan devisa tertinggi sebelumnya, yakni pada September 2021, tercatat sebesar USD146,9 miliar.

“Kenaikan posisi cadangan devisa tersebut [pada Desember 2023] antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah,” katanya melalui siaran pers, dikutip pada Senin (15/1/2024).

Kondisi Makro Ekonomi Indonesia: Kenaikan Cadangan Devisa 

Sebagai informasi, cadangan devisa adalah aset milik bank sentral dan otoritas moneter, biasanya berbentuk mata uang asing.

Secara umum, mata uang dalam cadangan devisa adalah yang mendapatkan pengakuan oleh banyak negara dan berlaku secara internasional. Misalnya euro, dolar AS, yen, dan pound sterling. 

Dengan demikian, cadangan devisa suatu negara berfungsi untuk membiayai defisit neraca pembayaran serta menjaga stabilitas nilai tukarnya.

Terkait kenaikan posisi cadangan devisa per Desember 2023, Erwin menyampaikan bahwa itu karena beberapa hal. Di antaranya penerimaan pajak dan jasa, serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah.

Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Cadangan devisa pada akhir 2023 pun berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.  

“BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” jelasnya.

BI juga memandang cadangan devisa akan tetap memadai, yang mendapatkan dukungan dari stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga. Hal itu seiring dengan respons bauran kebijakan dari BI dan pemerintah. Yakni dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Cadangan devisa adalah instrumen yang penting agar stabilitas makro ekonomi tetap terjaga. Demikian pula dengan kinerja APBN. 

Kondisi Makro Ekonomi Indonesia: APBN sebagai Shock Absorber

Menkeu Sri Mulyani sebelumnya mengatakan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 berperan penting sebagai shock absorber. Peran itu dalam upaya meredam dampak gejolak perekonomian global di tengah risiko volatilitas kondisi global,

“Kinerja APBN 2023 yang sehat dan terjaga kuat, serta momentum pertumbuhan ekonomi yang terus berlanjut, diharapkan dapat menjadi pijakan kuat bagi APBN dalam rangka mencapai target pembangunan di tahun 2024,” kata Sri Mulyani dalam konpers Kinerja APBN 2023, baru-baru ini.

Baca juga: Ada Perlambatan Ekonomi Global, OJK Ungkap Kondisi Sektor Jasa Keuangan Indonesia

 

Ia menambahkan, perekonomian nasional di tahun 2023 mampu tumbuh 5,05% (Q1-Q3) dengan tingkat inflasi yang terjaga dan terkendali serta tren menurun sepanjang tahun dengan dengan kerja keras APBN.

Di samping itu, neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus dalam 43 bulan beruntun yang mendapatkan dukungan dari PMI manufaktur Indonesia yang terus berada di zona ekspansif selama 28 bulan berturut-turut.

Akselerasi belanja negara menjadi hal yang penting sebagai wujud dukungan penuh APBN dalam mendukung peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat, percepatan pembangunan infrastruktur dan konektivitas, pelaksanaan kebutuhan agenda Pemilu 2024, serta meredam dampak El Nino dan stabilisasi harga.

“Risiko global terjadi itu, alhamdulillah dengan risiko yang terjadi ini, kita masih mampu menjaga stabilitas ekonomi, dan APBN kita jadi bukannya risikonya tidak terjadi, tapi risikonya terjadi dengan geopolitik, komoditas yang jatuh, ekspor utama lemah, dan segala macam. Namun kita masih bisa menjaga stabilitas ekonomi dan APBN kita,” ulasnya.

Kondisi Fiskal Semakin Sehat

Kinerja positif pelaksanaan APBN tahun 2023 juga tampak dari kondisi fiskal yang semakin sehat, dengan mendapatkan topangan dari pendapatan negara yang meningkat signifikan.

Terkait hal itu, realisasi defisit mencapai 1,65 persen terhadap PDB atau lebih rendah dari targetnya pada APBN 2023 sebesar 2,84 persen PDB, atau pada Perpres 75/2023 sebesar 2,27 persen terhadap PDB.

Hal itu menyebabkan keseimbangan primer berhasil kembali mencapai nilai positif setelah surplus terakhir di tahun 2011.

Meski demikian, Sri Mulyani juga mengingatkan spillover effect dari pelemahan ekonomi global serta tingginya suku bunga global masih tetap perlu menjadi perhatian terkait dampaknya di 2024.

Baca juga: Hasil Survei Bank Indonesia, Konsumen Optimistis dengan Kondisi Ekonomi Desember 2023

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

Exit mobile version