duniafintech.com – Geliat industri Financial Technology (Fintech) Peer-to-Peer (P2P) lending di berbagai daerah mulai semakin bertambah. Pasalnya, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) melihat banyak pelaku Fintech lending yang bermunculan di daerah.
Ketua Harian AFPI, Kuseryansyah, menilai bahwa terdapat sekitar 150 entitas P2P lending yang tengah menempuh proses pengajuan tanda daftar ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ia juga menyebut bahwa Fintech ini telah memasukkan dokumen namun masih perlu melengkapi berbagai ketentuan dari OJK.
Dalam sajian berita Kontan, Kuseryansyah mengatakan:
“Banyak Fintech dari daerah saat ini, trennya ada inisiatif membentuk Fintech baru dari daerah [yang] bermunculan. Saat ini lebih dari 99 Fintech berasal dari Jakarta. Kongkritnya seperti Jawa Timur, Bandung, Pontianak, dan Sumatra Barat mulai aktif bertanya ke asosiasi.”
Kuseryansyah pun menambahkan, kesempatan Fintech di daerah untuk mengembangkan bisnis sama dengan Fintech yang berasal dari daerah Jabodetabek.
Berdasarkan data OJK, per 15 Mei 2019 sudah ada 113 Fintech P2P lending yang terdaftar dan diawasi. Namun baru ada lima entitas yang mengantongi izin yakni Danamas, Investree, Amartha, Dompet Kilat, dan Kimo. Hingga saat ini, para P2P lending terdaftar ini terus berupaya untuk mendapatkan izin dari OJK.
Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas AFPI, Tumbur Pardede, mengatakan:
“Sesuai dengan peraturan OJK ada batas waktu maksimal satu tahun mengajukan izin dari tanda daftar. Nah, kalau bicara dari sisi tanggal tanda daftar saja, mungkin ada sekitar 30 hingga 40 yang telah mengajukan perizinan. Termasuk lima yang sudah mendapatkan izin. Mungkin karena banyak tahapannya [sehingga] membutuhkan proses waktu.”
Tumbur pun menegaskan bahwa bukan berarti izin diperoleh setelah menunggu satu tahun. Bisa saja platform yang menyiapkan dengan matang sudah dapat dengan cepat mendapatkan tanda izin. Guna mendorong anggota lainnya yang masih terdaftar tapi belum mendapatkan izin, AFPI telah menyiapkan berbagai strategis.
Dalam waktu dekat, AFPI akan membentuk working group licence untuk mendiskusikan dan berbagi pengalaman dalam pengurusan izin.
Sebelumnya, Tumbur menyebut bahwa AFPI juga sudah aktif melakukan berbagai pelatihan dan seminar bagi semua stakeholder Fintech legal terkait izin ini termasuk kepada para pemegang sahamnya.
Disisi lain, menanggapi pesatnya perkembangan dunia digital dan perusahaan Fintech di Indonesia, Deputi Direktur Penelitian, Pengaturan, dan Pengembangan Fintech OJK, Munawar, pun mengatakan dalam acara Ngobrol@Tempo bertajuk “Manfaat Ekonomi Fintech Lending”:
“Kami senang melihat perkembangan Fintech lending di Indonesia yang luar biasa. Namun jangan sampai kontribusi positif yang diberikan Fintech lending menyisakan persoalan. Kita tidak ingin, hal itu terjadi. Masyarakat perlu dilindungi.”
Mengutip penelitian yang dilakukan oleh Institute For Development of Economics and Finance atau INDEF (2018), OJK mencatat ada lima kontribusi positif yang telah diberikan oleh Fintech lending.
Pertama, Fintech lending menyerap tenaga kerja sebesar 215.433 orang. Kedua, Fintech lending menstimulus pertumbuhan perbankan sebesar 0,8 persen, perusahaan pembiayaan (0,6 persen) dan ICT (0,2 persen). Ketiga, pengembangan Fintech lending selama kurang dari 2 tahun terakhir telah menambah GDP sebesar Rp25,97 triliun.
Keempat, Fintech lending menambah pendapatan dalam bentuk upah dan gaji sebesar Rp4,56 triliun. Dan terakhir, Fintech lending terbukti meningkatkan penyaluran kredit khususnya ke sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Namun, Munawar juga mengingatkan kepada masyarakat untuk tidak mudah tergiur dengan pinjaman uang dari platform Fintech lending.
“Meski uang yang kita butuhkan bisa cair dalam waktu 3 jam, namun Fintech lending bukan pinjaman murah. Jangan pinjam kalau tidak butuh,” tutur Munawar sambil menyebutkan bunga yang ditawarkan platform Fintech yang rata-rata sebesar 24% per tahun pada Maret 2019.
picture: pixabay.com
-Syofri Ardiyanto-