Asosiasi Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) meminta agar penyedia infrastruktur digital seperti Google, perbankan, dan penyelenggara payment gateway untuk memutus aksesnya terhadap pinjol ilegal.
Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi mengatakan, hal ini harus dilakukan jika pemerintah benar-benar ingin memberantas keberadaan pinjol ilegal yang merugikan dan meresahkan masyarakat.
“Kita berharap infrastruktur pendukung seperti di payment gateway, Google Indonesia, dan juga perbankan bisa sama-sama membatasi ruang gerak dari pinjol ilegal ini,” katanya dalam video conference, Jumat (22/10).
Membatasi Ruang Gerak Jadi Kunci Pemberantasan Pinjol Ilegal
Dia berharap, pemilik infrastruktur digital payment gateway seperti Xendit, Doku, dan Winpay, atau Google Indonesia seperti Google Play Store, dan perbankan seperti BCA, Mandiri, dan BNI tidak lagi memberikan akses kepada penyelenggara pinjol ilegal ini untuk eksis.
“Karena bagaimanapun pinjol ilegal ini menggunakan infrastruktur resmi sehingga kita juga sangat membutuhkan awareness dan dukungan dari mereka (pemilik infrastruktur) apabila ingin pemberantasan ini efektif,” ujarnya.
Dengan membatasi ruang gerak dari pinjol ilegal ini untuk menjalankan operasional perusahaannya, akan mengurangi dampak negatif yang timbul kepada masyarakat. Sehingga ekosistem fintech lending menjadi lebih kondusif.
“Agar kebutuhan masyarakat terkait akses pendanaan itu bisa kami layani dengan sebaik-baiknya, dengan kode etik dan tata cara operasional yang sesuai dengan POJK yang berlaku,” ucapnya.
Desak Kominfo Optimalkan Permenkominfo No. 5/2020
Sementara itu, Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko mendesak agar Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 5/2020 Tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dapat dioptimalkan akhir tahun ini.
Sehingga, dengan begitu hanya penyelenggara sistem elektronik yang terdaftar saja yang boleh menyelenggarakan praktik penyaluran pinjaman kepada masyarakat. Hal ini untuk memutus rantai praktik pinjol ilegal.
“Jadi kita sangat berharap Permenkominfo ampuh memberantas fintech ilegal,” tuturnya.
Dorong Kepolisian Berantas Pinjol Ilegal Dalam Satu Bulan
Tak hanya itu, pihaknya pun mendorong kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya untuk dapat memproses dan menindak pelaku pinjol ilegal ini dalam rangka memberikan efek jera.
” Tidak hanya pada fintech-nya tapi juga pada para sektor pendukung yang ikut bekerja sama,” ujar Sunu.
Bahkan, dia berharap agar kepolisian dapat memberantas tuntas keberadaan pinjol ilegal ini dalam waktu satu bulan. Sehingga, dapat memberikan garansi bagi masyarakat dan pelaku fintech lending yang berizin dan terdaftar di OJK.
“Jadi kita harapkan dalam satu bulan ini dapat diberantas tuntas fintech ilegal,” ucapnya.
Meminta Seluruh Anggota AFPI Menurunkan Bunga Pinjaman
Sunu pun mengatakan, untuk mengefektifkan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah tersebut, AFPI selaku asosiasi terdaftar juga melakukan berbagai penyesuaian kepada seluruh anggotanya.
Salah satunya dengan meminta kepada seluruh anggota AFPI untuk menurunkan batas atas bunga pinjaman online sebesar 50%, dari semula 0,8% per hari menjadi 0,4%. Hal ini untuk memberikan kemudahan dan keringan kepada masyarakat.
“Kami berharap bahwa biaya yang ada dapat dikurangi sehingga kita bisa memikul beban secara bersama-sama,” tuturnya.
Tak hanya bunga pinjaman, AFPI pun telah menyepakati untuk menurunkan biaya transaksi dan biaya-biaya lainnya yang harus dibayar oleh peminjam dalam transaksi pinjaman online.
Hal ini juga untuk memberikan perbedaan yang signifikan antara pinjaman online ilegal dengan yang terdaftar dan berizin resmi di OJK. Langkah ini pun sesuai dengan keinginan Presiden Jokowi dan regulator.
“Kami selaku wakil dari industri yang berizin dan terdaftar di OJK melihat perlu melakukan langkah-langkah sesuai dengan harapan dan ekspektasi dari para pemangku kepentingan agar kita semua dapat membangun industrinya menjadi kuat dan sehat,” ucapnya.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Anju Mahendra