JAKARTA, duniafintech.com – Apa itu resesi ekonomi global? Adapun kabar terkait resesi memang semakin santer terdengar ya belakangan ini.
Resesi tentunya akan menjadi ancaman serius bagi seluruh negara di dunia kalau sampai benar-benar terjadi.
Tahun 2023 ini diprediksi menjadi tahun yang diperkirakan akan menjadi waktu dari berlangsungnya resesi global.
Pemicunya, antara lain, lantaran naiknya suku bank sentral secara global. Guna memahami lebih lanjut tentang istilah ekonomi yang satu ini, simak ulasan di bawah ini, seperti dinukil dari detikcom.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: OJK Dorong Inovasi Keuangan Digital Hadapi Ancaman Resesi 2023
Mengenal Apa Itu Resesi Ekonomi Global
Menukil laman Otoritas Jasa Keuangan (OJK), resesi ekonomi berarti kondisi ketika perekonomian negara sedang memburuk. Hal itu bisa terlihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) negatif, pengangguran meningkat, dan pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut.
Adapun resesi ekonomi terjadi ketika aktivitas ekonomi mengalami penurunan yang signifikan dalam waktu stagnan dan lama, mulai dari berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Keadaan tersebut tentunya menimbulkan dampak dalam kehidupan bermasyarakat.
Sebagai dampak pertama, yakni terjadinya perlambatan ekonomi yang akan membuat sektor riil menahan kapasitas produksinya.
Lantas, keadaan itu bisa berujung pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bahkan beberapa perusahaan mungkin menutup dan tidak lagi beroperasi.
Selanjutnya, resesi suatu negara membuat kinerja instrumen investasi juga mengalami penurunan. Dalam hal ini, investor cenderung menempatkan dananya pada bentuk investasi yang aman.
Dampak resesi ekonomi yang paling dekat dengan masyarakat, yakni pelemahan daya beli masyarakat. Hal itu karena masyarakat akan menjadi lebih selektif dalam menggunakan uangnya.
Penyebab Terjadinya Apa Itu Resesi Ekonomi Global
Adapun resesi bisa disebabkan oleh banyak hal, mulai dari guncangan ekonomi mendadak hingga inflasi yang tidak terkendali.
Melangsir Forbes Advisor, guncangan ekonomi mendadak yang menjadi faktor pendorong utama terjadinya resesi dicontohkan dengan terjadinya pandemi Covid-19.
Selain itu, jumlah utang berlebihan yang ditanggung individu dan bisnis dalam suatu negara pun menjadi penyebab terjadinya resesi. Kemudian, dampak lain juga bisa disebabkan dari gelembung aset yang didorong oleh keputusan emosional dalam berinvestasi.
“Pengambilan keputusan yang irasional menggelembungkan pasar saham atau gelembung real estate. Lalu, ketika gelembung itu meletus, penjualan panik dapat menghancurkan pasar, menyebabkan resesi,” demikian tulis Forbes Advisor.
Terlampau banyak inflasi dan deflasi di sebuah negara juga mendorong terjadinya resesi ekonomi.
Pada dasarnya, inflasi merupakan proses meningkatnya harga secara umum dan terus-menerus. Sebaliknya, deflasi adalah penurunan harga dari waktu ke waktu.
Ketika deflasi menjadi tidak terkendali, orang dan bisnis akan menghentikan pengeluaran, yang melemahkan ekonomi.
Selain itu, sejumlah ekonom dunia pun khawatir bahwa AI dan robot bisa menyebabkan resesi, salah satunya karena kecanggihan teknologi tersebut dapat menghilangkan sejumlah kategori pekerjaan.
Baca juga: OJK Ungkap Enam Tantangan Pelaku Fintech Hadapi Resesi Global 2023
Pada 2023 ini, Bank Dunia mencatat bahwa resesi 2023 dipicu keadaan ketika bank-bank sentral seluruh dunia secara bersamaan menaikkan suku bunga sebagai respons terhadap inflasi.
Adapun kenaikan suku bunga tersebut dapat membuat tingkat inflasi inti global, tidak termasuk energi, mencapai sekitar 5 persen pada tahun 2023, kecuali gangguan pasokan dan tekanan pasar tenaga kerja bisa mereda.
Angka tersebut hampir dua kali lipat rata-rata inflasi lima tahun sebelum pandemi. Selain naiknya suku bunga, krisis keuangan di pasar negara berkembang dan ekonomi berkembang disebut bisa memicu resesi 2023 bertahan lama.
Tanda-tanda Terjadinya Resesi
Adapun sinyal terjadinya resesi pernah dikemukakan oleh salah seorang Ahli Ekonomi Julius Shiskin.
Salah satu indikator utama penentu resesi adalah PDB riil atau keseluruhan nilai pasar dari barang dan jasa yang diproduksi dalam perekonomian, yang diukur dengan harga konstan atau harga dasar.
Saat pertumbuhan PDB riil menuju ke arah negatif, hal itu dapat menjadi sinyal terjadinya resesi. Di samping itu, mengutip The Balance Money, Biro Nasional Penelitian Ekonomi (NBER) juga memantau data pendapatan riil hingga kondisi pekerjaan yang bisa dijadikan indikator terjadinya resesi.
“Sinyal paling jelas bahwa resesi sedang berlangsung, kata para ekonom, terjadi peningkatan yang stabil pada tingkat lay-off atau pemutusan kerja dan lonjakan pengangguran,” bunyi keterangannya.
Sekian ulasan tentang apa itu resesi ekonomi global yang perlu diketahui. Semoga bermanfaat.
Baca juga: UMKM Binaan Amartha Siap Hadapi Resesi Ekonomi Global
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com