JAKARTA, 18 November 2024 – Pekan ini, pasar saham dan obligasi diperkirakan menghadapi volatilitas tinggi, dipicu oleh meningkatnya minat pada aset kripto seperti Bitcoin. Faktor utama yang mendorong lonjakan ini adalah ekspektasi peran Elon Musk dalam pemerintahan presiden terpilih AS, Donald Trump. Keterlibatan Musk dipandang sebagai katalis positif bagi Bitcoin, terutama melalui instrumen seperti exchange-traded fund (ETF).
Pengaruh Kebijakan AS dan Aset Kripto
Ekonom senior KB Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana, mencatat bahwa penerbitan obligasi saat ini masih mahal, mengingat investor bersikap hati-hati menunggu kejelasan kebijakan ekonomi dari pemerintahan Trump.
“Investor asing di pasar saham Indonesia cenderung menarik dana mereka untuk dialihkan ke aset kripto, yang kini lebih menarik,” ujar Fikri.
Ia menambahkan bahwa Ketua Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell, belum memberikan sinyal penurunan suku bunga dalam waktu dekat. Langkah ini turut menahan laju kenaikan pasar obligasi (fixed income).
“Dolar AS yang menguat menjadikan aset berisiko seperti Bitcoin semakin diminati oleh investor global,” jelasnya.
Selain itu, kebijakan baru dari pemerintahan Trump diperkirakan akan mendukung mata uang kripto, sehingga meningkatkan permintaan terhadap Bitcoin. Data terbaru menunjukkan bahwa harga Bitcoin mengalami kenaikan 6% dalam sepekan terakhir, mencapai nilai tertinggi sepanjang tahun di atas USD 38.000 per BTC.
Volatilitas Pasar Domestik
Di dalam negeri, pasar saham dan obligasi juga menghadapi tekanan dari ketidakpastian kebijakan ekonomi. Salah satu yang ditunggu investor adalah rencana pemerintah menaikkan rasio pajak menjadi 23%. Namun, hingga kini, belum ada pengumuman resmi, sehingga pasar masih bergerak stagnan.
“Minimnya sentimen positif membuat indeks harga saham gabungan (IHSG) sulit kembali ke zona hijau,” kata Fikri.
Ia juga mencatat bahwa strategi akhir tahun seperti window dressing, di mana investor mempercantik portofolio mereka menjelang akhir tahun, menghadapi tantangan besar.
Negara-negara seperti India dan Filipina disebut memiliki ketahanan ekonomi yang lebih baik dalam menghadapi gejolak dolar AS. Faktor ini membuat investor asing cenderung lebih tertarik ke pasar negara-negara tersebut dibandingkan Indonesia.
“Remitansi tenaga kerja mereka yang signifikan memperkuat cadangan devisa, sedangkan Indonesia belum mendapatkan manfaat serupa,” tambah Fikri.
Optimisme dan Prospek Pasar
Meski tantangan besar membayangi, Fikri tetap optimistis bahwa ada peluang penguatan pasar di akhir tahun. Ia menyebut bahwa kemungkinan penurunan imbal hasil obligasi serta implementasi kebijakan pajak yang lebih pasti dapat menjadi pendorong utama perbaikan kinerja ekonomi.
“Jika pemerintah memberikan kepastian kebijakan, kita bisa melihat aksi window dressing dan penguatan IHSG pada awal Desember,” ujarnya.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan menjaga stabilitas rupiah untuk mendukung daya tarik pasar domestik. Pada akhir pekan lalu, nilai tukar rupiah tercatat di level Rp15.700 per dolar AS, stabil setelah sebelumnya berada di level Rp15.850. Upaya BI untuk menekan volatilitas ini memberikan sedikit angin segar bagi investor.
Bitcoin: Ancaman atau Peluang?
Dalam konteks global, minat pada Bitcoin terus meningkat, terutama dengan penguatan narasi sebagai “emas digital.” Selain itu, dengan hadirnya ETF Bitcoin di beberapa pasar internasional, likuiditas aset kripto ini semakin kuat. Namun, kenaikan nilai Bitcoin juga memunculkan kekhawatiran bahwa likuiditas yang keluar dari pasar saham dan obligasi dapat memengaruhi kestabilan sektor keuangan tradisional.
“Bitcoin menjadi pilihan karena volatilitas tinggi menawarkan peluang keuntungan besar dalam waktu singkat, tetapi ini juga meningkatkan risiko pasar secara keseluruhan,” kata Carlo Alberto De Casa, analis dari Kinesis Money.
Pasar saham dan obligasi menghadapi tantangan besar dari tekanan global dan domestik. Ketidakpastian kebijakan serta daya tarik aset kripto seperti Bitcoin menciptakan volatilitas yang tinggi. Meski demikian, optimisme tetap ada, terutama jika pemerintah mampu memberikan kepastian kebijakan ekonomi yang mendukung penguatan pasar.
Investor diharapkan tetap waspada, dengan fokus pada diversifikasi aset dan strategi yang bijak di tengah situasi pasar yang dinamis ini.