JAKARTA, duniafintech.com – Rencana pemerintah untuk menaikkan harga BBM jenis Pertalite-Solar tampaknya bukan lagi isapan jempol semata. Pasalnya, pemerintah terlihat kian serius untuk menaikkan harga BBM yang disubsidi tersebut.
Bahkan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, telah memberikan sinyal bahwa harga Pertalite dan solar bakal naik. Kenaikan itu dilakukan sebagai tanggapan pemerintah atas lonjakan harga minyak dunia.
Menurut Arifin, dalam jangka menengah dan panjang, bakal dilakukan penyesuaian harga Pertalite dan Solar. Di samping itu, juga akan dilakukan pengamanan dengan peningkatan cadangan operasional dari 21 hari menjadi 30 hari.
“Dalam jangka menengah dan panjang, kami akan melakukan optimalisasi campuran bahan bakar nabati dalam solar, penyesuaian harga Pertalite, minyak Solar dan mempercepat bahan bakar pengganti antara lain KBLBB, BBG, bioetanol, BioCNG, dan lain-lain,” ucapnya pada rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, kemarin (13/4/2022).
Adapun sejauh ini, sektor transportasi menjadi salah satu yang paling banyak bergantung dengan Pertalite-Solar. Diketahui, pengusaha transportasi memilih Pertalite dan solar sebagai pilihan bahan bakar utama lantaran harganya jauh lebih murah.
Oleh sebab itu, pengusaha transportasi pun mengaku tidak setuju dengan adanya kenaikan harga BBM ini. Dalam pandangan mereka, jika harga Pertalite-Solar naik maka akan ada efek domino yang terjadi di tengah masyarakat, apalagi di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang sedang tertekan sekarang ini.
Untuk efek yang pertama adalah tarif transportasi dipastikan bakal naik. Dikatakan Sekretaris Jenderal Organisasi Angkutan Darat (Organda), Ateng Aryono, tarif pun mau tidak mau terpaksa akan naik lantaran bahan bakar menjadi salah satu biaya produksi terbesar di sektor transportasi.
“Kalau beneran naik, tarif kami ya naik semua. Kemungkinan terburuk ya tarif angkutan pasti naik,” katanya, dikutip dari Detik.com.
Kenaikan harga bahan bakar bisanya akan memicu kenaikan biaya produksi lainnya. Akan ada efek domino pada biaya produksi transportasi, sebagai contoh adalah sejalan dengan kenaikan biaya bahan bakar, spare part pun akan ikut naik.
“Persoalannya, di angkutan yang mendasar begini, ketika bahan bakar naik, ini jadi leverage buat yang lain. Termasuk spare part, dalam artian semua spare part kan harga pasar, semua akan kena trigger untuk naik,” jelasnya.
“Ini benar-benar akan jadi leverage untuk yang lain-lain harganya naik, kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan produksi.”
Namun, ia mengaku belum berani memprediksi berapa kenaikan tarif yang akan terjadi. Ia menilai, harus ada kepastian angka kenaikan BBM naiknya berapa baru hitung-hitungan dapat dibuat.
Sementara itu, menurut Ketua DPD Organisasi Angkutan Darat (Organda) DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan, kenaikan tarif transportasi tidak dapat terhindarkan jika kenaikan Pertalite dan solar memang akan terjadi.
Disampaikannya, solar banyak digunakan untuk angkutan umum penumpang berbadan besar seperti bus. Selain itu, solar pun digunakan pada semua angkutan barang, baik yang kecil maupun yang besar.
Di lain sisi, Pertalite banyak dipakai untuk transportasi kecil macam angkot, taksi, ataupun ojek. Angkutan-angkutan itulah yang kemungkinan akan mengalami kenaikan tarif.
Kenaikan harga solar, sambungnya, bakal berimbas besar bukan hanya bagi biaya produksi transportasi yang dikeluarkan pengusaha, melainkan ada efek yang lain yang akan dirasakan oleh masyarakat, yakni kenaikan bahan pokok.
Selama ini, sambungnya, solar banyak dipakai untuk angkutan barang sehingga bahan pokok kemungkinan juga bakal terkerek naik secara langsung usai adanya kenaikan harga solar.
“Kalau BBM dinaikkan, pasti kebutuhan pokok akan naik. Ini dampak paling besar. Kan angkutan logistik pakai itu pakai solar,” sebutnya.
Penulis: Kontributor/Boy Riza Utama
Admin: Panji A Syuhada