DuniaFintech.com – Tekanan pandemi Covid-19 dirasakan Indonesia dimana pertumbuhan ekonomi mulai melambat di triwulan I 2020 dan masuk ke zona negatif di triwulan selanjutnya. Seluruh komponen pengeluaran dan mayoritas sektor lapangan usaha terdampak. Pelemahan di sektor riil juga terlihat pada aktivitas manufaktur yang terkontraksi signifikan di April. Lalu bagaimana keadaan pasar modal Indonesia?
Terkait bagaimana keadaan pasar modal Indonesia, sektor keuangan yang tertekan oleh pandemi diantaranya, nilai tukar terdepresiasi signifikan ke level Rp16.500 per US$1 di Maret. Pelemahan juga terjadi pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terkoreksi ke level 6.200 pada Januari.
Tidak hanya itu, saat kasus Covid-19 terkonfirmasi pertama kali di Indonesia, IHSG kembali mengalami koreksi dan terus turun hingga mencapai level terbawah di angka 3.937,6 di 24 Maret 2020. Penurunan IHSG ini menyebabkan nilai market capitalization Indonesia anjlok ke Rp4.556,3 triliun atau turun lebih dari Rp2,690 triliun dibandingkan posisi awal 2020.
Baca juga:
- Prediksi Harga Emas 2021, Apakah Penurunnya Akan Tajam?
- Prediksi Investasi Obligasi 2021, Apakah Masih Menarik?
- VIDYX, Aset Kripto Baru di Indodax. Buktikan Pasar Indonesia Potensial
- Harga Bitcoin Capai Rp400 Juta! Wow, Setara Harga Apartment di Jakarta!
Pemerintah menanggapi bagaimana keadaan pasar modal Indonesia saat ini
Untuk mengatasinya, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan berbagai kebijakan dan strategi untuk yang bersinergi menguatkan sektor kesehatan dan ekonomi. Misalkan melalui UU No. 2 Tahun 2020 sebagai langkah akselerasi penanganan pandemi dan penguatan stabilitas sistem keuangan. Dari sisi kesehatan, pengadaan vaksin dan penerapan protokol kesehatan 3M menjadi prioritas. Sementara itu, anggaran sebesar Rp695,2 triliun juga disediakan untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
“Dengan Program PEN dan adaptasi kebiasaan baru, aktivitas ekonomi mulai meningkat. Kinerja pasar uang dan saham juga telah membaik, serta capital flow sudah mulai positif,” tutur Menko Airlangga di acara Penutupan Perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) 2020, di Jakarta, Rabu (30/12).
Kemudian, pemerintah juga mengesahkan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, dan saat ini sedang membahas peraturan pelaksanaannya dalam bentuk PP dan Perpres. Salah satunya adalah PP No. 74 Tahun 2020 tentang Lembaga Pengelola Investasi (LPI), yang telah ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 14 Desember 2020. Pembentukan LPI bertujuan meningkatkan dan mengoptimalkan nilai investasi yang dikelola secara jangka panjang dalam rangka mendukung pembangunan secara berkelanjutan. LPI ini diberi nama “Indonesia Investment Authority (INA)”.
Dukungan kepada Pasar Modal Indonesia
Tak lupa, stimulus ekonomi juga diarahkan pada sektor pasar modal, antara lain melalui penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan bagi Wajib Pajak Go Public dan pajak dividen. Insentif ini akan mendorong pelaku usaha untuk bergabung dan mencatatkan diri di BEI.
Selain itu, stimulus untuk sektor pasar modal juga diberikan oleh Otoritas Jasa Keuagan (OJK) dan Self-Regulatory Organization (SRO) yang bertujuan untuk memberikan relaksasi bagi pelaku usaha yang terdampak Covid-19 dan meredam volatilitas serta menjaga stabilisasi pasar modal.
“Khusus untuk menjawab tantangan digitalisasi di sektor pasar modal, pemberian kuasa elektronik telah diberlakukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Calon investor juga diberikan kemudahan untuk membuka rekening saham secara online. Di satu sisi, sentimen positif juga terus dijaga melalui peningkatan komunikasi dan koordinasi yang berkualitas,” ungkap Menko Airlangga.
Sumber: ekon.go.id
(DuniaFintech/ Dinda Luvita)