duniafintech.com – Sebuah perusahaan dilaporkan sedang mempersiapkan untuk mengajukan pedoman yang solid untuk penjualan token dan crypto. Langkah ini dilakukan untuk memastikan adanya tempat yang lebih sehat untuk bisnis cryptocurrency dan Blockchain yang terdesentralisasi. Perusahaan tersebut diyakini bereksperimen di bidang aset digital di Bahama.
Sementara di sisi lain, Komisi Sekuritas secara resmi mengajukan rancangan undang-undang beberapa bulan yang lalu untuk mencari peraturan dan alat baru yang dianggap lebih terbuka. Seperti yang kita ketahui, Bahama bukanlah negara kepulauan pelopor yang menunjukkan keprihatinan dalam bidang mata uang kripto.
Baca juga: Bayar Tagihan Telepon Online Kini Bisa Pakai Crypto Melalui BitPay!
Tahun lalu, negara bagian Malta juga telah mengeluarkan tiga undang-undang untuk memungkinkan penerbitan, pertukaran, dan pengarusutamaan mata uang virtual, melalui Otoritas Jasa Keuangan setempat (MFSA). Mata uang ini termasuk BTC, ETH, dan XRP.
Selain itu, Malta telah berhasil menarik perusahan pertukaran berskala global seperti Binance untuk membuka layanannya di Malta. Undang-undang yang sama juga dibuat dan diterapkan di Gibraltar untuk memungkinkan penerbitan dan perdagangan sumber daya virtual. Bermuda telah mengeluarkan aturan yang mengizinkan skema ICO dan akan meminta konfirmasi dari Kementerian Keuangan Bahama.
Ada kemungkinan besar bahwa kripto aset tertentu yang melambangkan bagian paritas harus dibebaskan dari hukum dan peraturan karena ini masih dalam pertimbangan. Sebagaimana dinyatakan dalam RUU tersebut, berbagai aturan dan peraturan akan berlaku pada semua penyedia token, platform pertukaran kripto, operator dan penyedia dompet, dan pihak lain mana pun yang mengadakan dan menyederhanakan ICO.
Perusahaan ini terdorong untuk mengetahui bahwa mereka memiliki cakupan yang cukup sebelum menginisialisasi proyek. Selama pendaftaran, perusahaan diharapkan untuk membawa laporan keuangan inklusif terutama termasuk; penerbitan token yang mengandung teknologi proyek, skalabilitas, risiko yang terkait dengan aturan dan peraturan AML (anti pencucian uang) & CFT (anti pendanaan terorisme), kedaulatan, dan otoritas.
Baca juga: Jangan Ngaku Milenial Kalau Belum Tahu Industri 4.0!
Setiap perusahaan yang mencoba atau melanggar undang-undang yang sudah ditetapkan akan membayar denda sekitar lima ratus ribu dolar ($ 500.000) atau menjalani hukuman maksimum lima hingga sepuluh tahun penjara.
Langkah yang dilakukan beberapa negara kepulauan ini dalam menetapkan regulasi untuk kripto dan Blockchain layak mendapatkan apresiasi. Negara-negara lain diharapkan juga akan melakukan hal serupa demi membantu menciptakan ekosistem kripto global yang aman dan nyaman.
picture: pixabay.com
-Dita Safitri-