Site icon Dunia Fintech

Bank BRI Digugat, tapi Sahamnya Malah Dibeli Investor

bank bri sedang digugat nasabah prioritas

JAKARTA, duniafintech.com – PT Bank Rakyat Indonesia atau Bank BRI tengah menjadi sorotan belakangan ini. Hal itu terjadi lantaran bank pelat merah ini digugat oleh salah seorang nasabah prioritas mereka.

Tidak tanggung-tanggung, nilai gugatan itu sangat fantastis, yakni mencapai Rp1 triliun. Adapun kasus ini berawal dari sejumlah uang yang diterima oleh Indah Harini—seorang nasabah prioritas BRI.

Diketahui, sejak tanggal 25 November sampai dengan akhir Desember 2019, rekening Indah menerima dana secara berkala, dengan angka mencapai GBP1,714,842.00 (Rp32,5 miliar). Lantas, 11 bulan berselang, pada 6 Oktober 2020, pihak BRI mempermasalahkan transfer itu.

Dalam hal ini, seorang account officer BRI, yang biasa melayani Indah sebagai nasabah prioritas, menelepon dan memberi tahu kepada yang bersangkutan bahwa telah terjadi kekeliruan dalam transaksi tabungan valas miliknya.

Singkat cerita, Indah kemudian resmi menggugat BRI sebesar Rp1 triliun melalui kuasa hukumnya atas kerugian materiil dan immateriil akibat kasus salah transfer yang menyebabkannya dikriminalisasi dengan UU No. 3 Tahun 2001 Tentang Transfer Dana.

OJK dan BI diminta periksa petinggi BI

Menyikapi kasus hukum atas salah satu anggota Himbara itu, Anggota Komisi IV DPR dari fraksi Golkar, Firman Subagyo, lantas meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) untuk turun tangan memeriksa para petinggi BRI.

Menurutnya, ada kecurigaan tentang dugaan unsur kesengajaan ataupun kejahatan perbankan dalam kasus ini. Apalagi, imbuhnya, pihak BRI baru mempermasalahkan kasus ini hampir setahun usai kekeliruan transfer itu terjadi.

“Sebaiknya, direksi hingga komisaris perlu diminta keterangan terkait salah transfer. Pasalnya, dengan akumulasi nilai yang fantastis hingga mencapai Rp 30 miliar, patut diduga ada unsur kesengajaan, kejahatan, atau unsur lain yang harus diteliti yang sangat merugikan nasabah,” ucapnya, dilangsir dari CNNIndonesia.com, Selasa (28/12).

Firman menyatakan, langkah BRI yang baru mempermasalahkan kekeliruan transfer mereka 11 bulan kemudian merupakan sesuatu yang tidak logis. Dalam pandangannya, ada sejumlah kejanggalan, antara lain, terkait rentang waktu klarifikasi BRI kepada Indah.

“Jika transaksi tersebut terjadi pada Desember 2019 maka ketika tutup buku di tahun yang sama, kesalahan tersebut seharusnya sudah terdeteksi dan dapat dikoreksi,” ungkapnya.

“Motif ini yang harus ditelusuri agar nasabah tidak terus meneruskan di PHP-kan dan dikecewakan dengan layanan yang tidak profesional.”

Saham dibeli investsor

Di luar masalah dengan nasabahnya, saham BRI sendiri kini resmi “dicaplok” oleh lembaga pengelola investasi atau Indonesia Investment Authority (INA). Selain BRI, INA pun telah sah menjadi pemegang saham dari PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) atau Bank Mandiri.

Sebagai informasi, pemerintah sudah mengalihkan sebagian kepemilikan sahamnya di dua bank itu senilai total Rp 45 triliun. Mengacu pada keterbukaan di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (24/12) lalu, pemerintah disebut telah mengalihkan 3,73 miliar saham seri B pada atau setara 8% dari modal disetor dan ditempatkan di Bank Mandiri.

Adapun transaksi pengalihan ini dilakukan pada tanggal 23 Desember 2021 dengan Rp 6.073 per saham. Artinya, nilai transaksinya mencapai Rp22,67 triliun. Dengan demikian, kepemilikan pemerintah berubah dari sebanyak 27,99 miliar saham atau 60% menjadi 24,26 miliar saham atau 52%.

Menurut Sekretaris Perusahaan BMRI, Rudi As Aturridha, tujuan dari transaksi itu adalah untuk memenuhi Peraturan Pemerintah (PP) No.74 tahun 2020 dan PP No.111 tahun 2021. Untuk BRI, pemerintah mengalihkan 5,50 miliar saham saham Seri B dengan harga pengalihan Rp 4.061 per saham atau setara dengan nilai Rp 22,33 triliun.

Lebih jauh, melalui pengalihan ini, kepemilikan pemerintah di BBRI berubah menjadi 53,19% dari yang sebelumnya 56,82%.

 

Penulis: Kontributor

Editor: Anju Mahendra

Exit mobile version