JAKARTA, 3 Desember 2024 – Bank Indonesia (BI) menilai tantangan di pasar keuangan semakin berat, terutama setelah Donald Trump kembali terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Menguatnya dolar AS diprediksi akan terus menekan mata uang global, termasuk rupiah.
Firman Mochtar, Kepala Departemen Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia, menyebutkan bahwa terpilihnya Trump berpotensi mengubah peta ekonomi dunia. Belajar dari pengalaman sebelumnya, kebijakan pro-AS dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi global dari 3,2% menjadi 3,1%.
Di awal masa jabatan keduanya, Trump kembali melontarkan ancaman terhadap negara-negara anggota BRICS, termasuk China. Hal ini memicu kekhawatiran investor terkait arah kebijakan global ke depan.
Inflasi dan Fed Fund Rate
Inflasi global, termasuk di AS, diprediksi akan sulit menurun secara signifikan. Saat ini, inflasi AS berada di level 2,6%, dan penurunannya berjalan lambat. Hal ini berdampak pada suku bunga acuan (Fed Fund Rate). Bank Indonesia memperkirakan bahwa FFR hanya akan turun sebesar 50 basis poin pada 2025.
Kondisi semakin rumit akibat kebutuhan pembiayaan pemerintah AS yang tinggi, yang mendorong penerbitan obligasi dan kenaikan yield US Treasury. Alhasil, modal cenderung mengalir kembali ke AS, meninggalkan negara berkembang seperti Indonesia.
“Dampak dari kondisi ini akan memperkuat Dolar Indeks,” ujar Firman.
Pada perdagangan terakhir, rupiah melemah 0,35% menjadi Rp15.895 per dolar AS. Sepanjang tahun ini, nilai tukar rupiah telah turun 3,15%.
Proyeksi Pergerakan Rupiah
Firman menambahkan, Bank Indonesia akan menjaga pergerakan rupiah sesuai dengan fundamental ekonomi dan ekspektasi inflasi. Asumsi nilai tukar yang disepakati pemerintah dan DPR berada di kisaran Rp16.100 per dolar AS. Bank Indonesia akan mengontrol volatilitas agar tetap dalam batas aman untuk memberikan kepastian bagi pelaku usaha.
“Kita tidak ingin volatilitas yang berlebihan,” tegas Firman.
Kebijakan Moneter Bank Indonesia
Untuk menjaga stabilitas rupiah, Bank Indonesia memutuskan mempertahankan suku bunga acuan di level 6%. Kebijakan ini diharapkan mampu menarik minat investor untuk berinvestasi di dalam negeri. Selain itu, intervensi di pasar valuta asing melalui transaksi spot, DNDF (Domestic Non-Deliverable Forward), dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder terus dioptimalkan.
Bank Indonesia juga memperkuat strategi pasar dengan mengandalkan instrumen seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI). Koordinasi dengan Kementerian Keuangan dan perbankan juga ditingkatkan untuk memastikan likuiditas tetap terjaga.
“Kami fokus menarik arus modal masuk untuk mendukung stabilitas rupiah,” jelas Firman.
Tekanan dan Harapan untuk Rupiah
Andry Asmoro, Kepala Ekonom Bank Mandiri, memperkirakan bahwa tekanan terhadap rupiah akan semakin berat dalam enam bulan pertama kepemimpinan Trump. Namun, normalisasi pasar keuangan diharapkan tercipta seiring waktu, sejalan dengan penyesuaian investor terhadap arah kebijakan.
Andry memproyeksikan rupiah akan bergerak di kisaran Rp15.600-Rp16.000 per dolar AS tahun depan. Menurutnya, BI dan pemerintah perlu meningkatkan cadangan valas melalui instrumen portofolio yang menarik dan mendorong ekspor untuk mengimbangi penurunan harga komoditas utama Indonesia.