Site icon Dunia Fintech

Bank akan Tutup Kantor Cabang, tapi BPR Gandeng Fintech

Bank Perkreditan Rakyat metaverse

JAKARTA, duniafintech.com – Di tengah maraknya upaya bank dalam menutup kantor cabang, Bank Perkreditan Rakyat (BPR) nyatanya justru kian bersinar dengan menggandeng fintech P2P lending.

Sebagaimana diketahui, digitalisasi sektor keuangan saat ini terus menggerus fungsi kantor cabang bank sebagai ruang pelayanan bagi nasabah. Sekarang, untuk membuka rekening atau aktivitas lainnya bisa dilakukan secara digital alias tanpa harus datang ke bank. Tentunya, hal itu membuat kantor cabang bank ditutup.

Mengacu pada data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sejak 2017 sampai dengan Agustus 2021, ada sebanyak 2.593 kantor cabang bank sudah tutup sebagai imbas digitalisasi.

Kolaborasi BPR dan P2P kian marak

Di luar perihal tutupnya banyak kantor cabang bank, saat ini kolaborasi yang terjalin antara fintech P2P lending dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) justru kian marak. Hal ini sejalan dengan dorongan OJK yang berharap kedua lembaga tersebut dapat saling berkolaborasi dengan adanya panduan kerja sama antara BPR dengan perusahaan fintech lending.

Dilangsir dari Kontan, Selasa (4/1), kolaborasi terbaru adalah yang dilakukan oleh PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) dengan menggandeng BPR Hariarta Sedana untuk melakukan penyaluran pinjaman modal usaha.

Adapun penyaluran dengan sistem pola kredit channeling ini sebesar Rp100 miliar. Menurut Chief Commercial Officer Amartha, Hadi Wenas, pihaknya selama ini memang sering berkolaborasi dengan BPR. Kolaborasi keduanya, imbuhnya, saling menguntungkan sebab BPR bisa memperluas jangkauannya sampai segmen ultra mikro lewat Amartha dan Amartha bisa menyalurkan permodalan lebih banyak lagi dengan adanya dukungan dari perbankan.

Untuk diketahui, pendanaan dari BPR Hariarta itu menjadi yang paling besar pada tahun 2021 lalu dari semua pendanaan BPR di Amartha. Adapun Amartha sendiri sebelumnya juga mencatatkan kerja sama dengan BPR Pujon, BPR Nusumma, dan BPR lainnya di wilayah Jawa Timur, dengan komitmen pendanaan mulai dari Rp2 miliar.

“Secara umum, kontribusi dari pendana institusi seperti perbankan cukup dominan, yakni lebih dari 60%, baik dari BPR, BPD, maupun bank nasional,” katanya.

Chief Executive Officer Modalku, Reynold Wijaya, juga menyampaikan hal senada. Menurutnya, potensi kolaborasi fintech dengan BPR masih besar sebab hal itu bisa melengkapi layanan yang diberikan oleh BPR.

Dalam pandangannya, BPR lebih mengenal karakteristik dan kebutuhan dari masyarakat di daerah operasionalnya sehingga bisa menjangkau UMKM.

“Ke depannya, kami akan terus melakukan berbagai kolaborasi, tidak hanya dengan BPR, melainkan juga dengan bank umum untuk memperluas jangkauan produk kami,” sebutnya.

Adapun Modalku sejauh ini telah menjalankan kerja sama dengan beberapa BPR, di antaranya PT BPR Varia Central Artha (Bank Varia), PT BPR Bekasi Binatanjung Makmur (BPR BBTM), dan PT BPR Sukawati Pancakanti (BPR Kanti). Kolaborasi itu berkontribusi dalam memberikan pendanaan bersama yang disalurkan untuk membiayai peminjam Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Di sisi lain, menurut CEO & Co-Founder Akseleran, Ivan Tambunan, kontribusi dari BPR sampai dengan awal Desember 2021 lalu sudah mencapai sekitar 4% dari total penyaluran pinjaman usaha melalui lender institusi di Akseleran.

Pihaknya sendiri pada tahun 2022 ini menargetkan akan memperluas kolaborasi dengan Lembaga Jasa Keuangan lainnya, termasuk dari BPR.

“Tidak ada target khusus. Namun, kami akan terus tingkatkan di tahun depan sejalan dengan makin banyaknya kerja sama dengan LJK lainnya,” tuturnya.

Bank semakin sepi pengunjung

Perkembangan digital yang cepat membuat transaksi di kantor cabang bank terdampak, antara lain, dengan kondisi bank yang kian sepi pengunjung. Hal ini juga telah memicu tutupnya sejumlah kantor cabang milik bank-bank di dalam negeri dan mendorong peningkatan transaksi secara digital.

Menurut Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Teguh Supangkat, ribuan jaringan kantor cabang tutup selama tiga tahun belakangan, yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.

“Sejak 2017 sampai dengan Agustus 2021, jaringan kantor cabang tercatat telah mengalami penurunan sejumlah 2.593 kantor,” ucapnya, belum lama ini.

Berbanding terbalik, imbuhnya, transaksi SMS atau Mobile Banking malah meningkat, yakni dari Rp1.159 triliun pada tahun 2016, menjadi Rp4.684 triliun pada Agustus 2021 atau naik lebih dari 300%.

Di samping itu, transaksi Internet Banking pun naik dari Rp13.223 triliun pada 2016 menjadi Rp20.096 triliun per Agustus 2021 atau naik hampir 50%. Kemudian, transaksi uang elektronik meningkat dari Rp5,28 triliun pada 2015 menjadi Rp204,9 triliun di 2020 atau naik hampir 4.000%.

Disampaikannya, peningkatan transaksi ini sejalan dengan transformasi digital yang dilakukan oleh perbankan, baik dari sisi layanan maupun produk. Pandemi pun menjadi momentum perbankan meningkatkan layanan digital.

“Tren digitalisasi perbankan turut didukung oleh besarnya keuntungan kanal digital yang dimiliki Indonesia. Hal ini juga didukung potensi pasar dan transaksi keuangan digital yang besar,” ulasanya.

Sebagai informasi, bank pelat merah sudah menutup sejumlah kantor cabang pada tahun 2021 lalu. Misalnya saja Bank Mandiri yang sudah menutup 72 kantor cabang, yang ditambah dengan penutupan 52 kantor di Aceh sehingga totalnya sebanyak 124 unit.

 

Penulis: Kontributor

Editor: Anju Mahendra

Exit mobile version