Batas bunga maksimum yang ditetapkan untuk platform fintech P2P Lending seharusnya mendorong persaingan usaha yang sehat di industri.
Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute, Heru Sutadi, menilai bahwa penetapan batas bunga maksimum oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2018 seharusnya mendorong persaingan yang sehat di industri fintech. Dengan adanya batasan tersebut, penyelenggara pinjaman daring diharapkan dapat menawarkan bunga yang variatif di bawah batas maksimum untuk menarik minat konsumen.
Pernyataan ini disampaikan Heru menanggapi rencana Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang akan menggelar sidang terkait dugaan praktik kartel dalam penetapan bunga maksimum pinjaman daring (Pindar) yang ditetapkan sebesar 0,8% pada tahun 2018.
Heru menekankan bahwa kebijakan tersebut bertujuan untuk melindungi konsumen dari praktik pinjaman yang merugikan, seperti yang dilakukan oleh pinjaman online ilegal (pinjol) yang dapat mematok bunga hingga 4% per hari.
Sebelumnya, OJK dalam siaran persnya pada 20 Mei 2025 menyatakan bahwa penetapan batas maksimum suku bunga bertujuan untuk melindungi masyarakat dari suku bunga yang tinggi dan membedakan antara pinjaman online legal dan ilegal. Kebijakan ini diberlakukan sebelum terbitnya Surat Edaran OJK Tahun 2023 mengenai penyelenggaraan pinjaman online.
Terkait dengan dugaan praktik kartel yang diusut oleh KPPU, Heru menyatakan bahwa jika ditemukan bukti bahwa pelaku usaha menetapkan bunga secara seragam, hal ini akan merugikan konsumen dan menghambat persaingan yang sehat di pasar.
Di sisi lain, temuan tim redaksi menunjukkan bahwa beberapa penyedia layanan Pindar telah menawarkan variasi suku bunga yang berbeda setelah ketentuan batas atas bunga ditetapkan pada tahun 2018. Misalnya, akun Instagram resmi Julo pada 3 Mei 2019 mempromosikan bunga sebesar 0,1%, sementara platform UangTeman menetapkan bunga di kisaran 0,5% hingga 0,8%.
Pentingnya Kolaborasi Erat dengan OJK dan P2P Lending
Heru juga mengingatkan pentingnya kolaborasi yang erat antara OJK dan penyelenggara fintech untuk memastikan bahwa pengawasan tidak menghambat inovasi di sektor ini.
“Saya menekankan pentingnya edukasi mengenai hak konsumen serta perbedaan antara pinjaman daring legal dan pinjol ilegal, sambil mendorong persaingan bunga yang variatif demi keuntungan konsumen,” ungkapnya.