JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia kali ini akan membahas terkait upaya industri fintech untuk menekan kredit macet.
Sebagai informasi, saat ini industri fintech lending mengalami peningkatan pinjaman macet.
Terkait hal itu, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) melakukan analisis melalui studi internet soal dampak kredit macet pada industri.
“AFPI sedang analisis lewat studi internal, apakah beberapa platform dengan kredit macet tinggi punya pengaruh terhadap industri secara keseluruhan, alias apakah ada Efek Pareto atau tidak,” ucap Ketua Cluster Multiguna AFPI yang juga CEO Maucash, Rina Apriana, lewat keterangan resmi, dikutip dari CNBC Indonesia, Rabu (114/12/2022).
Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dirangkum dari berbagai sumber.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: RUU P2SK Jadi Legitimasi Fintech
Berita Fintech Indonesia: Kajian dengan Akumulasi Data FDC
Disampaikannya, AFPI melakukan kajian dengan akumulasi data dari infrastruktur fintech data center (FDC).
Tujuannya adalah untuk melihat apakah kredit macet berasal dari kesalahan platform atau segmen peminjam di industri tertentu yang harus diwaspadai.
Rina menerangkan, nantinya dari hasil analisis tersebut, AFPI akan memberikan masukan kepada para penyelenggara.
“Misalnya, apakah harus ada risk acceptance yang lebih ketat, atau memang harus ada restrukturisasi terhadap borrower tertentu,” paparnya.
Di samping itu, sambungnya, AFPI pun sedang mengkaji kerja sama antara perusahaan asuransi dan penyelenggara fintech lending.
Dijelaskannya, hal itu karena pihaknya melihat tidak semua platform dapat memberlakukan proteksi pada tiap transaksi.
“Seiring dengan hal ini, AFPI juga tengah mengkaji kemungkinan kolaborasi antara perusahaan asuransi dengan setiap penyelenggara fintech lending karena asosiasi melihat tidak semua platform mampu untuk menerapkan proteksi pada setiap transaksinya,” urainya.
Ia pun menyebut bahwa AFPI melakukan sejumlah antisipasi dan upaya dalam rangka menjaga kualitas kredit dari platform yang menjadi anggota, termasuk dengan mengembangkan Fintech Data Center (FDC), tempat data penyelenggara fintech lending saling terintegrasi satu sama lain.
“FDC ini digunakan untuk menghindari fraud, pinjaman berlebih di mana satu borrower melakukan peminjaman di banyak penyelenggara fintech lending, hingga mengetahui status kelancaran pinjaman,” bebernya.
“Hal ini membantu platform fintech lending untuk melakukan pertimbangan ulang dalam menyetujui permohonan pinjaman dari peminjam yang memiliki catatan pembayaran yang tidak baik. Dengan proses electronic know your customer (e-KYC) diharapkan bisa mengurangi tingkat fraud atau penipuan yang terjadi di masyarakat. Dengan demikian, bisa memperkecil potensi terjadinya kredit macet atau TWP90,” imbuhnya.
Adapun hal lainnya yang tengah dilakukan oleh AFPI, yaitu mempersiapkan algoritma kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).
AI ini dimanfaatkan untuk bisa meningkatkan kualitas penilaian kredit atau credit scoring, guna mengukur risiko kredit dari calon peminjam yang sebelumnya tidak memiliki riwayat pinjaman kredit.
Berita Fintech Indonesia: Pembukaan Perizinan Baru Tinggal Menunggu Waktu
Untuk diketahui, pembukaan perizinan baru bagi Fintech P2P Lending tinggal menunggu waktu. Hal itu karena segala kesiapan terkait hal-hal yang dirasa penting untuk platform dapat masuk ke industri ini dinilai hampir rampung.
Menurut Direktur Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Financial Technology Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tris Yulianta, beberapa persiapan saat ini sudah dilakukan oleh pihaknya, di antaranya terkait regulasi, organisasi, dan sistem.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Ini Alasan Fintech Aktif Gandeng BPRS
Adapun terkait regulasi dan organisasi, Tris bilang bahwa hal itu dinilai sudah dianggap siap. Menyusul, regulasi baru di POJK 10 tahun 2022 terbit pada pertengahan tahun ini.
Saat ini, kata dia, terkait sistem-lah yang masih dipersiapkan oleh OJK. Dalam hal ini, pihaknya akan membangun aplikasi yang nantinya bisa langsung dilakukan oleh platform baru untuk mengajukan perizinan.
“Kalau dulu mekanisme perizinan semi manual sehingga sekarang kami bangun sistem informasi perizinan,” tuturnya, dinukil dari Kontan.co.id.
Ia menambahkan, pembangunan aplikasi ini diharapkan dapat selesai di akhir tahun ini. Untuk selanjutnya, akan dilakukan uji coba yang diperkirakan memakan waktu sekitar satu bulan.
Dengan nantinya aplikasi itu siap digunakan, ia pun mengisyaratkan bahwa pencabutan moratorium dapat dicabut. Dengan demikian, platform baru dapat mengajukan izin baru untuk masuk industri ini.
“Diupayakan sih (tahun 2023), di luar faktor tim teknis ya,” jelasnya.
Untuk diketahui, saat ini jumlah pemain fintech P2P Lending ada sebanyak 102 pemain, dari beberapa tahun lalu yang sempat berjumlah lebih dari 160 pemain.
Meski demikian, lanjut Tri, saat ini ada beberapa pemain yang masih mencoba bertahan hidup.
“Itu nanti seleksi alam,” tutupnya.
Pangsa Pasar Masih Luas
Di lain sisi, menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Sunu Widyatmoko, sebagai pelaku usaha, sebetulnya tidak terlalu mengkhawatirkan jumlah pemain yang bertambah kalau moratorium dicabut.
Ia berpandangan, pangsa pasar dari industri fintech lending ini masih luas sehingga terdapat beberapa segmen-segmen yang dapat digarap lebih baik lagi.
“Memang kalau dinilai bakal ada persaingan, iya,” tuturnya.
Sekian ulasan tentang berita fintech Indonesia yang perlu diketahui. Semoga bermanfaat.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Ini Antisipasi dan Upaya AFPI Jaga Kualitas Pembiayaan Fintech Lending
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com