JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia kali ini akan mengulas terkait komitmen dan upaya Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech).
Adapun komitmen itu berkaitan dengan upaya asosiasi untuk meningkatkan literasi keuangan digital ke masyarakat, utamanya soal aset kripto.
Salah satu langkahnya dilakukan lewat ajang Indonesia Fintech Summit (IFC) dan Bulan Fintech Nasional (BFN) 2022.
Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Kemenkominfo Blokir 7.089 Fintech Ilegal di Platform Digital
Berita Fintech Indonesia: Perlu Dukungan Regulasi
Menurut Sekretaris Jenderal Aftech, Budi Gandasoebrata, kegiatan ini dapat menciptakan kondisi agar pemain di industri fintech.
Meski demikian, dirinya merasa tetap diperlukan dukungan regulasi untuk meningkatkan literasi.
“Selain itu dari sisi regulasi juga diharapkan mendukung dan mendorong pertumbuhan untuk mencapai misi akhir Aftech dalam menciptakan literasi, edukasi, dan inklusi keuangan yang lebih baik untuk masyarakat Indonesia melalui berbagai industri dari mulai payment, lending, pendanaan, maupun pemain aset kripto,” ucapnya lewat keterangan tertulis, seperti dinukil dari Kumparan, Senin (19/12/2022).
Diterangkannya, industri fintech di berbagai sektor terus mengalami pertumbuhan dari sisi penggunanya. Di antara pertumbuhan itu, misalnya, berdasarkan data dari Bank Indonesia terkait pengguna Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) yang sudah mencapai lebih dari 25 juta orang hingga November 2022.
Sementara itu, dari sektor investasi pun mengalami peningkatan signifikan, misalnya data yang dikutip dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), yakni pada November 2022, jumlah investor pasar modal telah mencapai 10,15 juta.
Untuk investor kripto, berdasarkan data dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), jumlahnya mencapai 16,3 juta pada September 2022 lalu.
“Industri keuangan digital di Indonesia dari mulai payment system, e-money, e-wallet, hingga industri kripto seluruhnya memiliki tantangan yang sama, apalagi industri baru seperti kripto yang pertumbuhannya cukup pesat namun pengertiannya masih minim,” jelasnya.
Ia pun menguak salah satu tantangan, yaitu membuka wawasan dan edukasi yang lebih banyak agar masyarakat mengetahui industri kripto atau keuangan digital lainnya.
Dengan demikian, imbuhnya, semakin banyak yang tahu seperti apa manfaat hingga kontribusi industri tersebut ke ekonomi Indonesia.
“Tantangannya lainnya adalah membuka awareness masyarakat terhadap industri kripto dan bekerja sama dengan regulator untuk menciptakan situasi yang kondusif agar industri kripto tumbuh dan tidak dihalangi oleh regulasi yang terlalu ketat,” paparnya.
Berita Fintech Indonesia: Fintech Lending Syariah Perkuat Kolaborasi
Sementara itu, melangsir Kontan, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mencatat ada 7 penyelenggara fintech syariah yang sudah menjadi anggota AFPI dari 102 anggota umum AFPI.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Kata AFPI soal OJK Bisa Pailitkan Fintech lewat RUU PPSK
Adapun akumulasi pendanaan klaster syariah hingga periode September 2022 mencapai Rp 7,16 triliun.
Ketua Klaster Pendanaan Syariah AFPI, Lutfi Adhiansyah, merincikan, pada Desember 2020, tercatat masih sebesar Rp 484 miliar, Desember 2021 Rp 1,1 triliun, dan September 2022 sebesar Rp 5,5 triliun.
Ia menambahkan, porsi pendanaan klaster syariah terhadap pendanaan sektor produktif fintech lending pada 2022 masih 8% sehingga masih besar peluang untuk bisa dimaksimalkan.
“Dengan kolaborasi efektif inilah, maka penyelenggara fintech lending dapat menjangkau pembiayaan ke lebih banyak masyarakat unbanked dan underserved di tanah air,” sebutnya, baru-baru ini.
MoU dengan BPRS Asbisindo
AFPI Kluster Syariah dikabarkan sudah meneken MoU dengan BPRS Asbisindo. Dengan kerja itu, terdapat beberapa kerja yang dilakukan fintech lending syariah.
Pertama, melakukan akuisisi potensial debitur. Kedua, melakukan proses kredit yang mencakup penerimaan registrasi dan dokumentasi melalui Aplikasi Platform, KYC, proses seleksi nasabah, penagihan pinjaman.
Ketiga, menerima pembayaran debitur (payment collection) untuk diteruskan kepada BPR. Ditambahkan Lutfi, perkembangan fintech lending yang demikian pesat tidak lepas dari kolaborasi dengan ekosistem keuangan khususnya dengan lembaga jasa keuangan lainnya seperti BPRS ini.
Ia pun menerangkan bahwa ada enam poin tujuan dari kerja sama dengan BPRS. Pertama, peningkatan akselerasi pendanaan fintech lending ke daerah. Kedua, peningkatan kualitas asesmen risiko bagi BPRS dan kualitas debitur bagi fintech lending. Ketiga, kemudahan akuisisi nasabah bagi BPRS.
Yang keempat, perluasan target pasar bagi BPRS melalui teknologi informasi di fintech lending. Kelima, value chain financing dalam ekosistem ekonomi digital, dan keenam, penambahan sumber pemodal dan peningkatan fee-based income.
Sekian ulasan tentang berita fintech Indonesia yang perlu diketahui. Semoga bermanfaat.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Tekan Kredit Macet, Ini Upaya Fintech
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com