JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terbaru pada hari ini akan mengulas tentang penyaluran pendanaan fintech lending.
Menurut catatan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), agregat penyaluran pendanaan fintech per Oktober 2022 mencapai Rp476,89 triliun.
Angka itu diketahui tumbuh 76,8% yoy. Secara agregat tingkat risiko kredit (TWP 90) fintech lending pun menurun menjadi 2,90% dibandingkan September 2022, yakni 3,07%.
Berikut ini berita fintech Indonesia hari ini selengkapnya.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Fintech Lending Siap Menyongsong Tahun 2023
Berita Fintech Indonesia: Pengguna Mencapai 93,39 Juta
Diketahui, nilai tersebut merupakan akumulasi dari penyaluran pendanaan pelaku industri fintech lending anggota AFPI yang mempunyai izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Peran industri fintech lending yang semakin mengakar bisa dilihat dari semakin meningkatnya penyaluran pendanaan yang dilakukan,” ucap Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko dalam keterangannya, dikutip pada Kamis (22/12/2022) dari iNews.id.
Di lain sisi, diketahui bahwa pengguna fintech lending mencapai 93,39 juta, dengan rincian akumulasi rekening borrower mencapai Rp92,40 juta, dengan rekening aktif sebesar 18,71 juta.
Sementara itu, akumulasi rekening lender mencapai 980.370, dengan rekening aktif sebanyak 151.240.
Ditambahkan Sunu, tahun 2023 akan menjadi tahun yang penuh tantangan bagi semua pihak karena adanya ancaman resesi global.
Namun, dalam berbagai kesempatan, pemerintah sudah menyampaikan bahwa posisi Indonesia akan lebih resilient dalam menghadapi ancaman dimaksud.
“Oleh karena itu, pemerintah dan pelaku bisnis tetap optimistis dapat menghadapi kondisi tahun depan,” tuturnya.
Berita Fintech Indonesia: Perlu Persiapkan Mitigasi Strategis
Di lain sisi, menurut Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech OJK Tris Yulianta, pelaku industri fintech perlu mempersiapkan mitigasi strategis untuk menghadapi krisis global, di antaranya ancaman resiko global, biaya dana yang tinggi dan gelombang pemutusan hubungan kerja yang pada akhirnya menyulitkan pendanaan.
“Ada juga tantangan biaya dana tinggi sehingga sulitnya mendapatkan pendanaan serta gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK),” ucapnya dalam siaran pers.
Meski begitu, di balik tantangan itu, ia mengatakan bahwa terdapat potensi yang dapat dimanfaatkan industri fintech, termasuk P2P lending.
Misalnya saja potensi dari ekonomi digital di Indonesia yang mencapai 77 miliar dollar AS per 2022 berdasarkan data Google, Temasek, dan Bain & Company, 2022.
Tris pun menjabarkan bahwa ada enam tantangan yang harus diatasi oleh industri fintech lending sepanjang tahun depan, di antaranya governance & risk management, keandalan sistem dan credit scoring, serta pengembangan produk atau model bisnis.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Laporan soal Fintech Jadi Aduan Terbanyak ke OJK Tahun Ini
Di samping itu, fintech lending pun perlu memperhatikan hadirnya undang-undang perlindungan data pribadi, eksplorasi ekosistem, dan isu keamanan siber.
“Oleh karena itu, ada tiga pilar untuk menjadikan industri P2P lending tumbuh, yakni penguatan kepada penyelenggara P2P lending sendiri, penguatan kepada lembaga profesi dan asosiasi, serta penguatan di internal OJK yang sedang dilakukan,” jelas Tris.
“Namun, ada potensi yang dapat dimanfaatkan industri fintech, yakni ekonomi digital RI per 2022 mencapai 77 miliar dolar AS, dan diperkirakan akan mencapai 130 miliar dolar AS pada 2025, dan 220-360 miliar dolar AS pada 2030,” paparnya.
Diterangkannya pula, penguatan terhadap penyelenggara fintech berupa penguatan tata kelola dan manajemen risiko perusahaan.
Sementara itu, penguatan di lembaga profesi dan asosiasi berupa lembaga profesi penunjang bekerja profesional, independen, dan sesuai dengan kode etik dan praktik terbaik.
Lalu untuk Asosiasi industri fintech lending (AFPI) berperan memberikan pembinaan perilaku usaha kepada anggotanya dan berperan dalam perlindungan konsumen, termasuk edukasi masyarakat.
Penguatan di internal OJK dengan melakukan pembenahan melalui pengaturan, perizinan, dan pengawasan lebih efektif.
Dalam hal ini, OJK melakukan fungsi pengawasan dengan mengoptimalkan dukungan teknologi informasi dalam pengawasan (sup-tech) dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia (SDM).
Lebih jauh, Tris mengaku optimistis bahwa dengan rencana bisnis yang baik, industri fintech lending akan terus tumbuh positif ke depannya.
“Kondisi ini masih stabil. Tekanan seperti ini, saya yakin industri fintech lending masih bisa mengatasi tekanan itu. Kalau kami lihat, peluang masih banyak,” tandasnya.
Terus Bersinergi dan Berkolaborasi
Pada kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono, mendorong supaya industri fintech dapat terus bersinergi dan berkolaborasi dengan berbagai pihak.
Maka dari itu, diharapkan para pelaku industri fintech lending bisa menjalankan bisnisnya sesuai dengan tata kelola dan manajemen risiko yang baik di bawah naungan asosiasi.
“Kami berharap AFPI menjadikan anggota punya standar terkait dengan etik, bagaimana melakukan usaha ini dan juga bisa berperan untuk menjadi mediator antara OJK sebagai regulator dan pelaku usaha yang menjadi anggota AFPI,” jelas Ogi.
Sekian ulasan tentang berita fintech Indonesia yang perlu diketahui. Semoga bermanfaat.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Aftech Berkomitmen Tingkatkan Literasi Keuangan Digital
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com