JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terbaru terkait perbankan masih mendominasi pemberian modal kerja fintech P2P Lending.
Merujuk pada laporan Statistik Fintech Lending yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Umum duduk di urutan pertama kategori pemberi pinjaman modal bagi pinjol alias pinjaman online per November 2022.
Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dinukil dari Bisnis.com.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: OJK Beberkan Penyebab Kredit Macet Pinjol Naik Dua Kali Lipat
Berita Fintech Indonesia: Rincian Outstanding Pinjaman
Menyusul di belakang Bank Umum, ada bank perkreditan rakyat (BPR) dan bank pembangunan daerah (BPD).
Lebih terperinci, hingga November 2022 Bank Umum mencatatkan outstanding pinjaman ke pinjol tembus Rp17,68 triliun dengan total rekening pemberi pinjaman sebanyak 100 entitas.
Kemudian, bank perkreditan rakyat tercatat sebesar Rp928,5 miliar dengan jumlah rekening pemberi pinjaman sebanyak 201 entitas.
Sementara itu, bank pembangunan daerah (BPD) hingga November 2022 tercatat hanya menyuntikkan outstanding pinjaman sebesar Rp420 miliar dengan total rekening pemberi pinjaman sebanyak 9 entitas.
Adapun pemberian pinjaman ke fintech menjadi salah satu saluran perbankan menggenjot kredit.
Laju Kredit Perbankan Naik
OJK pun sebelumnya melaporkan, laju kredit perbankan hingga November 2022 naik 16 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) mencapai Rp6.347 triliun.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, pertumbuhan kredit ditopang oleh jenis kredit investasi yang meningkat 13,15 persen year-on-year (yoy).
“Sementara kredit modal kerja dan kredit konsumsi masing-masing tumbuh sebesar 11,27 persen dan 9,10 persen,” katanya.
Nyatanya, kenaikan porsi kredit itu tetap diikuti oleh likuiditas sektor perbankan yang juga berada dalam level yang memadai.
Hal itu tercermin dari rasio alat likuid/non-core deposit (AL/NCD) dan alat likuid/DPK (AL/DPK) masing-masing sebesar 134,97 persen dan 30,42 persen per November 2022.
“Posisi tersebut jauh di atas ambang batas ketentuan masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen,” tuturnya.
Adapun keberadaan perusahaan financial technology (fintech) turut memberikan kontribusi positif terhadap industri pasar modal domestik.
Hal itu tampak dari penjualan reksadana melalui selling agent (SA) fintech yang terus naik dari tahun ke tahun.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Per November 2022, Kredit Bermasalah Pinjol Mencapai Rp1,42 T
Berita Fintech Indonesia: Tren Kenaikan Penjualan Reksadana Melalui Fintech Diproyeksi Berlanjut
Dilangsir dari Kontan.co.id, mengutip data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) pada 2022, dana kelolaan reksadana dana yang dijual lewat fintech senilai Rp 25,94 triliun.
Angka itu diketahui naik 66% dari tahun sebelumnya yang mencapai Rp 15,66 triliun. Menurut Kepala Divisi Penyelesaian Transaksi dan Administrasi Layanan KSEI, Dharma Setyadi, tren ini masih akan berlanjut di 2023 ini, mengingat pertumbuhan jumlah investor reksadana yang terus meningkat.
Mayoritas investor reksadana memang memiliki rekening di SA Fintech. Tercatat, 78,17% dari total investor pasar modal yang sebanyak 10,3 juta investor memiliki rekening di SA Fintech dan didominasi oleh investor individu.
“Trennya investor milenial bakal naik, terutama gen Z,” kata Dharma.
Ia mengungkapkan, kemudahan yang ditawarkan dalam fintech yang membuat banyak nasabah memilih berinvestasi melalui fintech. Untuk diketahui, saat ini ada sebanyak 17 SA fintech yang tercatat dalam sistem KSEI.
“Ini karena peran SA Fintech dalam penambahan jumlah investor dengan teknologi yang memudahkan proses pendaftaran, pembukaan rekening dan transaksi pembelian reksadana bagi investor,” jelasnya.
Kinerja positif juga dialami oleh fintech yang turut menjual produk reksadana, yaitu Pluang. Platform ini mencatat angka dana kelolaan dan transaksi tahunan di Pluang meningkat lebih dari enam kali lipat tanpa menyebut nilai transaksinya.
Dikatakan Head of Corporate Communications Pluang, Kartika Dewi, reksadana pasar uang dan pendapatan tetap menjadi pilihan utama para pengguna mereka.
Kedua jenis produk investasi tersebut dinilai memberikan return yang stabil dengan level risiko yang rendah.
Karena itu, ia melihat kedua produk tersebut masih menjadi pilihan yang banyak diminati oleh nasabah. Mengingat, masih ada ketidakpastian terkait kenaikan suku bunga saat ini.
“Instrumen reksadana pasar uang dan pendapatan tetap relatif lebih menarik dan aman dibandingkan dengan instrumen investasi dengan risiko lebih tinggi, setidaknya selama semester pertama 2023,” sebutnya.
Di lain sisi, ia mengungkapkan, saat ini pihaknya masih terus meningkatkan kualitas produk yang ditawarkan, salah satunya dengan menambahkan pilihan reksadana di dalam platform.
Pluang juga baru saja meluncurkan lebih dari 15 produk reksadana baru di 2023, dari beberapa manajer investasi, seperti Sucorinvest, Eastspring, Batavia dan lainnya.
“Kami mengkurasi produk reksa dana berdasarkan performa reksa dana tersebut, meliputi market capitalization, return, pertumbuhan aset dan dana kelolaan,” tutupnya.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Milik Eks Bos ISAT, Startup Fintech Indonesia Ini akan Go Public di AS
Sekian ulasan tentang berita fintech Indonesia yang perlu diketahui. Semoga bermanfaat.
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com