JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terbaru kali ini terkait penjelasan Indonesia Fintech Society (IFSoc) terkait UU PDP.
Menurut IFSoc, UU PDP atau Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi ini bisa tetap menjaga pertumbuhan ekosistem financial technology di Indonesia.
Dalam hal ini, Ketua Steering Committee IFSoc, Rudiantara, menyatakan dukungannya atas perampungan peraturan pelaksana UU PDP.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: 21 Fintech Lending Catatkan Kredit Macet di Atas 5 Persen
Berita Fintech Indonesia: Berikan Kejelasan Tata Cara Pelaksanaan Perlindungan Data Pribadi
Rudiantara mengatakan, rampungnya peraturan pelaksana akan memberikan kejelasan soal tata cara pelaksanaan terhadap ketentuan perlindungan data pribadi seperti yang diatur dalam UU PDP.
Rudiantara bahkan menekankan juga bahwa setiap pihak terkait harus menghindari terjadinya keterlambatan dalam pemenuhan kewajiban UU PDP.
“Semakin cepat peraturan pelaksana dirampungkan, maka waktu untuk memenuhi kewajiban UU PDP di masa transisi akan semakin panjang,” kata Rudiantara melalui keterangannya, dikutip dari TrenAsia, Jumat (10/2/2023).
Di samping itu, ia pun menegaskan bahwa peraturan pelaksana harus condong kepada arahan untuk mendorong kepatuhan pengendali dan prosesor data pribadi dan tidak berfokus kepada sanksi.
Sebelum peraturan pelaksana terbit, imbuhnya, diperlukan suatu pedoman standar minimum kepatuhan yang wajib dipenuhi oleh pengendali.
Sebaiknya Menggugurkan Potensi Pengenaan Sanksi
Di sisi lain, menurut anggota Steering Committee IFSoc, Rico Usthavia Frans, sebaiknya peraturan pelaksana UU PDP menggugurkan potensi pengenaan sanksi administratif dan sanksi pidana secara berlapis.
“Pengenaan sanksi administratif dan sanksi pidana dalam UU PDP sebaiknya diselenggarakan secara bertahap. Pendekatan ini merupakan model yang lebih ideal dan diterapkan sejumlah negara di dunia seperti Jepang, Korea Selatan, dan Ekuador,” katanya.
Ia pun berpendapat bahwa peraturan pelaksana UU PDP harus mengatur secara komprehensif dan detail terkait parameter untuk pengecualian atau peringan sanksi administratif dan pidana.
Adapun pengaturan ini pada gilirannya, imbuh Rico, dinilai bisa sangat berguna sebagai bentuk pembelaan yang sah secara hukum bagi pengendali dan prosesor data pribadi yang diduga melakukan pelanggaran atas kewajibannya dalam UU PDP.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Tahun 2022, Fintech Lending Berhasil Salurkan Pembiayaan Rp232,15 Triliun
“Hal ini adalah kunci agar penegakan ketentuan sanksi dalam UU PDP dapat diselenggarakan secara proporsional sehingga tidak menjadi disinsentif pada pertumbuhan bisnis pengendali dan prosesor data pribadi yang di dalamnya bukan hanya usaha besar tetapi juga Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM),” jelasnya.
Selanjutnya, pada peraturan pelaksana UU PDP, diperlukan pengaturan penafsiran atas ketentuan Undang-Undang tersebut sebab adanya pelaksanaan kewajiban pengendali dan prosesor data pribadi terhadap prinsip-prinsip perlindungan data pribadi, utamanya kewajiban soal perlindungan data keuangan yang cenderung sensitif dan berisiko tinggi.
“Prinsip-prinsip yang menjadi acuan kewajiban pengendali dan prosesor data pribadi harus dengan rinci dijelaskan sehingga pelaksanaannya tidak multitafsir dan tidak berpotensi menjadi pasal karet yang dapat merugikan industri, termasuk UMKM,” paparnya.
Berita Fintech Indonesia: Pentingnya Akselerasi Pembentukan LPPDP
Sementara itu, anggota Steering Committee IFSoc, Syahraki Syahrir, menambahkan pentingnya akselerasi pembentukan Lembaga Penyelenggaraan Perlindungan Data Pribadi (LPPDP).
Hal itu karena LPPDP punya peran sentral terkait pengawasan atas penyelenggaraan perlindungan data pribadi, penegakan hukum administratif terhadap pelanggaran UU PDP, dan memfasilitasi penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
“Dalam prosesnya, lembaga ini harus independen dengan berlandaskan transparansi, akuntabilitas, bertanggung jawab, serta mandiri sehingga dapat berlaku adil dalam menjalankan fungsinya,” sebutnya.
Ia pun menilai bahwa harmonisasi regulasi adalah sesuatu yang sangat diperlukan untuk meminimalisasi adanya tumpang tindih dalam pelaksanaan UU.
Pasalnya, sebelum diterbitkannya UU ini, Indonesia sudah punya sejumlah peraturan sektoral seperti Peraturan Bank Indonesia dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang turut mengatur tata kelola perlindungan data pribadi.
Sebagai informasi, saat ini pemerintah sedang menyiapkan peraturan pelaksana pada UU No.27 Tahun 2022 tentang PDP.
Setelah UU PDP ini disahkan pada Oktober 2022, peraturan pelaksananya menjadi agenda prioritas yang dinilai IFSoc mesti dituntaskan untuk memastikan undang-undang tersebut bisa diimplementasikan secara optimal setelah dua tahun masa transisi.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: LinkAja Jadi Bisnis Lending, Ini Kata Wamen BUMN
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com