JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia kali ini akan membahas posisi Indonesia dalam perkembangan fintech di wilayah Asia.
Adapun baru-baru ini perusahaan fintech Robocash sudah merilis sebuah laporan State of SEA Fintech 2022.
Isi laporan itu bertujuan untuk mendapatkan pemahaman mengenai perkembangan fintech di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara, yang meliputi India, Indonesia, Singapura, Vietnam, Filipina, Malaysia, Bangladesh, Pakistan, dan Sri Lanka.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Pinjol Cepat Cair Legal dan Bunga Rendah 2023
Berita Fintech Indonesia: Jumlah Fintech Berkembang Signifikan
Pada laporan itu, Robocash mengungkapkan bahwa jumlah fintech yang meliputi fintech pembayaran dan transfer, pinjaman alternatif, ewallet, dan perbankan digital jumlah jumlah telah berkembang dengan signifikan di Asia Tenggara.
Diketahui, dalam kurun waktu dari tahun 2000 hingga 2022, jumlah total fintech di kawasan Asia Tenggara meningkat 34 menjadi 1.254 perusahaan fintech aktif di kawasan ini.
Melangsir The Fintech Times via Warta Ekonomi, Jumat (17/2/2023), periode terbesar peningkatan fintech terjadi pada antara tahun 2015 hingga 2020.
Saat itu, terjadi peningkatan 62% jumlah perusahaan di empat kategori termasuk fintech pembayaran dan transfer, pinjaman alternatif, ewallet, dan perbankan digital.
Jumlah perusahaan terbesar juga berada di Indonesia, dengan 541 fintech berbasis di India, menyumbang proporsi 43,1% jumlah total yang ada.
Proporsi dari total jumlah fintech yang ada terdiri dari pinjaman alternatif: 544 (43,4%), pembayaran dan transfer: 496 (39,6%)., E-Wallet: 118 (9,4%), dan perbankan digital: 96 (7,7%).
Sementara itu, tingkatan posisi dari sembilan negara tersebut dalam industri fintech-nya antara lain:
Jumlah fintech:
India – 541 (43,1%)
Indonesia – 165 (13,2%)
Singapura – 162 (12,9%)
Filipina – 125 (10%)
Malaysia – 84 (6,7%)
Vietnam – 78 (6,2%)
Pakistan – 51 (4,1%)
Sri Lanka – 27 (2,2%)
Bangladesh – 21 (1,7%)
Capaian proporsi pendanaan
India – US$25,6 miliar (48%)
Singapura – US$14,7 miliar (27,6%)
Indonesia – US$7,5 miliar (14,1%)
Filipina – US$2,4 miliar (3,4%)
Vietnam – US$1,8 miliar (3,4%)
Malaysia – US$966 juta (1,8%)
Pakistan – US$240 juta (0,5%)
Bangladesh – US$24 juta (0,05%)
Sri Lanka – US$307.000 (0,001%)
Adapun laporan Robocah mencatat, pendanaan berbeda tergantung pada lokasinya dalam kurun waktu dari tahun 2000 hingga 2022, dengan empat sektor fintech mampu mengumpulkan total US$53 miliar dalam pendanaan dan menghasilkan US$17,8 miliar.
Sesuai laporan, rata-rata fintech di Asia Tenggara melihat pengembalian sebesar 33,4% dan pada dasarnya untuk setiap dolar dana yang diterima, fintech memperoleh rata-rata lebih dari 33 sen.
Baca juga: Produk Fintech di Indonesia dan Ragam Perusahaannya
Berita Fintech Indonesia: Bunga Pinjaman Fintech Lending Terdampak Kenaikan Suku Bunga?
Sebelumnya dilaporkan, saat ini, suku bunga BI yang masih naik diketahui belum membuat fintech P2P lending menaikkan bunga yang bisa diperoleh lender.
Sekalipun, dalam hal ini, mayoritas pemberi dana dari fintech P2P lending berasal dari industri perbankan.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perbankan berkontribusi 40,85% terhadap outstanding pinjaman fintech lending yang sebesar Rp 51,04 triliun per Desember 2022.
Melangsir Kontan, Senin (13/3/2023), menurut CEO Akseleran, Ivan Nikolas, industri perbankan masih tertarik dengan memberikan pendanaan dengan tren bunga yang belum ada kenaikan.
Dalam hal ini, lender memperoleh sekitar 10% per tahun setelah dikurangi premi asuransi.
Ia menerangkan, imbal hasil ini berbanding lurus dengan risiko yang ada. Jadi, supaya cost of fund rendah, imbuhnya, pihaknya perlu menjaga NPL dan assesment pinjaman harus terus ditingkatkan.
“Agar tetap menarik bagi bank dengan bunga yang sepadan,” paparnya.
Di lain sisi, guna menjaga agar bunga bisa dijaga dengan tidak dinaikkan, diperlukan adanya diversifikasi sumber pemberi pinjaman.
Hal itu karena kalau bunga perbankan naik maka nantinya akan dapat berpengaruh terhadap bunga yang diberikan ke peminjam.
“Di Akseleran kami perbankan support sekitar 40% funding,” sebutnya.
Menyesuaikan Suku Bunga
CEO Modalku, Reynold Wijaya, mengatakan bahwa pihaknya akan menyesuaikan suku bunga penerima dana dan pemberi dana sehubungan dengan keadaan ini.
Ia berpandangan, hal itu perlu dilakukan agar investasi di fintech P2P lending tetap menarik dan kompetitif dari sisi return yang didapatkan oleh pemberi dana.
“Modalku juga meninjau kembali kebijakan syarat pemberian kredit, karena semakin tinggi suku bunga maka akan semakin tinggi juga risiko gagal bayar,” sebutnya.
Ditambahkan COO Pinjam Modal, Agus Gozali, saat ini kondisi itu tidak banyak berpengaruh. Pasalnya, pemberi dana saat ini masih didominasi oleh BFI Finance sebagai induk.
“Kami lagi trial sama salah satu bank digital,” ungkapnya.
Bunga yang diberikan kepada pemberi dana di Pinjam Modal saat ini berada di kisaran 11% hingga 13%, dengan bunga terhadap peminjam di level 1,25% hingga 2,5% per bulan tergantung level risiko.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Ini Kata IFSoc soal UU PDP dan Ekosistem Fintech
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com