Dunia Fintech

Berita Fintech Indonesia: OJK Beri Kesempatan P2P Lending Perbaiki Kredit Macet

JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia kali ini mengulas kredit macet yang dialami oleh pemain fintech peer to peer (P2P) Lending.

Dalam hal ini, Otoritas Jasa Keuangan masih memberikan kesempatan bagi P2P Lending untuk memperbaiki hal tersebut.

Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dinukil dari Kompas.com, Senin (20/3/2023).

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: OJK Ungkap Pemicu Fintech Lending Mulai Profit

Berita Fintech Indonesia: POJK Bisa Atasi Masalah TWP90 Hari

Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, Peraturan OJK (POJK) Nomor 10 Tahun 2022 bisa mengatasi masalah kredit macet (TWP90 hari) di sektor financial technology (Fintech) P2P Lending/ Pinjaman Online (Pinjol).

Adapun TWP90 merupakan tingkat wanprestasi pengembalian yang melebih waktu 90 hari sejak jatuh tempo.

“Kami masih memberikan kesempatan untuk P2P Lending bisa memperbaiki dan kami lihat perkembangannya. Kami kan harus (berdasarkan) Peraturan OJK (POJK) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi,” ucapnya, baru-baru ini.

Melalui POJK yang mulai diberlakukan pada 4 Juli 2022 lalu, kata dia, dalam sekitar 1 tahun ini pihaknya akan memantau ketercukupan modal bagi para Fintech P2P Lending.

Hal tersebut dianggap penting dalam rangka meminimalkan terjadinya masalah kredit macet.

“Karena itu (OJK) akan mempersyaratkan permodalan. Itu-kan POJK-nya 4 Juli 2022, nanti 4 Juli 2023 kita lihat lagi, modalnya sudah memenuhi syarat atau tidak,” jelas Ogi.

Ia pun menekankan pentingnya strategi yang dilakukan bagi fintech P2P lending untuk implementasi manajemen risiko, tata kelola, dan kepengurusan yang baik dalam bisnisnya.

Diterangkannya, bagi perusahaan fintech P2P lending yang sulit mencukupi permodalannya, dapat segera mencari investor.

“Mengenai penerapan risk management-nya, tata kelola, dan kepengurusan, nanti kami lihat mana yang bisa bertahan atau mana yang akan cari investor. Tapi in general, masih tumbuh double digit dan masih baik. Kalau ada yang bermasalah hanya beberapa saja,” tutupnya.

Perlu diketahui, dalam ketentuan Peraturan OJK (POJK) Nomor 10 Tahun 2022, ekuitas bagi penyelenggara fintech P2P lending diharuskan memiliki ekuitas atau modal senilai Rp 2,5 miliar.

Hal itu diwajibkan terpenuhi paling lambat 4 Juli 2023. Sebelumnya Ogi menyebutkan bahwa terdapat 25 perusahaan fintech P2P lending dengan tingkat TWP90 hari di atas 5 persen.

Kata Ogi lagi, jumlah tersebut mengalami pertambahan jika dibandingkan dengan periode Desember 2022 yang sebanyak 21 perusahaan fintech P2P lending.

Berita Fintech Indonesia: OJK Ungkap Pemicu Fintech Lending Mulai Profit

Sebelumnya, melangsir Bisnis.com, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa perolehan profit industri fintech lending.

Adapun pemicunya, kata OJK, adalah karena sejumlah pemain di industri ini mulai melakukan perbaikan struktural.

Disampaikan Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Triyono, pemain fintech lending mulai menguatkan prinsip struktural.

Triyono menyebut, hal itu karena jauh sebelum fintech lending membukukan kinerja positif dengan mencetak laba, industri ini hanya berfokus pada suntikan dari modal luar.

“Kenapa mereka [fintech lending] laba? Karena memang sekarang mereka concern terhadap perbaikan struktural, dulu mereka tidak terlalu concern mengenai itu. Artinya, berapa target laba dan berapa target efisiensi itu tidak dilakukan [sebelumnya],” katanya usai acara bertajuk International Seminar on Promoting Digital Finance Inclusion for Micro, Small and Medium Enterprises (MSME) Through the Use of Credit Scoring di Hilton Bali Resort, Nusa Dua, Bali, Kamis (16/3/2023).

Mengacu pada data Statistik Fintech Lending Periode Januari 2023 yang dipublikasikan oleh OJK, fintech lending mampu membalikkan kinerja dengan membukukan laba bersih senilai Rp50,48 miliar pada Januari 2023.

Dibandingkan dengan posisi Januari 2022, fintech lending terpantau masih mengalami kerugian sebesar Rp16,14 miliar.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Silicon Valley Bank Ambruk, Begini Tanggapan IFSoc Terkait Fintech

Bukan itu saja, pada posisi Desember 2022, fintech lending juga masih rugi senilai Rp41,05 miliar.

Di samping memperbaiki sisi struktural, Triyono pun memandang bahwa perbaikan kinerja fintech lending juga didukung oleh rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) yang semakin efisien.

Adapun salah satunya dengan melakukan perampingan karyawan untuk meningkatkan efisiensi kinerja.

“Ada winter di bisnis digital, ada beberapa pemberhentian karyawan, efisiensi, perampingan, itulah yang kemudian mereka bisa mengukir profit yang cukup lumayan,” tuturnya.

Per Januari 2023, rasio BOPO yang dimiliki industri fintech lending terpantau semakin efisien, yakni berada di angka 89,16 persen pada Januari 2023.

Rasio BOPO tersebut lebih efisien jika dibandingkan dengan Januari 2022 sebesar 107,96 persen.

Berita Fintech Indonesia

Startup Fintech Getol Akuisisi Bank, Ini Alasannya

Sebelumnya, GDP Venture menguak alasan beberapa startup financial technology atau fintech sering kali melakukan akuisisi terhadap bank, demikian sebaliknya.

Menurut Investment Partner GDP Venture, Anthony Liem, hal itu terjadi lantaran startup fintech lebih bisa mengejar inklusi. 

“Karena inklusi yang ditawarkan itu,” katanya dalam acara Power Lunch, Rabu (15/3/2023) lalu.

Ia menerangkan, pangsa pasar untuk keuangan di Indonesia sangat besar sehingga para pemain keuangan harus melakukan kerja sama.

Pada tahun lalu, juga ada enam fintech yang melakukan akuisisi terhadap Bank. Pada April 2022, Investree dan Ajaib mengakuisisi Amar Bank dan Bank Bumi Arta. 

Xendit dan Komunal juga melakukan akuisisi di Bank Sahabat Sampoerna dan BPR di Kediri. Pada Maret FinAccel mengakuisisi Bank Bisnis Internasional.

Selain fintech, startup sektor lain pun sering mengakuisisi perusahaan yang sudah well estalibled. Seperti Zenius melakukan akuisisi terhadap Primagama.

Tidak hanya perusahaan biasa, startup juga banyak yang melakukan akuisisi startup lainnya seperti Sirclo akuisisi Warung Pintar dan Ruangguru terhadap Scooters dan Kalananti.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Pasca Runtuhnya SVB, Industri Startup Fintech Indonesia Diproyeksikan Terus Tumbuh

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

Exit mobile version