JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terbaru kali ini terkait pertimbangan aturan pembatasan angka maksimum pinjaman borrower.
Adapun maksimum pinjaman kepada fintech platform peer to peer lending itu saat ini masih menjadi pertimbangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dinukil dari Kontan.co.id.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Jaga Kepercayaan, Fintech P2P Lending Wajib Miliki Asuransi Kredit
Berita Fintech Indonesia: Berdasarkan Fenomena yang Terlihat
Menurut Deputi Komisioner OJK, Bambang Budiawan, pertimbangan ini berdasarkan fenomena yang terlihat saat ini.
Pasalnya, saat ini, batas maksimum pinjaman untuk pembiayaan keperluan konsumtif senilai Rp 2 miliar terlalu besar.
“Hal itu nanti kami coba atur. Misalnya, untuk multiguna, konsumsi, hingga cash low, mungkin Rp 500 juta lebih pas,” katanya, dikutip pada Rabu (17/5).
Bambang pun menilai bahwa pengaturan pembatasan juga bisa diterapkan bagi P2P lending untuk pembiayaan produktif.
Ia berpandangan, boleh jadi nilai pinjaman maksimum akan ditingkatkan melebihi Rp 2 miliar ke depannya.
“Sekarang untuk produktif apa cukup Rp 2 miliar? Saya enggak, kami mengamati, tetapi untuk produktif bisa di atas Rp 2 miliar, Rp 3 miliar sampai Rp 5 miliar, atau Rp 5 miliar hingga Rp 10 miliar. Itu memungkinkan ke depannya,” jelasnya.
Bambang menambahkan, dari segi regulasi, hal itu terus diamati dan saat moratorium dicabut, akan ada kepastian yang lebih bagi pada calon pelaku usaha.
Berita Fintech Indonesia: OJK Cabut Moratorium Izin Pinjol, Paling Cepat Kuartal III-2023
Sebelumnya diberitakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mencabut penghentian sementara atau moratorium izin layanan financial technology (fintech) peer to peer lending atau pinjaman online (pinjol) pada tahun ini.
Dikatakan Deputi Komisioner OJK, Bambang Budiawan, moratorium kemungkinan akan dicabut paling cepat di kuartal ketiga tahun ini.
“Paling lambat di kuartal IV-2023. Kami dari regulasi enggak ada masalah dari pengawasan makin ke final,” tuturnya.
Ia menerangkan, nantinya, para pemain baru diperbolehkan untuk mengajukan diri.
Maka dari itu, ia pun mengimbau, saat ini bagi para peminat di P2P Lending agar mempersiapkan diri sehingga prosesnya bisa cepat.
“Kalau dahulu harus 2 tahap, yakni izin prinsip dan izin operasional. Kalau sekarang directly bisa optional. Oleh karena itu, mereka harus siap dokumen, IT, modal, hingga syarat-syarat lainnya,” sebutnya.
Adapun Direktur Pengawasan Financial Technology Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tris Yulianta, sebelumnya mengatakan, langkah pencabutan moratorium akan dilakukan seiring dengan peluncuran teknologi baru untuk perizinan pinjol.
Ia pun berharap agar teknologi baru ini dapat rampung dalam waktu dekat sehingga moratorium yang masih berlaku bisa segera dicabut.
“Kami mengusahakan pada tahun ini, bahkan mungkin tak sampai akhir tahun ini, tetapi dalam waktu dekat,” tuturnya.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: OJK Soroti Investree, Ada Sanksi jika Ditemukan Pelanggaran
AFPI Dorong Literasi Keuangan dan Akses Pendanaan
Sementara itu, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) bersama Taralite berkomitmen untuk mendorong literasi keuangan dan akses terhadap pendanaan produktif di Indonesia.
Komitmen itu sebagai bentuk respons tren industri fintech lending yang tercatat tumbuh positif pada awal 2023.
Berdasarkan statistik yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sejak 2018 hingga Februari 2023, jumlah total penyaluran pendanaan telah mencapai Rp 564 triliun yang disalurkan 1 juta pemberi pinjaman kepada 106 juta penerima pinjaman, termasuk untuk pendanaan produktif.
Berdasarkan data OJK pada 3 April 2023 mencatat industri fintech lending telah membukukan profit sebesar Rp 98,25 miliar pada Februari 2023.
Terkait hal itu, Direktur Pengawasan Financial Technology OJK, Tris Yulianta, mengatakan bahwa potensi layanan pendanaan di Indonesia masih sangat besar.
Ia menilai, kehadiran layanan fintech lending atau Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) sudah menjadi mesin penggerak penyaluran dana pinjaman di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
Disampaikannya, saat ini, ada 102 penyelenggara fintech P2P lending yang terus bertumbuh dan dapat menjadi alternatif sumber pendanaan bagi masyarakat.
“Oleh karena itu, OJK terus mendorong P2P lending untuk meningkatkan porsi penyaluran pendanaan kepada sektor produktif,” sebutnya.
Kendati tren industri fintech lending cenderung positif, Tris menerangkan bahwa hal itu belum berbanding lurus dengan tingkat literasi dan inklusi keuangan di Indonesia.
Adapun salah satu tantangan yang dihadapi masyarakat di lapangan, yakni terkait rendahnya literasi finansial masyarakat serta akses terhadap pendanaan yang belum merata.
Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dikeluarkan oleh OJK akhir 2022 mencatat indeks literasi keuangan masyarakat baru mencapai 49,68%.
Melihat pertumbuhan fintech lending yang cukup menjanjikan awal tahun ini, Sekretaris Jenderal AFPI, Sunu Widyatmoko, mengatakan bahwa pihaknya mengajak para pelaku industri fintech lending agar dapat memanfaatkan momentum tersebut untuk mendorong akses dan edukasi layanan pendanaan bagi masyarakat.
Khususnya, kata dia lagi, untuk pendanaan produktif bagi kelompok unbanked dan underbanked, seperti pelaku UMKM dan pekerja lepas.
Hal itu juga berguna untuk mendorong inklusi keuangan sekaligus meningkatkan pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19 di Indonesia.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Resmi Berizin OJK, Danamart Siapkan Dana hingga Rp10 M untuk UKM
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com