JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia pada hari ini masih mengulas perusahaan financial technology atau fintech TaniFund.
Adapun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam hal ini menyatakan bahwa regulator sudah mengirimkan surat peringatan terakhir kepada TaniFund untuk menyelesaikan pinjaman macet yang menyelimuti perusahaan.
Seperti diketahui, OJK mengungkapkan bahwa TaniFund sudah tidak bisa dan tidak mampu menyelesaikan action plan dalam menyelesaikan pinjaman macet yang berujung gagal bayar.
Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dikutip dari Bisnis.com, Selasa (13/6/2023).
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Per April 2023 Tingkat TWP90 Fintech Naik, Ini Tanggapan OJK
Berita Fintech Indonesia: Regulator Belum Cabut Izin Usaha
Meski demikian, menurut Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Triyon, sejauh ini regulator belum mengambil langkah untuk mencabut izin usaha TaniFund, sebab OJK masih melalui tahapan surat peringatan.
“[TaniFund] masih melalui tahapan surat peringatan dan sudah peringatan kedua. Ini sudah terakhir,” kata Triyono, Senin (12/6/2023).
Ia menuturkan bahwa OJK selaku otoritas melakukan pengawasan aktif kepada semua pemain P2P lending yang memiliki tingkat wanprestasi 90 hari atau TWP90 lebih dari 5 persen.
Adapun sebanyak 24 penyelenggara P2P lending tengah dalam pengawasan khusus karena memiliki TWP90 di atas 5 persen pada April 2023.
Selanjutnya, 24 penyelenggara tersebut diminta untuk melakukan action plan.
Sementara itu, OJK akan memantau pelaksanaan action plan dari ke-24 fintech tersebut.
“Apabila mereka tidak melaksanakan komitmennya, termasuk TaniFund, maka mereka akan diberikan peringatan tertulis. Sanksi akan meningkat apabila komitmen tidak dilaksanakan,” jelasnya.
Berdasarkan pencarian dari situs masing-masing pemain fintech P2P lending pada Jumat (9/6/2023) pukul 14.00 WIB dengan merujuk TKB90 di masing-masing situs, sedikitnya terdapat 14 fintech P2P lending dengan TWP90 di atas 5 persen.
TaniFund Menyerah
Sebelumnya, dalam sebuah acara AFTECH X Investree Media Luncheon: Diskusi Industri Fintech Lending di Indonesia yang digelar pada Kamis (8/6/2023), OJK menyampaikan bahwa perusahaan TaniHub Group, yaitu fintech TaniFund, sudah tidak bisa dan tidak mampu menyelesaikan action plan.
“TaniFund sudah angkat tangan. Jadi mereka memang sudah tidak bisa menyelesaikan action plan apapun dan tidak mampu,” kata Triyono.
Ia pun menuturkan bahwa regulator telah memanggil pemain fintech P2P lending yang sudah melebihi TWP90 di atas 5 persen.
Selanjutnya, lanjut dia, OJK akan meminta para pemain untuk melakukan action plan dan regulator akan memantaunya.
Akan tetapi, kalau action plan tersebut tidak tercapai maka OJK akan mengirimkan surat peringatan pertama dan kedua.
“Begitu dia tak mencapai lagi, kita akan setop atau pembekuan kegiatan usaha. [Lalu], buat komitmen, baru sampai pencabutan. Kalau ternyata nggak bisa lagi, kayak TaniFund itu ya kita sudah bicara akhirnya seperti apa [pasti sudah tidak bisa menyelesaikan],” tutupnya.
Berita Fintech Indonesia: 26 Fintech Belum Penuhi Ketentuan Modal Minimum Rp 2,5 Miliar
Sebelumnya dilaporkan, puluhan perusahaan fintech peer to peer (P2P) lending belum memenuhi ketentuan ekuitas atau modal minimum senilai Rp 2,5 miliar. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, masih ada 26 pemain yang belum penuhi ketentuan tersebut.
Padahal batas waktu pemenuhan ketentuan tersebut makin mepet. Berdasarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 10 Tahun 2022, batas waktu pemenuhan ekuitas Rp 2,5 miliar sampai dengan 4 Juli 2023.
Bahkan, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun, OJK Ogi Prastomiyono mengungkapkan dari jumlah fintech tersebut, 12 pemain di antaranya masih memiliki ekuitas negatif.
“Tepatnya pada 4 Juli 2022, kita telah mengeluarkan POJK Nomor 10 tahun 2022 yang kita tinjau proses tata kelola dan manajemen risiko dari P2P Lending. Salah satunya kita mengharapkan pemenuhan ekuitas perusahaan fintech secara bertahap pada level Rp 12,5 miliar pada 3 tahun ke depan. Nah, tahun pertama akan jatuh tempo pada 4 Juli 2023,” katanya, belum lama ini.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Terkait Kasus Gagal Bayar, OJK Sebut TaniFund sudah Menyerah
Menyikapi hal tersebut, pihaknya sedang meninjau dan menyurati perusahaan fintech agar segera memenuhi ketentuan ekuitas.
Di samping itu, OJK juga meninjau faktor-faktor terkait sistem yang dimiliki fintech mulai dari kompetensi pengurus, manajemen risiko dan tata kelola.
“Jadi, kita masih dalam tahapan untuk meninjau sistem kecukupan untuk membuka moratorium (izin fintech),” ungkap Ogi.
Ogi akan melihat sampai batas waktu 4 Juli nanti, akan ada berapa banyak perusahaan fintech yang mampu memenuhi ketentuan ekuitas tersebut.
“Kalau itu masih besar, kita akan pertimbangkan kembali untuk membuka moratorium. Jadi itu mengenai moratorium P2P lending,” tambahnya.
Sebagai informasi, OJK berencana mencabut kebijakan moratorium atau penghentian izin sementara layanan fintech. Diperkirakan pencabutan moratorium tersebut akan direalisasikan pada kuartal III atau kuartal IV 2023.
Dengan pencabutan tersebut, akan membuka pendaftaran izin baru bagi perusahaan fintech, yang sekaligus menambah daftar pemain fintech yang berizin di OJK.
Hingga saat ini, terdapat 102 penyelenggara fintech yang terdaftar dan diawasi OJK. Dari jumlah tersebut, outstanding pembiayaan industri fintech mencapai Rp 50,53 triliun hingga April 2023.
Nilai outstanding pembiayaan pembiayaan tersebut meningkat 30,63% yoy, tetapi melambat dibandingkan pertumbuhan Maret 2023 mencapai 51,02%.
Sebaliknya, tingkat risiko kredit secara agregat (TWP90) naik tipis menjadi 2,82% dibandingkan Maret 2023 sebesar 2,81%.
Baca juga: Tips Mengembangkan Bisnis Fintech, Apa Saja? Simak di Sini Ya!
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com