JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terkait initial public offering (IPO) di industri financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending.
Adapun rencana tersebut dinilai akan mendorong pertumbuhan kredit modal kerja dan kredit konsumsi, terutama untuk segmen unbanked.
Lantas, apa kata pengamat? Berikut ini ulasan selengkapnya, seperti dinukil dari Bisnis.com, Senin (3/7/2023).
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: P2P Lending Syariah Makin Bertumbuh, Ini Alasannya
Berita Fintech Indonesia: Catatkan Saham Sebanyak 2,98 Miliar
Perusahaan pinjol yang bersiap IPO adalah PT Akselerasi Usaha Indonesia Tbk. (AKSL), induk pinjol Akseleran.
Rencananya perusahaan akan mencatatkan saham perdana pada 9 Agustus 2023. Proses book building akan dilaksanakan 3 s/d 18 Juli 2023 mendatang.
Dalam pengumuman laman e-IPO, induk perusahaan pinjol ini bersiap mencatatkan sahamnya sebanyak 2,98 miliar lembar dengan harga pelaksanaan Rp100 – Rp120.
Artinya perusahaan holding ini dapat meraup dana dari IPO maksimal Rp357,6 miliar.
PT Akselerasi Usaha Indonesia Tbk. (AKSL) sebagai holding memiliki dua anak usaha yakni pinjol Akseleran dan dalam proses akuisisi perusahaan leasing.
Dalam pengantar IPO, Akseleran menyebut bahwa akuisisi leasing membuka ruang perusahaan untuk memberikan kredit lebih besar per debitur.
Lalu dengan kondisi ini, apakah bisnis pinjol masih menarik?
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menuturkan bahwa bisnis fintech P2P lending masih menarik, terutama pasca pandemi. Pasalnya, permintaan kredit khususnya modal kerja dan kredit konsumsi tengah meningkat.
Selain itu, Bhima menyebut bahwa dari segi kualitas pembiayaan juga lebih baik mengingat ekonomi mulai pulih. Imbasnya, kata dia, bisa menekan tingkat gagal bayar pengembalian.
“IPO perusahaan fintech juga bisa diartikan sebagai upaya memperkuat belanja modal di sektor IT, manajemen risiko, hingga edukasi ke calon peminjam,” kata Bhima kepada Bisnis, Minggu (2/7/2023).
Lebih lanjut, Bhima memandang bahwa semakin besar modal fintech, maka akan semakin baik dan akan menjadikan jumlah fintech yang berhasil kuasai pasar lebih sedikit.
“Ini positif bagi kualitas dan pengawasan fintech di bawah OJK,” tandasnya.
Kinerja Akseleran Jelang IPO
Sementara itu dalam presentasi pengantar IPO, AKSL mencatatkan masih mengalami rugi -Rp22,47 miliar hingga akhir 2022.
Rugi ini menurun dari tahun sebelumnya sebesar -Rp30,39 miliar (2021). Sedangkan ditarik lebih panjang dalam lima tahun terakhir rugi AKSL adalah -Rp10,09 (2018), -Rp37,01 (2019), dan -Rp54,71 (2020).
Kerugian juga dicatatkan secara operasi yakni dalam lima tahun terakhir secara berurutan -385,3 persen (2018), -413,8 persen (2019), -299,4 persen (2020), -76,7 persen (2021), dan -31,6 persen (2022).
Meski secara bisnis masih rugi, AKSL mencatatkan peningkatan pertumbuhan EBTDA yakni dari -263 persen (2019), -44 persen (2020), 47 persen (2021), dan 31 persen (2022).
Berita Fintech Indonesia: P2P Lending Syariah Makin Bertumbuh, Ini Alasannya
Sebelumnya, dikutip dari Kompas.com, fintech peer to peer lending (P2P lending) syariah diketahui semakin bertumbuh di Indonesia.
Hal itu terjadi seiring dengan pertumbuhan P2P lending konvensional di Indonesia, dalam waktu kurang dari enam bulan pada 2023.
Berdasarkan riset YouGov, perusahaan riset pasar bermarkas di London, Inggris, pangsa pasar P2P Lending di Indonesia telah tumbuh sebesar 28 persen dalam waktu hanya kurang dari enam bulan pada 2023, meskipun dihadapkan pada tantangan ekonomi pasca pandemi Covid-19.
Sementara itu, P2P lending syariah memberikan kontribusi sebesar 33 persen terhadap pertumbuhan pangsa pasar P2P Lending secara keseluruhan di Indonesia.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Fintech Asal Singapura Resmi Beroperasi di Indonesia
Studi YouGov ini menunjukkan bahwa fintech, khususnya P2P Lending, dinilai masih menarik sebagai instrumen investasi bagi masyarakat.
Salah satu P2P lending syariah adalah Alami Sharia yang juga tumbuh signifikan pada 2023.
Alami Sharia alami kenaikan kesadaran merek hingga 11 persen, serta jumlah pengguna dan transaksi naik dua kali lipat, hingga Mei 2023.
Menurut Direktur Utama Alami Harza Sandityo, ada beberapa hal yang menyebabkan kenaikan pengguna dan transaksi Alami Sharia, terutama untuk instrumen investasi.
Hal-hal itu yakni adanya izin dan pengawasan ketat dari OJK, transparansi dalam menyampaikan informasi kepada pengguna, serta kinerja operasional yang kuat meskipun dihadapkan pada tantangan ekonomi makro.
Serta, dukungan kuat terhadap prinsip syariah dalam setiap aspek bisnisnya. Menurut Harza, hingga Mei 2023, Alami telah menyalurkan pembiayaan produktif sebesar lebih dari Rp 5 triliun kepada lebih dari 12.000 proyek pembiayaan.
“Pencapaian ini tidak terlepas dari dukungan dan kepercayaan para pendana dan investor Alami yang saat ini berjumlah lebih dari 140.000 pengguna,” tutur Harza melalui keterangan pers.
Untuk pemasaran produk, Alami menggunakan Media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, YouTube, dan Word of Mouth (WOM).
Kemudian untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, Alami Sharia secara konsisten memberikan edukasi dan literasi tentang P2P Lending syariah pada berbagai kesempatan, baik secara mandiri maupun melalui kolaborasi dengan pihak lain, termasuk OJK dan dunia akademis, kepada pengguna.
Baca juga: Berita Fintech Hari Ini: Bitcoin Tembus US$31.000
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com