JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terkait kredit yang macet masih menjadi permasalahan pada industri fintech peer to peer (P2P) lending.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun tidak memungkiri terjadinya ketidakstabilan pada sektor tertentu bisa saja berimbas juga terhadap kinerja suatu fintech.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, pihaknya sejauh ini terus melakukan monitoring terhadap berbagai isu yang dapat berdampak pada masing-masing penyelenggara P2P lending.
Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dinukil dari Kontan.co.id, Kamis (6/7/2023).
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Modal Minimum Belum Dipenuhi 33 Fintech Lending, Ini Kata OJK
Berita Fintech Indonesia: Layanan Terfokus pada Satu Sektor
Ia pun menyampaikan pada industri ini memang dijumpai karakteristik tertentu. Kebanyakan penyelenggara hanya fokus untuk melayani sektor-sektor tertentu saja, seperti pertanian, perdagangan ritel, properti, pendidikan, hingga UMKM.
“Terfokusnya layanan pada suatu sektor tertentu memiliki risiko yang relatif besar melekat pada sektor tersebut. Misalnya, sektor tersebut sedang tidak stabil, maka dapat memengaruhi kinerja pendanaan penyelenggara P2P lending yang melayani sektor tersebut,” ucap Ogi.
Sekalipun demikian, OJK tidak mengarahkan penyelenggara untuk melayani pendanaan pada sektor tertentu.
Idealnya, penyelenggara perlu melakukan penilaian risiko atas sektor yang dilayaninya. Tak cukup sampai di sana, penilaian tersebut perlu didukung dengan analisis penilaian kelayakan pinjaman yang cocok serta memadai.
Perluas Kerja Sama
Lebih lanjut, Ogi mendorong para penyelenggara baik satu per satu maupun berkelompok melalui Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) agar dapat memperluas kerja sama kepada berbagai pihak.
Dengan itu, layanan pendanaan dapat terus diperluas dan memperkuat manajemen risiko.
“Sehingga meminimalisir dampak dari risiko sektoral maupun risiko gagal bayar kemudian hari,” tutup dia.
Berita Fintech Indonesia: Modal Minimum Belum Dipenuhi 33 Fintech Lending, Ini Kata OJK
Sebelumnya, seperti dinukil dari Beritasatu.com, dalam catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah penyelenggara fintech lending yang belum memenuhi ekuitas minimum sebesar Rp 2,5 miliar bertambah 33 entitas per April 2023.
Para pemain fintech lending ini memiliki tenggat hingga Selasa, 4 Juli 2023, untuk memenuhi batas ekuitas tersebut.
Adapun syarat permodalan fintech lending diatur dalam POJK 10/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau Fintech P2P Lending, yang diterbitkan pada pada 4 Juli 2022 lalu.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, berdasarkan ketentuan tersebut, setiap penyelenggara fintech lending eksisting diwajibkan untuk memenuhi ekuitas minimum secara berkala sejak aturan diterbitkan.
“Tahun pertama, sebesar Rp 2,5 miliar. Kemudian, naik menjadi Rp 7,5 miliar pada tahun kedua, dan menjadi Rp 12,5 miliar pada tahun ketiga,” ucap Ogi Prastomiyono, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK, Selasa (4/7/2023).
Disampaikannya, POJK 10/2022 merupakan penyempurnaan regulasi yang diterbitkan OJK untuk industri fintech lending.
Baca juga: Berita Fintech Hari Ini: DPR Minta Kaji Ulang Moratorium Pinjol
Aturan tersebut mengatur mulai dari penyelenggaraan kegiatan usaha, tata kelola, manajemen risiko, perlindungan konsumen, termasuk menyangkut permodalan penyelenggara.
“Tanggal 4 Juli ini menjadi tepat satu tahun POJK itu diterbitkan, kami memantau masih terdapat 33 perusahaan yang masih memiliki ekuitas di bawah Rp 2,5 miliar. Itu per April 2023, tapi nanti kita cek pada posisi terakhir ini apa mereka bisa memenuhi?” tegas Ogi.
Melihat ke belakang, maka jumlah penyelenggara fintech lending yang belum memenuhi ekuitas minimum tersebut tercatat mengalami peningkatan. Sebelumnya, OJK sempat menerangkan bahwa ada sebanyak 26 entitas dari 102 entitas yang memiliki modal di bawah Rp 2,5 miliar.
Masih banyaknya penyelenggara yang belum mencapai modal minimum itu tentu akan mendapat teguran dari pihak pengawasan OJK. Namun demikian, Ogi tidak merinci bentuk teguran yang dimaksud.
“Tentunya, OJK akan memberi regulatory action terhadap perusahaan-perusahaan fintech lending yang belum mencapai ekuitas minimum sebesar Rp 2,5 miliar,” tandas Ogi.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Sidang Perdana, Ini Pembahasan Fintech Lending iGrow vs Lender
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com