JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terkait outstanding pembiayaan fintech P2P lending menyentuh Rp 51,46 triliun pada Mei 2023.
Menurut catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kinerja outstanding pembiayaan pinjaman online (pinjol) itu tumbuh sebesar 28,11% yoy.
Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dinukil dari Warta Ekonomi, Selasa (11/7/2023).
Berita Fintech Indonesia: Pembiayaan kepada Pelaku UMKM
Menurut Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi, Aman Santosa, dari jumlah tersebut, sebesar 38,39% merupakan pembiayaan kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
“Dengan penyaluran kepada UMKM perseorangan dan badan usaha masing-masing sebesar Rp 15,63 triliun dan Rp 4,13 triliun,” ujar Aman dalam keterangan tertulis.
Ia menjelaskan, data outstanding pembiayaan tersebut merupakan nilai pokok pinjaman dari masyarakat yang masih beredar melalui pinjaman online.
“Di mana jumlahnya masih bisa naik ataupun turun serta bukan angka pinjaman yang bermasalah,” jelasnya.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Fintech Belum Penuhi Aturan Ekuitas OJK, Pengamat Sarankan Strategi Ini
Untuk angka pinjaman yang bermasalah, di industri fintech P2P lending disebut dengan Tingkat Wanprestasi 90 hari atau TWP90. Ini adalah ukuran tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban yang ada pada perjanjian pinjaman di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo.
Batas angka waspada atau threshold yang dipakai OJK sebagai acuan pengawasan dari TWP90 adalah 5%.
Aman mengungkapkan, TWP90 sedikit meningkat dari April 2023 sebesar 2,82% menjadi 3,36% pada Mei 2023. Namun TWP90 tetap terjaga di bawah threshold.
Dia menilai, tingginya pertumbuhan pembiayaan pinjaman online ini menunjukkan fungsi intermediasi yang berjalan dan tingginya kebutuhan masyarakat dan pelaku UMKM akan akses keuangan yang lebih mudah, serta cepat dibandingkan melalui perbankan atau perusahaan pembiayaan.
“Oleh karena itu, OJK terus memberikan edukasi kepada masyarakat melalui berbagai instrumen komunikasi untuk memanfaatkan pinjaman online ini secara bijak seperti untuk kebutuhan yang produktif dan bukan untuk kepentingan konsumtif,” tutur Aman.
Selain itu, dia mengimbau masyarakat untuk memilih pinjaman online yang sudah berizin OJK. Saat ini terdapat 102 perusahaan pinjol yang berizin OJK.
“Kami mengimbau agar tidak menggunakan pinjaman online yang ilegal karena hanya akan banyak merugikan masyarakat,” tegasnya.
Berita Fintech Indonesia: Digugat Investor karena Gagal Bayar, Ini Profil Fintech iGrow
Sebelumnya, platform teknologi finansial atau fintech yang berbasis peer-to-peer lending (P2P lending), PT iGrow Resources Indonesia atau iGrow, digugat oleh 40 lender atau investornya karena gagal bayar.
Sebanyak 40 lender itu mengklaim jumlah kerugian mencapai Rp 503 miliar atau sekitar US$ 33,4 juta.
Mengutip keterangan Vice President of Consumer Growth Group iGrow, Rizcky Alfath, di Tech in Asia via Katadata.co.id, manajemen iGrow berkomitmen untuk mendiskusikan proses penyelesaian utang tersebut.
Gugatan dilayangkan oleh para lender yang merasa dirugikan tersebut pada Juni 2023 lalu. Sidang awal yang semula dijadwalkan pada 28 Juni ditunda hingga 18 Juli mendatang.
Sebagai Pionir Pembiayaan Digital untuk Sektor Pertanian
Dalam situs resmi iGrow, disebutkan tujuan pendiriannya adalah untuk menghubungkan masyarakat yang memiliki modal dan petani yang membutuhkan modal melalui kegiatan pendanaan komoditas pertanian.
Kegiatan ini ditujukan untuk bersama-sama meningkatkan skala penanaman/budi daya dan kesejahteraan para pelaku dunia pertanian. Perusahaan fintech ini mengeklaim sebagai pionir perusahaan rintisan dalam sektor pertanian.
PT iGrow Resources Indonesia didirikan pada 2014 oleh Andreas Senjaya, Muhaimin Iqbal dan Jim Oklahoma. iGrow didirikan dengan ide untuk menghubungkan tiga aspek vital dalam bisnis pertanian yaitu pasar, keterampilan dan permodalan.
Dalam platform-nya, iGrow memungkinkan investor atau pemodal bertemu dengan petani lokal untuk mengoptimalkan pengelolaan lahan pertanian sehingga dapat menghasilkan produk pertanian berkualitas tinggi.
Cara kerja iGrow digambarkan mirip dengan permainan Farmville yang memungkinkan orang-orang yang tak memiliki lahan dan tak memiliki keterampilan bercocok tanam, dapat terlibat dalam aktivitas pertanian melalui penanaman modal.
Untuk menginvestasikan sejumlah uang, calon lender dapat memilih lahan dan pohon kemudian menginvestasikan sejumlah uang. Selanjutnya petani akan mengoptimalkan proses pertaniannya melalui tambahan modal dari lender.
Hasil panen yang terjual akan dibagi dengan penghitungan 40% untuk pengguna layanan, 40% untuk pengelola lahan dan 20% untuk iGrow. Dalam situsnya, iGrow menyebutkan rata-rata margin sebesar 12-18% dengan total pendanaan yang tersalurkan sebesar Rp 681,8 miliar.
Baca juga: Produk Fintech di Indonesia: E-Wallet, P2P Lending, dan Lain-Lain
Adapun jumlah penerima pendanaan sebanyak 1.059 dengan total outstanding pendanaan sebesar Rp 310,9 miliar dan Rp 7,1 miliar pendanaan tahun berjalan.
Namun, dicantumkan pula tingkat keberhasilan 90 atau TKB90 yang menjadi ukuran tingkat keberhasilan P2P lending dalam memfasilitasi penyelesaian kewajiban pinjam meminjam dalam jangka waktu sampai dengan 90 hari terhitung sejak jatuh tempo, hanya berada di angka 53,44%.
Diakuisisi LinkAja pada 2021
Pada 29 April 2021, iGrow merilis informasi mengenai pengakuisisian oleh LinkAja, salah satu perusahaan yang bergerak di bidang uang elektronik. Akuisisi ini disebutkan untuk mendorong inklusi keuangan dan ekonomi rakyat.
Dengan akuisisi tersebut, iGrow menyebutkan LinkAja akan menjadi pemegang saham pengendali iGrow untuk memperkuat bisnis iGrow ke depannya.
Saat itu, Direktur Pengembangan Bisnis PT iGrow Resources Indonesia Jim Oklahoma menyebutkan akuisisi tersebut diharapkan dapat memperkuat iGrow sebagai pelopor dan juga platform peer to peer lending terbesar di bidang agrikultur.
Di awal merintis, perusahaan ini mendapatkan pendanaan dari dua pemodal ventura, yaitu East Ventures dan 500 Startups.
Di tangan LinkAja, iGrow akan diubah menjadi Modalin yang akan memberikan pinjaman produksi closed-loop dalam ekosistem LinkAja.
Cakupan bisnisnya ada dalam tiga jenis pembiayaan berisiko rendah yaitu invoice financing, retail financing, serta agri ecosystem financing yang bersifat closed loop.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Investree-Credgenics Kolaborasi Terkait Penagihan Pinjaman secara Digital
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com