JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terkait terus naiknya angka kredit macet pada industri fintech peer to peer (P2P) lending.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ada sejumlah faktor yang membuat angka kredit macet atau TWP90 di industri fintech P2P lending ini meningkat dalam beberapa bulan terakhir.
Tercatat, TWP90 fintech P2P lending per Mei 2023 mencapai 3,36%, meningkat dari bulan sebelumnya 2,82%.
Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dinukil dari Kontan.co.id, Senin (24/7/2023).
Baca juga: Berita Fintech Hari Ini: Ini Tanggapan KoinWorks Terkait Turunnya Tren Fintech P2P Lending
Berita Fintech Indonesia: Ada Faktor Siklikal
Disampaikan Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Triyono Gani, ada faktor siklikal karena bisnis fintech P2P lending yang makin besar.
Di samping itu, OJK masih terus memeriksa perusahaan P2P lending, dan dalam pemeriksaan ada beberapa temuan tambahan kredit macet yang belum dilaporkan oleh fintech tersebut.
“Hal itu juga bisa saja membuat angka kredit macet dikoreksi. Jadi, itu hanya faktor koreksi dan siklikal. Mudah-mudahan seperti itu,” katanya, baru-baru ini.
Menurutnya, angka TWP90 per Mei 2023 yang mencapai 3,36% masih terbilang aman karena belum melebihi batas 5%.
Ia menambahkan, pada 2020 waktu pandemi Covid-19 mulai melanda Indonesia, OJK langsung mengintensifkan pembinaan kepada para perusahaan fintech P2P lending. Dia menerangkan OJK meminta action plan para perusahaan fintech untuk menurunkan angka kredit macet.
“Jadi, kami memberikan sinyal kuat untuk pasar bahwa OJK selalu memantau, kemudian memang ada beberapa perusahaan yang angkanya di luar standar, ya, kami meminta mereka untuk menurunkan segera,” kata Triyono.
Berita Fintech Indonesia: Kata OJK soal Aturan Modal Minimum Fintech
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) angkat bicara soal aturan batas modal minimum perusahaan fintech peer to peer (P2P) lending.
Seperti diketahui, aturan dari OJK ini tertuang dalam ketentuan Peraturan OJK (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022. Adapun fintech P2P lending harus memenuhi batas permodalan minimum Rp 2,5 miliar per 4 Juli 2023.
Menurut Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Triyono Gani, pihaknya tak ada patokan atau tolok ukur besaran nilai dalam menentukan aturan permodalan minimum. Kata dia, OJK menetapkan nilai yang tertuang dalam POJK sesuai dengan perkembangan industri fintech P2P lending di Indonesia.
“Kalau di dalam industri fintech, tak ada standar khusus yang jadi acuan, tetapi betul-betul melihat kebutuhan domestik,” ucap Triyono.
Ia pun mengeklaim pertumbuhan industri fintech P2P lending saat ini sudah sangat luar biasa. Dengan demikian, perlu adanya aturan terkait permodalan agar para perusahaan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat.
Baca juga: Produk Fintech di Indonesia dan Keunggulannya, Cek di Sini
Sementara itu, Triyono menyampaikan sebenarnya aturan permodalan minimum juga ada di luar negeri. Akan tetapi, disesuaikan dengan kebutuhan negara masing-masing.
Kinerja Outstanding Pembiayaan
Sebagai informasi, OJK mencatat kinerja outstanding pembiayaan fintech P2P lending atau pinjaman online pada Mei 2023 sebesar Rp 51,46 triliun atau tumbuh sebesar 28,11% YoY.
Adapun sebesar 38,39% merupakan pembiayaan kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dengan penyaluran kepada UMKM perseorangan dan badan usaha masing-masing sebesar Rp 15,63 triliun dan Rp 4,13 triliun.
OJK menyampaikan data outstanding pembiayaan tersebut adalah nilai pokok pinjaman dari masyarakat yang masih beredar melalui pinjaman online, yang mana jumlahnya masih bisa naik ataupun turun serta bukan angka pinjaman bermasalah.
Baca juga: Tips Mengembangkan Bisnis Fintech yang Penting untuk Dipahami
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com