Dunia Fintech

Berita Fintech Indonesia: OJK Sebut Sektor Pembiayaan UMKM Jadi Tantangan Industri Fintech Lending

JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terkait Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan sektor pembiayaan UMKM menjadi tantangan bagi industri fintech lending. 

Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dinukil dari Republika.co.id, Senin (11/9/2023).

Berita Fintech Indonesia: Pengenalan Pembiayaan Produktif

Kepala Departemen Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Edi Setijawan mengatakan, para startup digital menjadi salah satu industri yang perlu pengenalan pembiayaan produktif dari fintech lending.

“Ini usia-usia yang finansial power-nya masih belum mapan, tapi memiliki semangat yang besar dan harus pandai dalam mengedukasi mereka. Terakhir kita harus punya roadmap agar kita tahu apa yang akan kita lakukan lima tahun ke depan,” kata Edi melalui keterangannya di Jakarta.

Tantangan lain yang juga harus dihadapi, kata Edi, perihal edukasi. Menurutnya, mayoritas nasabah P2P memiliki rentang usia 25 sampai 30 tahun.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: AFPI Dorong Penggunaan Aplikasi Digital bagi UMKM

ISFF 2023 INDODAX

Saat ini pengawasan terhadap industri fintech lending memasuki babak baru pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan.

Seiring dengan akan berakhirnya masa jabatan ketua umum AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia) periode 2020-2023. Dia menyoroti penguatan tata kelola industri dan edukasi kepada masyarakat mengenai manfaat fintech lending tujuan produktif. AFPI juga harus bisa memberikan manfaat kepada para anggotanya.

“Kemampuan itu diperlukan, agar pelaku usaha mampu menghadapi tantangan industri fintech lending kedepannya. Karena, menurutnya, tantangan kedepan bukan hanya soal bagaimana menyalurkan pembiayaan tetapi juga mengupayakan masyarakat agar bisa menggunakan pembiayaan hal yang produktif,” ujarnya.

Pertahankan Portofolio Kredit

Dalam kesempatan yang sama, Co-Founder dan CEO Gradana Angela Oetama mengatakan, tantangan utama dalam industri fintech untuk mempertahankan portofolio kredit yang berkualitas termasuk tingkat non-performing loan (NPL) yang sehat.

“Sangat penting untuk ketua umum AFPI periode selanjutnya untuk konsisten menjaga kepercayaan yang telah diberikan OJK kepada AFPI sebagai mitra OJK. Integritas industri juga harus dijaga, tanpa integritas kami tidak layak dipercaya oleh OJK, apalagi menjadi mitra OJK,” katanya.

Angela yang juga merupakan calon ketua umum AFPI menambahkan, terdapat tiga program strategis jangka pendek yang sudah dicanangkan olehnya. Pertama, yakni memastikan seluruh program, prioritas, dan inisiatif AFPI sejalan dengan roadmap, program kerja hingga target capaian kompartemen OJK yang mengawasi fintech lending.

“Sebagai mitra OJK, perlu ada upaya serius untuk harmonisasi program kerja AFPI dengan roadmap, target, program dan kebijakan OJK dalam pimpinan Pak Agusman. Selain itu, AFPI perlu proaktif, kooperatif dan inisiatif menjalin kolaborasi yang lebih intens dengan kompartemen lain OJK seperti EPK, perbankan, ITSK, hingga internal audit,” ujar dia.

Kedua, menginisiasi sinergi kelembagaan dengan institusi pemerintah misalnya dengan Kementerian Keuangan untuk edukasi soal pajak, atau dengan PPATK untuk peningkatan kapabilitas preventif industri terhadap kejahatan pencucian uang.

“Termasuk bekerja sama dengan asosiasi sejenis AFPI di negara lain, untuk saling bertukar ilmu dan kolaborasi riset bersama guna memahami perkembangan best practices sektor usaha ini di negara lain dalam konteks credit scoring, artificial intelligence, governance, perlindungan konsumen hingga penyelesaian sengketa,” katanya.

Adapun ketiga, membangun kerja sama ekosistem yang lebih kuat dan nyata dengan sesama saudara industri jasa keuangan yang telah jauh lebih dahulu eksis dan mature, seperti para bank dan perusahaan pembiayaan serta lain sebagainya.

Berita Fintech Indonesia: AFPI Dorong Penggunaan Aplikasi Digital bagi UMKM

Sebelumnya, seperti dinukil dari Tempo.co, literasi digital bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sangatlah penting. Menurut  Sekretaris Jenderal Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Sunu Widyatmoko, hal itu penting dalam memaksimalkan efektivitas penggunaan aplikasi digital dalam mendapatkan pendanaan.

AFPI mendorong pertumbuhan aplikasi atau financial technology (fintech) dalam ekosistem digital untuk menyediakan solusi pendanaan yang lebih optimal bagi para UMKM. Namun, adopsi aplikasi digital tidak dapat menyediakan pendanaan yang optimal tanpa pemahaman literasi digital oleh pelaku UMKM.

“Kami menemukan dari berbagai platform, banyak pengusaha UMKM tidak bisa mengajukan pinjaman karena mereka tidak mengerti prosedur operasional aplikasi digital, mereka bergantung pada orang lain, misal orang tua harus dibantu anaknya, ” ujar Sunu pada Kamis, 8 Agustus 2023.

Dalam diskusi daring bersama media, Sunu berpendapat hal ini disebabkan karena rendahnya literasi digital dan keuangan di antara para UMKM. Kontribusi pembiayaan UMKM dari aplikasi digital pada 2026 juga diprediksi cukup kecil. Kontribusi diperkirakan hanya sebesar 1 persen dari total dana, serta akan bertumbuh pada 0,1 persen pada 2026.

Sunu menyampaikan ini bentuk tantangan digitalisasi UMKM. Karenanya, bila dapat melawan tantangan, aplikasi digital dapat menjawab permasalahan UMKM, seperti proses know your customer (KYC), untuk monitoring, persebaran, luasan, dan layanan, menyelesaikan kesenjangan kredit di berbagai daerah, serta pinjaman konsumtif. 

Baca juga: Berita Fintech Hari ini: ini Tantangan Baru untuk Industri Fintech

Sebelumnya, Sunu menjabarkan total proyeksi AFPI bagi kebutuhan UMKM pada tahun 2026 yang mencapai Rp 4.300 triliun. 

“Kami dapat angka dari hasil riset Ernst & Young (EY)-Parthenon, sekarang sudah ada dana Rp 1.900 triliun, jadi kita masih butuh Rp 2.400 triliun dari total kebutuhan pembiayaan sektor UMKM,” jelasnya.

Dari data OJK, jumlah pencairan dana untuk kredit produktif dari fintech pendanaan 2018 hingga Juli 2023, jumlah pendanaan P2P lending telah mencapai Rp 657,85 triliun. Terdapat 102 penyelenggara, 166,8 ribu pemberi dana aktif, dan 20,4 juta penerima dana aktif.

Melihat data tersebut, sangat jelas bahwa fintech pendanaan bersama sangat mendukung perkembangan ekosistem UMKM Indonesia. Sehingga, tantangan harus diselesaikan bersama oleh seluruh pemain di untuk membangun ekosistem regulasi dan operasi aplikasi digital pinjaman yang dapat mengakselerasi layanan keuangan di UMKM.

Aplikasi digital saat ini menjadi salah satu pilihan yang mudah diakses oleh para UMKM. “Aplikasi digital bunganya cenderung rendah dibandingkan pinjaman dari lembaga keuangan lainnya, Pelaku UMKM tidak memerlukan jaminan untuk bisa mendapatkan modal usaha dan pastinya prosesnya pun mudah,” ujar Sunu 

“Pemanfaatan digitalisasi juga dapat menjadi alat peningkatan penyaluran pembiayaan khususnya memberi jangkauan pasar unbanked dan underserved. Jadi, banyak peluang besar yang bisa hilang bila kita tidak mendukung pertumbuhan literasi digital dan pendanaan dari aplikasi digital,” tambah Sunu.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Agustus 2023, OJK Beri Sanksi 34 Fintech P2P Lending

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

Exit mobile version