Dunia Fintech

Berita Fintech Indonesia: KPPU Tetapkan 44 Fintech sebagai Terlapor Terkait Dugaan Kartel Bunga Pinjol

JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terkait Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menetapkan 44 perusahaan pinjol sebagai terlapor atas dugaan pelanggaran aturan anti-monopoli. 

Platform fintech peer-to-peer lending tersebut diduga mengatur harga. Dalam siaran pers, KPPU menjelaskan bahwa kasus kartel pinjol kini telah ditingkatkan dari proses penyelidikan awal ke tahapan penyelidikan. Dalam tahap penyelidikan, 44 perusahaan ditetapkan sebagai terlapor atas dugaan pelanggaran UU No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat.

Berikut ini berita fintech Indonesia hari ini selengkapnya, seperti dikutip dari CNBCIndonesia.com, Senin (30/10/2023).

Berita Fintech Indonesia: Akan Panggil Semua Pihak

KPPU akan memanggil semua pihak termasuk 44 pinjol sebagai terlapor, saksi, dan ahli untuk mengumpulkan alat bukti dugaan pelanggaran.

Dalam tahap penyelidikan awal, KPPU menemukan bahwa Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) telah menerbitkan Pedoman Perilaku Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi secara Bertanggung Jawab. 

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Pinjol Paling Banyak Digunakan di Indonesia, tapi Akulaku Disanksi OJK

ISFF 2023 INDODAX

Pedoman itu dinilai mengatur jumlah total bunga, biaya pinjaman, dan biaya lainnya tidak melebihi suku bunga flat 0,8 persen per hari. Pada tahun 2021, besaran tersebut diatur tidak melebihi 0,4 persen per hari.

Dari informasi yang dikumpulkan, termasuk dari 5 penyelenggara P2P lending, AFPI, dan Otoritas Jasa Keuangan, KPPU telah mengantongi satu alat bukti pelanggaran UU anti-monopoli.

KPPU juga menemukan bahwa tujuan pengaturan AFPI atas penetapan jumlah total bunga, biaya pinjaman, dan biaya lainnya adalah untuk melindungi konsumen dari biaya predatory lending atau praktik pemberian pinjaman dengan syarat dan bunga tidak wajar. Pedoman AFPI juga bertujuan agar pinjaman tidak diberikan tanpa memperhatikan kemampuan bayar peminjam.

Dalam penyelidikan yang akan berlangsung selama 60 hari, KPPU akan membuktikan bahwa perilaku platform pinjol yang menerapkan suku bunga yang sama adalah hasil kesepakatan di antara penyelenggara.

“Pada prinsipnya di suatu pasar yang bersaing, setiap pelaku usaha P2P lending akan menjalankan usahanya secara lebih efisien, sehingga mampu menetapkan tarif suku bunga yang lebih rendah dari para pesaingnya serta memberikan berbagai pilihan fasilitas dan tarif suku bunga bagi konsumen,” kata Direktur Investigasi pada Kedeputian Penegakan Hukum KPPU, Gopprera Panggabean.

Berita Fintech Indonesia: KPPU Selidiki Dugaan Kartel PInjol, Asosiasi Fintech Ingin Konsultasi ke OJK

Terungkapnya dugaan kartel pinjol kian menjadi perhatian banyak kalangan di industri jasa keuangan. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pun sudah turun tangan menggunakan kewenangannya dengan melakukan langkah penyelidikan.

Lembaga tersebut mulai mengumpulkan informasi dan fakta di industri jasa keuangan termasuk akan meminta penjelasan dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Langkah AFPI menanggapi langkah KPPU tersebut rencananya akan berinisiatif melakukan berkonsultasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) soal dugaan potensi pelanggaran besaran bunga maksimal pinjaman.

Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melanjutkan kasus pinjaman online atau pinjol ke tahapan penyelidikan.

“Kami konsultasikan ke OJK sebagai regulator industri keuangan sebagaimana juga KPPU sebagai lembaga pengawas persaingan usaha yang sehat,” kata Ketua Umum AFPI Entjik S Djafar dalam keterangannya, mengutip inilah.com, Senin (30/10/2023).

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Kredivo Sediakan Layanan Paylater demi Perkuat Penetrasi Pedagang Offline

Dalam pernyataan tersebut Entjik menjelaskan, pada dasarnya penetapan tarif suku bunga maksimal pinjaman tidak sama dengan penetapan harga yang sama. Meski begitu, AFPI tetap menghormati proses penyelidikan oleh KPPU. Entjik mengaku sudah bertemu dengan KPPU dan mendapatkan banyak masukan soal persaingan usaha.

“Kami akan terus memberikan dukungan yang diperlukan sehubungan dengan dugaan potensi pelanggaran terhadap persaingan usaha pinjaman fintech lending,” ujar Entjik.  

Langkah KPPU saat ini menilai AFPI telah melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, khususnya pasal 5 terkait penetapan harga. Pasalnya, AFPI menetapkan besaran bunga melebihi ketentuan, yaitu 0,4 persen per hari.

KPPU pun menetapkan 44 penyelenggara peer to peer (P2P) lending sebagai terlapor atas dugaan pelanggaran KPPU sendiri telah selesai melaksanakan penyelidikan awal atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha pinjol yang tergabung dalam AFPI. Dalam tahap tersebut, ditemukan bahwa AFPI telah menerbitkan Pedoman Perilaku Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. 

Pihak yang Bertanggung  Jawab

Adapun AFPI dinilai menjadi pihak bertanggung jawab yang mengatur penetapan jumlah total bunga, biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya selain biaya keterlambatan yang tidak melebihi suku bunga flat 0,8 persen per hari. Biaya itu dihitung dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh penerima pinjaman.

Dalam langkah penyelidikan ini, KPPU mengungkapkan besaran tersebut diatur tidak melebihi 0,4 persen per hari. Setiap anggota AFPI juga diwajibkan menandatangani suatu pakta integritas yang didalamnya mewajibkan anggota untuk tunduk pada pedoman yang dibuat asosiasi tersebut.

KPPU akan melaksanakan proses penyelidikan secara tertutup selama 60 hari ke depan. Pada proses itu, KPPU akan membuktikan apakah perilaku beberapa penyelenggara P2P lending yang menerapkan suku bunga yang sama tersebut merupakan hasil kesepakatan di antara para penyelenggara.

Baca juga: Berita Fintech Hari Ini: Pinjol Semakin Populer, Ini Langkah BSSN Antisipasi Kebocoran Data Fintech

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

Exit mobile version