Dunia Fintech

Berita Fintech Indonesia: Soal Fenomena Praktik Jual Beli Izin Usaha Pinjol, Ini Kata OJK

JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terkait Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka suara terkait fenomena perubahan kepemilikan atau praktik jual beli izin usaha perusahaan financial technology peer-to-peer (fintech P2P) lending alias pinjaman online (pinjol) yang dijual berkali lipat kepada pengendali baru. 

Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dikutip dari Bisnis.com, Jumat (3/11/2023).

Berita Fintech Indonesia: Dicegah dengan Penerbitan POJK

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman menjelaskan perubahan kepemilikan izin usaha di industri fintech P2P lending sudah dicegah dengan penerbitan Peraturan OJK (POJK) Nomor 10 Tahun 2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI). 

“Hal ini sudah dicegah melalui POJK Nomor 10 Tahun 2022 yang antara lain mengatur lock up period 3 tahun. Artinya, selama 3 tahun sejak izin diberikan, maka izin tersebut tidak boleh dipindahtangankan,” kata Agusman.

Baca juga: Pinjol Ilegal 2023, Kenali Ciri-ciri & Daftar Lengkapnya di Sini

ISFF 2023 INDODAX

Merujuk POJK 10/2022 Bab X Pasal 68 ayat (3), disebutkan penyelenggara dilarang melakukan perubahan kepemilikan yang mengakibatkan adanya pemegang saham baru, dan/atau perubahan pemegang saham pengendali (PSP) dalam jangka waktu 3 tahun sejak tanggal izin usaha sebagai penyelenggara dari OJK. 

Sebelumnya, asosiasi menyebut praktik jual beli izin perusahaan fintech P2P lending menjadi salah satu tantangan di industri ini. Di mana, saat suatu perusahaan fintech P2P lending baru mendapatkan izin usaha namun dilepas dengan harga berkali-kali lipat. 

Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) Ronald Yusuf Wijaya mengungkap fenomena ini sempat menimpa industri saat ini. 

“Isu jual beli izin juga semerbak, apalagi di P2P. Ada [perusahaan] yang baru setelah dapat berizin, langsung dilepas ke pihak lain, itu mereka bisa jual berkali-kali lipat,” kata Ronald saat ditemui di Jakarta, Rabu (1/11/2023). 

Sangat Merugikan

Ronald menuturkan aksi jual beli izin usaha ini sangat merugikan industri fintech P2P lending. Dia juga menyebut para asosiasi diminta untuk bisa mengawasi agar tidak terjadi hal-hal seperti itu lagi. 

“Tapi ini sudah ada beberapa mekanisme dari regulator, seperti di P2P, 3 tahun setelah berizin tidak boleh ada penggantian pemegang saham. Itu jadi mencegah orang jual beli izin 3 tahun disuruh stay, harus beroperasional, kalau tidak operasional ditanya kenapa,” pungkas Ronald.

Berita Fintech Indonesia: AFSI Harapkan Pemerintah Baru Nanti Peduli Industri Fintech

Sebelumnya diberitakan, pengusaha fintech menaruh harapan kepada presiden dan wakil presiden baru yang menang dalam pemilu 2024.

Pemimpin negara yang nantinya terpilih diharapkan memiliki kepedulian kepada teknologi keuangan.

“Kami berharap siapapun presiden ke depannya mereka adalah yang peduli bagaimana teknologi keuangan ini bisa dipakai sebagai alat untuk inklusi,” kata Ketua Umum Asosiasi Fintech Syariah Indonesia (AFSI) Ronald Yusuf Wijaya.

Selain itu, Ronald juga berharap presiden berikutnya harus mempunyai visi ekonomi dan keuangan digital dan mendukung penuh industri tersebut. Dengan demikian masyarakat bisa mengakses keuangan lebih baik, lebih cepat dan lebih mudah. 

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: AFSI Harapkan Pemerintah Baru Nanti Peduli Industri Fintech

Senada dengan Ronald. Executive Director Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Aries Setiadi berharap pemimpin negara yang terpilih nantinya memiliki perhatian dan pemahaman yang baik terhadap industri fintech.

Aries melihat, ketiga pasangan calon presiden dan wakil presiden saat ini memberikan perhatian kepada ekonomi digital.

“Mereka juga sudah terinformasi adanya fintech dan ekonomi digital,” kata Aries.

Aries berharap presiden dan wakil presiden terpilih bisa memberantas pinjol ilegal. Keberadaan pinjol ilegal disebut sangat merugikan fintech legal yang seringkali ikut terdampak apabila saat terjadi pelanggaran. 

“Fintech yang legal telah mengikuti persyaratan, menjalani proses pendaftaran panjang, dan butuh sertifikasi. Reputasi yang legal ini bisa dihancurkan dengan mudah oleh yang ilegal. Harapannya dari sisi regulator lebih tegas lagi menindak pelaku fintech ilegal,” kata Aries.

Baca juga: Pinjaman Online Bunga Ringan: Cara Dapat dan Tips Memilih

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

Exit mobile version