JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terbaru kali ini akan mengulas tentang apa saja ciri-ciri fintech P2P Lending ilegal.
Sebagaimana diketahui, layanan fintech P2P Lending memang kian digandrungi oleh banyak orang, utamanya bagi orang-orang yang tengah memerlukan dana cepat cair untuk kebutuhan mendadak maupun modal usaha.
Tentunya, hal tersebut dapat menjadi peluang bisnis yang sangat menggiurkan bagi para pengusaha untuk memanfaatkan momen ini dengan membuat platform P2P Lending. Bukan hanya bisa membantu perekonomian masyarakat, layanan pinjam-meminjam dana pun ini diketahui mendatangkan keuntungan yang lumayan besar.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Nama Fintech Legal Dicatut, AFPI Ancam Tempuh Jalur Hukum
Meski demikian, meraup keuntungan yang banyak dan cepat ini juga bisa loh membuat para pelaku fintech menjadi gelap mata. Dalam hal ini, bisa saja fintech melakukan penipuan dengan memanfaatkan para peminjam atau nasabah untuk mengumpulkan uang mereka sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara tanpa mengikuti peraturan fintech yang telah dibuat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Berita Fintech Indonesia: Ciri-ciri Fintech Lending Bodong
Sebagai upaya meningkatkan perlindungan konsumen atau nasabah, OJK pun telah memberikan ciri-ciri fintech bodong yang perlu diketahui, antara lain sebagai berikut.
1. Identitas perusahaan disamarkan
Perusahaan yang bergerak di bidang apa pun lazimnya akan terbuka perihal identitas perusahaan untuk diketahui oleh banyak orang, mulai dari alamat kantor, nomor telepon dan sebagainya.
Akan tetapi, hal itu tidak berlaku buat perusahaan yang punya niat buruk atau ingin melakukan penipuan. Oknum penipuan yang mengatasnamakan fintech P2P Lending, pengelola sengaja melakukan penyamaran pada identitas perusahaan.
Bukan itu saja, penyamaran ini pun dilakukan karyawannya, yakni dengan mengganti nama asli dengan nama samaran. Tujuannya adalah untuk menghindari adanya laporan nasabah ke polisi yang merasa dirugikan atau mencurigai adanya penipuan sehingga pihak berwajib sulit melakukan pencarian perusahaan mereka.
2. Kemudahan tidak masuk akal
Adapun perusahaan fintech P2P Lending ilegal atau abal-abal memang selalu menjanjikan kemudahan dalam memberikan layanan pinjam meminjam kepada calon nasabahnya. Tujuannya, tentu saja, untuk menarik minat banyak nasabah.
Sebagai contoh, pencairan dana yang diajukan bisa cair dengan sangat cepat, yakni sekitar 15 menit hingga 30 menit setelah mengajukan aplikasi. Padahal, dalam praktik sesungguhnya yang dilakukan fintech legal adalah setiap formulir pengajuan yang terdiri dari data calon nasabah akan dilakukan pengecekan secara detail terlebih dahulu, mulai identitas pribadi, hingga kelengkapan persyaratan.
3. Menyalin data nasabah
Fintech ilegal biasanya juga akan menyalin semua nomor kontak yang ada di smartphone setelah pengguna mengunduh aplikasi fintech itu. Tentunya, hal itu bisa dijadikan sebagai bahan penipuan lainnya.
Padahal, hal itu tidak akan terjadi pada fintech yang telah terdaftar di OJK. Pasalnya, larangan adanya tindakan penyalinan data nasabah sudah tercantum di Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK). Jika ada fintech yang melanggar aturan itu maka OJK akan mencabut izin fintech tersebut.
4. Bunga sangat tinggi—berita fintech Indonesia
Umumnya, fintech ilegal alias bodong ini juga akan menerapkan bunga yang sangat tinggi, yang mencapai 2%—3% per harinya dan tidak adanya transparan dalam memberikan struktur perhitungan secara detail.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Fintech GoTo Diprediksi Meningkat
Padahal, OJK memang tidak menetapkan bunga fintech pada POJK, tetapi AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia) sudah menerapkan prinsip perlindungan konsumen. Hal itu tentunya telah disepakati oleh perusahaan fintech P2P Lending yang terdaftar di OJK.
Prinsip ini, antara lain, masa penagihan hanya boleh dilakukan maksimal 90 hari dari tenggat waktu pembayaran dengan biaya-biaya keseluruhan tidak boleh melebihi 100% dari nilai pokok. Dalam arti, jumlah biaya pinjaman dan pokok dijamin tidak akan bertambah.
5. Penagihan dilakukan secara intimidatif
Mengacu pada code of conduct atau dokumen tertulis yang mengatur mengenai bagaimana tata cara atau perilaku perusahaan, fintech hanya diperbolehkan untuk melakukan penagihan kepada nasabah pada saat jam kerja dan di luar jam itu sangat tidak disarankan, dengan tujuan untuk menjaga kenyamanan konsumen.
Sementara itu, di fintech ilegal, tidak ada jam penagihan yang ditentukan alias penagihannya tidak mengenal waktu. Bahkan, fintech abal-abal ini pun menggunakan nomor HP yang ada di kontak nasabah untuk menagih dengan cara meneror peminjamnya alias secara intimidatif.
Pihak penagih ini biasanya akan menghubungi orang terdekat nasabah, misalnya saja ayah, ibu, hingga saudara, dengan mengancam dan juga melakukan intimidasi.
Lebih Teliti dan Segera Melapor—Berita Fintech Indonesia
Sebagaimana diketahui, oknum penipuan ini memang tidak memandang orang yang akan dijadikan sebagai target sasarannya. Pasalnya, yang ada dipikiran mereka hanyalah bagaimana caranya mampu mengumpulkan banyak uang dengan waktu cepat dan membawa pergi uang korban itu.
Oleh sebab itu, nasabah haruslah lebih teliti saat memilih fintech P2P Lending dan bisa melakukan pengecekan daftar perusahaan fintech pinjam-meminjam yang terdaftar dan berizin OJK di website secara berkala.
Apabila ada fintech lending yang mencurigakan atau tidak mengikuti peraturan yang sudah ditentukan dalam POJK, silakan segera melaporkan langsung hal itu ke Satgas Waspada Investasi OJK di layanan konsumen 1500655 atau via email di alamat waspadainvestasi@ojk.go.id.
Sekian berita fintech Indonesia hari ini terkait ciri-ciri fintech lending ilegal yang perlu diketahui. Tetap waspada ya agar tidak menjadi korban berikutnya!
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: OJK Minta Cermati Izin Pinjol
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com.