JAKARTA, duniafintech.com – Berita kripto Indonesia kali ini mengulas tentang Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) berencana akan memberikan rating kepada perusahaan exchanger kripto di Indonesia. Rating tersebut diibaratkan layaknya status sekolah atau perguruan tinggi yaitu pemberian akreditasi.
Plt. Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko menjelaskan rating tersebut layaknya seperti dunia pendidikan yaitu pemberian akreditasi. Langkah tersebut agar nantinya masyarakat bisa melihat status rating atau akreditasi sebelum melakukan transaksi.
“Kalau sekolah itu ada akreditasi A dan B. Jadi perusahaan pialang derivatif maupun kripto akan ada rating. Sehingga masyarakat bisa melihat rating sebelum melakukan transaksi,” kata Didid.
Dia menjelaskan dalam transaksi sering terjadi ketidakpercayaan masyarakat kepada beberapa exchanger. Oleh karena itu, pihaknya ingin melakukan inovasi agar masyarakat yakin untuk melakukan transaksi maka Bappebti akan memastikan perusahaan exchanger untuk diberikan rating.
Dia mengungkapkan sebanyak 98 persen transaksi kripto hanya berasal dari 5 pertukaran kripto. Sehingga, hanya sebesar 2 persen transaksi kripto dari 20 pertukaran kripto lainnya yang terdaftar di Bappebti.
“Kami akan memastikan exchanger-exchanger ini dapat diyakini. Hasil pengawasan kami, yaitu akan membuat rating para exchanger,” kata Didid.
Baca juga: Huobi Masuk Pasar Kripto di Indonesia dan Berita Mengejutkan dari Rolls Royce
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) terus berinovasi mengikuti perkembangan perdagangan pasar fisik aset kripto.
Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Perba) Nomor 11 Tahun 2022 tentang Penetapan Daftar Aset Kripto yang Diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto. Peraturan ini sekaligus mencabut Peraturan Bappebti Nomor 7 Tahun 2020.
“Terbitnya Perba ini untuk mengakomodir kebutuhan para calon pedagang aset kripto, termasuk industri aset kripto di Indonesia. Hal ini sesuai dengan pertumbuhan data jumlah pelanggan dan volume transaksi aset kripto yang terus meningkat,serta jenis aset kripto yang terus bertambah,” kata Plt. Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko.
Baca juga: Berita Kripto Indonesia: Potensi Indonesia Menjadi Hub Kripto Dunia
Didid mengatakan dalam Perba tersebut ditetapkan sebanyak 383 jenis aset kripto yang dapat diperdagangkan di pasar fisik aset kripto. Sedangkan, untuk jenis aset kripto di luar daftar tersebut, wajib dilakukan delisting oleh calon pedagang fisik aset kripto dengan diikuti langkah penyelesaian bagi setiap pelanggan aset kripto.
Sebelumnya, sesuai Peraturan Bappebti Nomor 7 Tahun 2020, jenis aset kripto yang diperdagangkan berjumlah 229 jenis. Namun, karena adanya usulan dari pelaku pasar dan berdasarkan evaluasi Bappebti, serta meningkatnya pertumbuhan transaksi aset kripto, maka daftar aset kripto yang diperdagangkan diusulkan untuk disesuaikan. Baik sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan blockchain secara global atau dengan melakukan delisting jenis aset kripto berdasarkan metode penilaian Analytical Hierarchy Process (AHP).
“Hal tersebut dilakukan untuk memberikan kepastian hukum agar masyarakat yang akan berinvestasi mendapatkan informasi dan panduan yang jelas atas setiap jenis aset kripto yang diperdagangkan,” terang Didid.
Baca juga: Berita Kripto Indonesia: Dampak Positif Aset Kripto Terhadap Ekonomi Indonesia