Site icon Dunia Fintech

Bisnis Kartu Kredit Bersinar Dikala Utang Paylater Membendar!

Bisnis Kartu Kredit Bersinar Dikala Utang Paylater Membendar!

Bisnis Kartu Kredit Bersinar Dikala Utang Paylater Membendar!

JAKARTA – Bisnis kartu kredit di sektor perbankan menunjukkan performa yang gemilang selama enam bulan pertama tahun 2024, meskipun harus bersaing dengan layanan buy now pay later (BNPL) atau paylater yang banyak dikembangkan oleh bank.

Berdasarkan statistik sistem pembayaran dan infrastruktur pasar keuangan (SPIP) dari Bank Indonesia (BI) per Juni 2024, nilai transaksi kartu kredit meningkat sebesar 4,18% secara tahunan (year-on-year/YoY) menjadi Rp35,08 triliun, dibandingkan dengan Rp33,67 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.

Selain itu, volume transaksi kartu kredit juga mengalami kenaikan sebesar 16,33% (YoY) dengan total 37,07 juta transaksi, naik dari 31,87 juta transaksi sebelumnya. Sementara itu, jumlah kartu kredit yang beredar tercatat mencapai 18 juta unit per Juni 2024, meningkat dibandingkan dengan 17,59 juta unit pada Juni 2023.

Bisnis Kartu Kredit hingga Penyebab Paylater Bengkak?

Gen Z disebut-sebut sebagai penyebab paylater mengalami pembengkakan.

Gen Z merupakan sebutan untuk generasi yang lahir antara rentang waktu tahun 1997 hingga 2012.

Sementara paylater adalah layanan pembayaran digital untuk membeli barang atau jasa tanpa perlu membayar tunai tapi diperkenankan mencicil.

Lebih tepatnya, beli dulu bayar belakangan.

Paylater ini kian santer didengar karena pembayarannya yang menggunakan mekanisme berhutang.

Menyebabkan, keinginan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan semakin mudah.

Padahal, dibaliknya tak jarang pengguna sistem jual beli ini terkendala kemampuan untuk membayar.

Tak ayal, kemudian mengalami gagal bayar atau galbay.

Penyebab Tagihan Gen Z Membengkak 

Menurut Peneliti Institute for Development of Economic Studies (INDEF), Nailul Huda menyebutkan sejumlah penyebabnya.

Diantara penyebab terbesar, tagihan Gen Z ini membengkak karena di rentang usia ini adanya faktor tanggungan hidup yang besar.

Sementara penghasilan tak mengalami peningkatan bahkan cenderung berkurang.

Menurut Huda, umumnya rentang umur 31-40 masuk pada fase menikah ditambah adanya anak menyebabkan kebutuhan kian meningkat.

Untuk membayar sulit, karena pos untuk membayar tagihan justru terpakai untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Meski demikian, Huda tetap memberikan solusi bagi para Gen Z tersebut.

“Kuncinya perbaiki kualitas kredit dengan cara menganalisis biaya hidup dengan kemampuan,” paparnya.

Menurut Huda, kurangi keinginan tapi kedepankan kebutuhan.

“Jika tak perlu jangan memaksakan keinginan,” terangnya.

Tanggungan Kredit Macet Gen Z Capai 540 M

PT Pefindo Biro Kredit atau IdScore mengungkap fakta mengejutkan.

Kredit BNPL pada Juni 2024 dari Gen Z atau rentang usia 31—40 tahun mencapai Rp540 miliar.

Direktur Utama IdScore Yohanes Arts Abimanyu mengatakan, grup usia rentang 30-40 tahun ternyata menyumbang kredit macet tertinggi.

Nilainya mencapai 38,03% kemudian diikuti oleh group >20—30 tahun sebesar 31,7% [Rp450 miliar].

Rentang Rata-Rata Utang Gen Z

Peneliti Institute for Development of Economic Studies (INDEF), Nailul Huda mengungkap nilai rentang utang Gen Z.

Menurutnya, per orang dari Gen Z tersebut memiliki utang atau rata-rata kredit macetnya itu Rp2,8 juta per orang

“Ini disebabkan, minimnya pemahaman rendah soal risiko paylater,” papar Huda.

Ditambah mitigasi risiko gagal bayar yang lemah.

Menurut Huda ini justru jadi pemicu fitur Buy Now Pay Later (BNPL) berujung menjadi jerat utang yang melilit.

Huda mengungkapkan, Gen Z lebih cenderung senang menggunakan paylater ketimbang kredit perbankan.

“Karena proses pengajuannya yang sangat mudah,” terangnya.

Kartu Kredit dan Paylater dalam Perspektif Ekonomi Islam

Jurnal penelitian yang dilakukan Khairunnisa Handayani dari Universitas Pendidikan Indonesia mengungkapkan hasil penelitiannya.

Mengacu pada sudut pandang ekonomi islam yang mengedepankan prinsip keadilan,

Dari sudut pandang ekonomi Islam, prinsip-prinsip yang paling dijunjung, proporsionalitas, dan larangan riba atau adanya bunga.

Riba yang dimaksud adalah mengambil keuntungan yang tidak adil dan memiliki potensi untuk memperburuk ketidakadilan sosial.

Maka, riba dianggap sebagai praktik yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.

Jadi, dalam menggunakan paylater perlu memperhatikan dan mematuhi prinsip-prinsip tersebut.

Sedangkan dari konteks paylater, penting untuk memeriksa apakah metode pembayaran dan biaya tambahan apa pun yang mungkin terkait dengan layanan tersebut mematuhi prinsip-prinsip ekonomi Islam.

Para ulama mengizinkan perdagangan. Namun, perdagangan harus memenuhi syarat-syarat yang telah diatur sebagai berikut:

  1. Selama proses jual beli, antara penjual dan pembeli harus ada kejelasan dan kesepakatan.
  2. Penjual yang melakukan jual beli dengan kredit atau berangsur harus memberi tahu pembeli apakah harga yang dibayar dengan kredit lebih tinggi daripada harga tunai.

Menurut ulama, jika penjual memberikan perbedaan antara harga kontan dan harga kredit, harga kredit lebih tinggi daripada harga kontan, maka kedua belah pihak telah mencapai kesepakatan, dan jual beli tersebut tidak haram.

Paylater ditinjau melalui akad hiwalah, maka termasuk hiwalah muthlaqah. Ini karena, dalam prosesnya, paylater membayarkan harga

barang yang dibeli kepada seller, dan pengguna kemudian membayar hutang kepada paylater daripada seller.

  1. Penerapan akad qardh pada paylater dapat dilakukan; itu diperbolehkan dalam Islam. Dengan ketentuan dan syaratnya terpenuhi.
Exit mobile version