Site icon Dunia Fintech

Punya Alasan Tersendiri, Bitfinex Tolak Bekukan Aset Kripto Pengguna Warga Rusia

kripto sanksi ekonomi rusia

JAKARTA, duniafintech.com – Bitfinex perusahaan afiliasi dari penyedia stablecoin terbesar di dunia, Tether (USDT) mengaku tidak akan membekukan aset kripto milik warga negara Rusia.

Di tengah banyaknya perusahaan yang menghentikan bisnisnya di Rusia akibat konflik militer di Ukraina, beberapa perusahaan di industsri cryptocurrency justru membela hak-hak warga negara Rusia yang tidak terkena sanksi.

Bitfinex mengumumkan tidak akan membekukan akun pelanggan Rusia biasa yang tidak menjadi masuk ke daftar sanksi ekonomi, kecuali jika mereka dipaksa untuk membekukan seluruh akun pengguna asal Rusia.

Juru bicara Bitfinex menekankan, perusahaannya telah mengambil keputusan hanya akan membekukan akun pengguna Rusia yang masuk ke dalam daftar sanksi.

“Seperti semua akun pelanggan kami, kami bekerja untuk memastikan bahwa tidak ada gerakan atau tindakan tidak teratur yang mungkin bertentangan dengan sanksi internasional yang berlaku,” kata juru bicara tersebut, yang dikutip dari laman cointelegraph.com via Tribunnews.com, Jumat (11/3/2022).

Juru bicara Bitfinex juga berujar, memblokir akun pengguna Rusia biasa atas konflik yang sedang berlangsung menjadi sangat tidak adil, karena tindakan pemerintah mungkin tidak mewakili setiap individu yang tinggal di sana.

“Pandangan kami adalah bahwa tindakan pemerintah tidak selalu mewakili keinginan individu. Kecuali jika kami diarahkan oleh otoritas pengatur yang mengatur kami, kami ingin melindungi akun semua pelanggan kami,” tambahnya.

Juru bicara Bitfinex menolak untuk memberikan komentar mengenai pasar mereka di Rusia, namun ia menyatakan jika Bitfinex memang melayani pelanggan di Rusia.

Diluncurkan kembali pada tahun 2012, Bitfinex adalah salah satu pertukaran kripto terbesar di dunia. Menurut data dari CoinGecko, volume perdagangan harian pertukaran kripto ini berjumlah lebih dari 800 juta dolar AS.

Rusia dapat pembatasan akses kripto

Negara Amerika Serikat (AS), Eropa, dan sekarang Jepang tengah menyiapkan kebijakan untuk membatasi Rusia dalam bertransaksi aset kripto. Hal ini untuk mencegah negara yang dipimpin oleh Vladimir Putin tersebut menghindari sanksi ekonomi atau keuangan dari negara-negara Barat.

Dilansir dari Nikkei Asia via Warta Ekonomi, kelompok industri kripto Jepang dan pejabat pemerintah mulai membahas kemungkinan aturan baru itu pada Kamis (3/2). Hal ini termasuk melarang pertukaran kripto dengan memfasilitasi transaksi yang melibatkan warga Rusia. Dikhawatirkan jadi salah satu cara hindari sanksi ekonomi.

Negara-negara Barat khawatir aset kripto bisa menjadi celah bagi orang kaya Rusia untuk mengirim uang ke luar negeri, yang praktis menghindari sanksi.

Sanksi tersebut termasuk kesepakatan oleh AS, Jepang dan Uni Eropa untuk memblokir bank-bank besar Rusia dari jaringan pembayaran global SWIFT.

Para menteri keuangan Uni Eropa sepakat pada Selasa (1/3) untuk menyelidiki lebih lanjut tindakan untuk menghindari sanksi, terutama dengan penggunaan aset kripto.

Menurut Naoyuki Iwashita, mantan kepala pusat teknologi keuangan Bank of Japan dan sekarang menjadi profesor di Universitas Kyoto menuturkan, ini bukan pertama kalinya aset kripto digunakan untuk hal semacam itu.

Selama krisis keuangan di Siprus pada 2013, pemerintah memberlakukan kontrol modal untuk mencegah rush money, termasuk pembekuan deposito.

Negara ini telah lama menjadi surga pajak bagi orang kaya Rusia, dan diperkirakan banyak yang bergegas menukar uang mereka dengan Bitcoin ketika kontrol diumumkan.

“Ini adalah salah satu kasus besar pertama di mana mata uang kripto digunakan untuk pencucian uang,” kata Iwashita.

“Barat takut Rusia sudah mengambil metode yang sama.”

 

 

 

Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada

Exit mobile version