JAKARTA, duniafintech.com – Tren terjadinya beberapa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) belakangan ini tentu membuat karyawan yang terdampak cukup kelimpungan untuk melanjutkan kehidupannya. Namun, bagi karyawan yang telah ikut program BPJS Ketenagakerjaan mungkin bisa sedikit lega.
Sebab, BPJS Ketenagakerjaan memiliki program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang memang dikhususkan untuk peserta yang terkena PHK.
Melansir Kontan, Deputi Direktur Bidang Humas dan Antar Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Oni Marbun bilang pihaknya siap memberikan manfaat program JKP berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja dan pelatihan kerja.
Adapun, pemberian manfaat JKP tersebut berasal dari subsidi pemerintah sebesar 0.22% dan rekomposisi iuran program JKK sebesar 0.14% dan JKM sebesar 0.10%. Dan memang, peserta tidak dibebankan iuran tambahan.
“Sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, Pemerintah memberikan modal awal sebesar Rp6 Triliun yang telah direalisasikan pada akhir bulan Desember 2021,” ujar Oni.
Dari sejak diberlakukan dari Februari sampai dengan tanggal 15 Juni 2022, jumlah tenaga kerja yang sudah mendapatkan manfaat uang tunai dari program JKP sebanyak 1.917 orang dengan nominal manfaat Rp5,8 miliar.
Secara rinci, di bulan Juni sendiri hingga 15 Juni 2022, dimana tren PHK banyak terjadi, sudah ada 334 tenaga kerja yang melakukan klaim JKP. Nilai manfaat uang tunai yang telah dibayarkan mencapai Rp 1.24 miliar.
Baca juga: Kelas Standar BPJS Kesehatan, Apa Saja Fasilitas Ruang Inapnya?
Sementara itu, pembayaran JKP pada Mei menjadi yang terbesar dengan nilai mencapai Rp 2,09 miliar. Manfaat uang tunai tersebut diberikan pada 474 tenaga kerja yang telah di PHK.
“Harapannya dengan program JKP ini pekerja dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak saat terjadi risiko akibat pemutusan hubungan kerja seraya berusaha mendapatkan pekerjaan kembali,” imbuh Oni.
Sebagai informasi, hingga akhir Mei 2022, jumlah dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan telah senilai Rp 587,7 triliun atau tumbuh sekitar 6,03% secara year to date. Dana tersebut paling banyak dialokasikan ke dalam instrumen Obligasi sebanyak 65% dari portofolio.
“Deposito sebanyak 16,5%, Obligasi 65%, Saham 11,3%, Reksadana 6,8% dan Investasi langsung 0,4%,” pungkasnya.
Baca juga: Bahaya! Penambang Kripto Dibidik Para Hacker, Kenali 3 Modus Serangan Ini
Baca juga: BPJS Jadi Syarat Jual Beli Tanah, ATR/BPN: Tak Pengaruhi Skema Perdagangan
Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada