duniafintech.com – PT Bali Bintang Sejahtera yang menaungi klub Liga 1, Bali United mulai melakukan penjualan perdana saham mereka pada hari Senin kemarin dengan membuka gerai penawaran atau penjualan umum saham di Hotel Inna Bali Heritage, Denpasar, Bali.
Menurut informasi di Tribunnews, gerai tersebut akan dibuka hingga 12 Juni 2019 besok di lokasi yang sama.
PT Bali Bintang Sejahtera telah mendapatkan pernyataan efektif atas pernyataan pendaftaran mereka untuk melakukan Penawaran Umum Perdana Saham (IPO) pada tanggal 31 Mei 2019 lalu dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Bersamaan dengan pernyataan efektif tersebut, OJK juga telah menetapkan saham Perseroan sebagai Efek Syariah.
Bukan karena kebetulan, pilihan lokasi gerai di Denpasar yang berada di pusat Bali, memang disengaja agar dapat memudahkan para pendukung, fans dan masyarakat yang ingin membeli dan memiliki saham dari klub kesayangannya, Bali United.
CEO Klub Bali United, Yabes Tanuri, berharap selama pembukaan gerai, masyarakat Bali akan lebih dahulu mendapat kesempatan untuk membeli saham Bali United.
Menurut sajian berita Bolalob, kemarin Yabes mengatakan:
“Hari ini tangggal 10-12 kenapa kita melakukannya di Bali, biasanya perusahaan lain memilih ibukota. Kita memilih Bali karena ingin suporter dan fans memiliki saham perdana di Bali United.”
Bali United melepas sebanyak 2 Miliar saham atau 33,33 persen dari modal yang disetor, dengan harga IPO di Rp 175 per lembar saham atau Rp 17.500 per 1 lot saham sehingga jika semua saham terserap habis, Bali United dapat mengharapkan peroleh dana segar sebanyak Rp 350 Miliar.
Sekedar informasi, perseroan akan dicatatkan dan mulai dapat diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tanggal 17 Juni 2019 mendatang dengan tiker (kode saham) BOLA.
Hal ini telah membuat Bali United tercatat sebagai klub sepak bola Indonesia pertama yang ter-listing di BEI.
Menurut sajian berita Bisnis pada bulan Februari lalu, telah berkembang kabar bahwa ada dua klub sepakbola Tanah Air yang berencana untuk melantai di BEI, yaitu Bali United dan Persija.
I Gede Nyoman Yetna Setya, Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia, pada saat itu mengatakan:
“Persija belum ke IDX. Bali United sudah menyampaikan rencana secara lisan, namun belum menyampaikan dokumen.”
Bergeser ke sektor Multifinance, berdasarkan data dari OJK, opsi pendanaan dari luar negeri masih menjadi pilihan bagi pelaku usaha Multifinance.
Sampai bulan April 2019 saja, nilai pendanaan asing yang diterima oleh industri Multifinance telah mencapai Rp 102,84 Triliun, atau naik sebesar 12,97% dibandingkan periode yang sama di tahun lalu yaitu sebesar Rp 91,03 Triliun.
Menurut Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiratno, tren pendanaan dari luar negeri cenderung meningkat karena pelaku usaha masih mencari kesempatan untuk memperoleh pendanaan baru ketika perbankan dalam negeri lebih selektif memberikan pinjaman, dikutip dari sajian berita Kontan. Suwandi pun mengatakan:
“Ketatnya likuiditas di dalam negeri membuat perbankan dari luar negeri menawarkan pinjaman [kepada pelaku usaha Multifinance].”
Suwandi pun memperkirakan bahwa pendanaan asing semakin menggemuk hingga akhir tahun. Suwandi memproyeksikan pinjaman dari luar negeri bisa tumbuh sekitar 14%–15% secara Year-on-Year (YoY) seperti yang terjadi pada tahun lalu.
Image by Michelle Maria from Pixabay
-Syofri Ardiyanto-