JAKARTA, duniafintech.com – Bank Indonesia mencatat posisi cadangan devisa hingga akhir September mengalmai penurunan US$130,8 jika dibandingkan pada akhir Agustus 2022 yaitu sebesar US$132,2 miliar.
Menurut Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono mengungkapkan penurunan posisi cadangan devisa pada bulan September 2022 dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar Rupiah sejalah dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global.
Dia menilai posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiyaan 5,9 bulan impor atau 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan.
“Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas markroekonomi dan sistem keuangan,” kata Erwin.
Baca juga: Yakin Utang Indonesia Terkecil Dengan Negara Lain? ini Jawabannya
Oleh karena itu, dia mengatakan pihaknya memandang cadangan devisa Indonesia tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga.
“Seiring dengan berbagai respon kebijakan dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung proses pemulihan ekonomi nasional,” kata Erwin.
Baca juga: Harta Karun Indonesia Masih Berlimpah, Siap Jadi Raja di Dunia
Cadangan Devisa Indonesia – Utang Indonesia Lebih Tinggi Dibanding Negara Berkembang Lainnya
Sebelumnya, Berdasarkan data yang diperoleh dari International Debt Statistics Bank Dunia 2022. Posisi utang luar negeri Indonesia terakhir mencapai US$417,5. Posisi utang tersebut ternyata lebih tinggi jika dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Seperti Thailand sebesar US$204 miliar, Vietnam sebesar US$ 125 miliar dan Filipina sebesar US$94 miliar.
Menurut Direktur Center for Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara dengan posisi utang tersebut, posisi utang Indonesia diantara negara lower-middle income country tergolong jumlah utang besar. Sebab, mengacu kepada pertumbuhan angka utang Indonesia meningkat 30,9 persen sejak tahun tahun 2016.
Dia menambahkan secara komposisi utang pun tidak bisa dikategorikan sebagai utang pemerintah saja. Tetapi utang yang berasal dari penugasan pembangunan infrastruktur oleh BUMN.
“Ini kan dikategorikan sebagai utang yang seolah-olah bukan utang pemerintah. Ini sebenarnya juga ada kaitannya dengan resiko ke APBN,” kata Bhima.
Kemudian, dia menambahkan secara rasio cadangan devisa Indonesia terhadap total utang pun semakin melemah. Pada tahun 2020, reserves to external debt stocks berada pada level 31 persen, sementara tahun 2010 ada di level 47 persen.
Artinya, secara lajur utang dengan kemampuan menghasilkan devisa tidak berbanding lurus. Akibatnya tekanan selisih kurs akan membuat beban utang meningkat signifikan, selain itu yang perlu diperhatikan yaitu kenaikan tingkat suku bunga.
“Ini akan membuat Indonesia harus membayar lebih mahal bunga utang baru kedepannya,” kata Bhima.
Baca juga: Negara Paling Bangkrut di Dunia, Indonesia Termasuk? Cek ini Faktanya..
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com