JAKARTA, duniafintech.com – Menjelang akhir tahun 2021 sekaligus awal tahun baru 2022, masyarakat di tanah air justru menghadapi dilema besar. Pasalnya, pendapatan buruh atau Upah Minimum Provinsi (UMP) di daerah hanya naik tipis alias sedikit, sementara harga bahan pokok semakin tidak terjangkau.
Sebagaimana jamak diwartakan sebelumnya, sejumlah barang dan kebutuhan pokok saat ini harganya naik tajam secara bersamaan. Adapun dengan hitungan baru upah minimum provinsi (UMP) dengan aturan turunan UU Cipta Kerja, saat ini diketahui rata-rata upah minimum secara nasional hanya naik 1,09%.
Sebagai contoh, UMP Jawa Barat yang hanya naik 1,72% atau Rp31.135 menjadi pada tahun depan atau UMP Banten yang naik tipis 1,63% atau sekitar Rp40 ribuan. Hal-hal semacam itu dianggap hanya akan menambah beban bagi masyarakat.
Dikatakan Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad, kondisi sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi. Dalam hal ini, masyarakat belum sepenuhnya merasakan dampak dari pemulihan ekonomi, malah dikejutkan dengan adanya kenaikan harga bahan pokok dan hal itu justru menjadi beban baru bagi masyarakat.
“Dari situasi ini, mulai saat ini hingga tahun depan, beban masyarakat akan makin tinggi. Sementara itu, proses recovery ekonomi ini belum optimal. Pertumbuhan ekonomi masih jauh lebih rendah dengan penurunan kemiskinan dan pengangguran,” ucapnya, dilangsir dari Detikcom, Selasa (28/12).
Terlebih lagi, dalam pandangannya, banyak sekali kebijakan pemerintah yang juga memberatkan beban masyarakat. Sebagai contoh, peralihan BBM ke Pertamax yang menimbulkan biaya tambahan untuk kebutuhan bensin atau juga rencana kenaikan tarif listrik yang akan dilakukan pada tahun depan.
Ia menilai, dampaknya adalah pertumbuhan ekonomi tidak akan berjalan optimal sebab dengan harga yang naik dan pendapatan yang tetap rendah, kemungkinan masyarakat akan mengurangi konsumsinya.
“Dampaknya, tentu saja pertumbuhan ekonomi akan berjalan tidak optimal. Konsumsi pasti turun karena harga relatif naik, tapi pendapatan pun segitu-gitu aja, naik pun tipis,” jelasnya.
Pada akhirnya, kata dia lagi, kesenjangan sosial bakal kian lebar. Adapun di tengah kenaikan harga yang terjadi, orang kaya dianggap akan lebih leluasa untuk mengatur keuangannya sebab golongan ini lebih punya banyak cadangan uang ketimbang kelompok menengah ke bawah.
“Dampak lainnya yang terjadi adalah kesenjangan akan makin tinggi karena masyarakat menengah ke atas kan mereka lebih leluasa mengatur keuangannya. Melihat trennya, mereka banyak menyimpan uang di SBN dan sebagainya. Ini cenderung akan meningkatkan kesejahteraan mereka saja,” tuturnya.
Di sisi lain, sambungnya, bagi kalangan menengah ke bawah, kondisi ini akan makin terbebani dengan adanya kenaikan harga, tetapi upah tak kunjung membaik.
“Harga relatif naik, pendapatan juga naik tipis. Apa bisa mengantisipasi kenaikan harga? Orang yang miskin ya akan makin sulit,” tandasnya.
Kemiskinan terselubung
Dikatakan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, kenaikan upah tidak mampu untuk mengimbangi kenaikan harga-harga barang kebutuhan pokok.
Di samping itu, hal ini pun dikhawatirkan bakal menjadi ancaman bagi para pekerja kelas menengah dan menengah ke bawah. Ia berpandangan, kalau hal ini terus terjadi, akan bisa membuat para pekerja tetap jatuh miskin kendati punya pekerjaan dan upah yang tetap.
“Ya kalau kenaikan upah minimumnya kecil sekali, sementara harga barang terlampau mahal, maka ini ancaman serius bagi kelas menengah rentan. Seakan pekerja itu dapat upah, tapi bisa masuk kategori miskin,” sebutnya.
Menurutnya, kenyataan yang harus dihadapi masyarakat ini bisa membuat banyak kemiskinan terselubung pada tahun depan. Orang miskin itu, imbuhnya, merupakan para pekerja yang bukan pengangguran dan memiliki upah, tetapi tak mampu memenuhi biaya hidup.
“Jadi, orang miskin itu bukan karena tidak bekerja atau pengangguran, tapi dia bekerja, sementara pendapatan yang diterima tidak cukup untuk biaya hidup. Gawat kalau begitu, ada kemiskinan terselubung tahun depan,” tuntasnya.
Penulis: Kontributor
Editor: Anju Mahendra