JAKARTA, duniafintech.com – Potensi resesi ekonomi melanda dunia pada tahun 2024 ini menjadi sorotan banyak pihak, khususnya di kalangan ekonom.
Adapun ekonom senior yang juga mantan menteri keuangan periode 2013—2014, Chatib Basri, bicara soal proyeksi pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan China.
Ia melihat, untuk Amerika Serikat, peluang terjadinya resesi ekonomi di negara tersebut kecil pada tahun ini.
Di lain sisi, untuk China, terkait potensi resesi ekonomi yang melanda dunia pada 2024, diproyeksikan pertumbuhan ekonominya akan melambat.
Baca juga: Pemilu 2024 Dinilai akan Jadi Momentum Positif bagi Ekonomi Indonesia
“Saya rasa, probabilitas resesi di Amerika Serikat kecil tahun ini, growth akan relatif lebih baik di Amerika. Jadi, saya setuju dengan itu, probabilitas resesinya kecil di AS. China akan ada slowdown, tapi enggak ada resesi,” ucap Chatib ketika ditemui dalam Forum diskusi IFF yang digelar di Astor Ball Room St. Regis Hotel Jakarta, Senin (29/1/2024), seperti dikutip dari Liputan6.com.
Diterangkannya, ada perbedaan antara resesi dengan perlambatan ekonomi. Ia berpandangan, perlambatan pertumbuhan ekonomi artinya ekonomi di negara itu melambat, tetapi tidak mengalami resesi.
Sementara itu, resesi berarti bahwa sudah pasti negara itu pertumbuhan ekonominya negatif.
“Bedakan antara resesi dengan slowdown. Kalau slowdown itu tumbuh tapi melambat, kalau resesi pertumbuhannya negatif, China gak akan tumbuh negatif, tahun ini mungkin dia bisa tumbuh 4,5 persen,” jelasnya.
Terkait pengaruhnya terhadap perekonomian Indonesia, mantan Menteri Keuangan tersebut menilai bahwa jika di Amerika Serikat terjadi resesi maka akan mempengaruhi kebijakan The Fed terkait penurunan suku bunga.
Baca juga: Dorong Ekonomi RI, Pemerintah akan Bentuk Koridor Cincin Nusantara
“Mungkin Fed akan turunkan tingkat bunga 2—3 kali di paruh kedua 2024, challenge-nya adalah defisit di AS itu masih besar, jadi akan ada kebutuhan bond issuance yang cukup besar,” paparnya.
Potensi Resesi Ekonomi Melanda Dunia di 2024
Di lain sisi, kalau kemungkinann resesi di Amerika itu mengecil maka orang tidak akan memegang obligasi (bonds) lantaran uang warganya digunakan untuk transaksi yang lain.
“Jadi, demand bonds akan turun, supply-nya naik, maka price akan jatoh dan yeild akan naik, ini yang akan membuat The Fed harus hati-hati dalam menurunkan tingkat suku bunga,” sebutnya.
Hasilnya, kalau The Fed menurunkan tingkat suku bunga maka kemungkinan rupiah akan menguat.
“Mestinya kalau lihat dari efek dari global, kalau Fed itu menurunkan suku bunga, mestinya rupiah bisa menguat,” tutupnya.
Baca juga: Terungkap! Inilah 5 Sektor Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2024
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com