duniafintech.com – Facebook Inc dengan Microsoft Corp menjalin kerjasama untuk mengadakan kompetisi “Deepfake Detection Challenge”. Deepfake merupakan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) yang dapat membuat video atau audio palsu menggunakan referensi material yang sudah ada. Istilah ini sudah ada sejak tahun 2017.
Kemampuan deepfake untuk menimpa muka seseorang dengan muka lain yang juga bergerak mengikuti ekspresi aslinya berasal dari proses pembelajaran mesin, atau machine learning. Mitra AI dan beberapa Universitas turut berpartisipasi dalam pembuatan dataset untuk menguji alat deteksi dalam acara ini.
Baca Juga : Implementasi Firewall Terbaik untuk Memblokir Ransomware
Facebook akan menggelontorkan dana sebesar $10 juta dalam kompetisi yang diadakannya dengan tujuan untuk biaya penelitian deteksi, dan beberapa penghargaan akan diberikan kepada peserta untuk memacu kreatifitas dan lebih mudah untuk menemukan konten-konten palsu.
Menjelang pemilihan Presiden Amerika Serikat yang akan dilaksanakan pada November 2020 mendatang, media sosial seringkali digunakan untuk menyebarkan konten palsu. Untuk itu facebook meluncurkan kompetisi ini untuk mengatasi ancaman deepfake yang menggunakan teknologi AI untuk membuat video hiper-realistis dimana seseorang seolah-olah mengatakan sesuatu padahal tidak sama sekali.
Sampai saat ini, masih belum ditemukan video deepfake yang mengandung konten politik Amerika Serikat sebagai pokok utama pembahasan dengan kualitas yang baik. Namun baru-baru ini ditemukan video manipulasi dari seorang Ketua DPR Nancy Pelosi yang sedang menyampaikan pidatonya dengan ucapan tampak cadel.
Baca Juga : AI Startup Pitch Jadi Incaran Para Penggiat Startup AI
Pada bulan Agustus lalu, Komite Nasional Demokrat mendemonstrasikan video deepfake dengan menampilkan pidato salah satu ketuanya sendiri Tom Perez melalui skype yang membuat audiens berfikir bahwa Tom Perez tidak hadir dalam acara tersebut. Padahal sebenarnya Tom Perez berada diruangan bersama audience.
Beberapa peneliti dari Tandon School Universitas, New York mengerjakan penelitian sistem otentik video atau gambar menggunakan sistem digital watermark. Namun perkembangan yang cepat dari teknologi deepfake membuat perlombaan diantara pembuat deepfake dengan mereka yang mencoba mendeteksi video.
“Fenomena ini seperti permainan kucing dan tikus. Jika kami merancang deteksi untuk deepfake, mereka akan semakin gencar membuat sistem deepfake.” Ujar Siddharth Garg, Asisten Profesor Teknik Komputer Tandon School.
Teknologi ini juga akan lebih mudah diakses oleh masyarakat umum. Minggu lalu, China meluncurkan suatu produk aplikasi bernama Zao yang memungkinkan pengguna untuk mengakses suatu konten yang menggunakan deepfake.
Para pembuat aplikasi deepfake online juga memanfaatkan pasar ini untuk mendeteksi deepfake yang lebih mudah dibuat. Di negara-negara maju seperti Polandia dan Jepang membuat masyarakatnya lebih mudah mengakses deepfake dengan mengunggah tutorial di Youtube.
Ketua Komite Intelijen Adam Schiff, meminta Facebook, Twitter Inc, dan Alphabet Inc. Google, dan YouTube, agar rencana mereka di beberkan secara transparan. Facebook mengatakan pihaknya telah menghabiskan $ 7,5 juta untuk tim di Universitas California, Berkeley, Universitas Maryland dan Universitas Cornell dalam menanggapi ancaman tersebut.
-Vidia Hapsari-