Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) baru saja selesai menggelar Ijtima Ulama ke-7. Dalam ijtima tersebut, para ulama menyepakati 12 poin bahasan yang mana salah satunya menyangkut cryptocurrency atau crypto yang dinilai haram sebagai jual beli.
Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh mengungkapkan, hasil putusan Ijtima ulama tersebut mengeluarkan fatwa bahwa crypto haram sebagai mata uang atau alat transaksi.
“Penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram, karena mengandung gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 Tahun 2015,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis,(11/11).
Haram Karena Mengandung Gharar, Dharar, dan Qimar
Asrorun menuturkan, cryptocurrency sebagai komoditi atau aset digital tidak sah diperjual belikan karena mengandung gharar, dharar, qimar.
Gharar adalah ketidakpastian dalam transaksi yang diakibatkan dari tidak terpenuhinya ketentuan syariah dalam transaksi. Dampak dari transaksi yang mengandung gharar tersebut adalah adanya pendzaliman atas salah satu pihak yang bertransaksi sehingga hal ini dilarang dalam islam.
Sedangkan dharar adalah transaksi yang dapat menimbulkan kerusakan, kerugian, ataupun ada unsur penganiayaan, sehingga bisa mengakibatkan terjadinya pemindahan hak kepemilikan secara bathil.
Adapun, qimar adalah suatu bentuk permainan yang didalamnya dipersyaratkan, jika salah seorang pemain menang maka ia akan mengambil keuntungan dari pemain yang kalah dan sebaliknya.
Asrorun melanjutkan, selain yang disebutkan di atas, cryptocurrency dianggap haram karena tidak memenuhi syarat sil’ah secara syar’i, yaitu ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik dan bisa diserahkan ke pembeli.
Eits, Tidak Melulu Haram Jika Memenuhi Syarat Ini
Namun, ditegaskan bahwa cryptocurrency sebagai komoditi atau aset yang memenuhi syarat sebagai sil’ah dan memiliki underlying, serta memiliki manfaat yang jelas hukumnya sah untuk diperjualbelikan.
“Cryptocurrency sebagai komoditi atau aset yang memenuhi syarat sebagai sil’ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas sah untuk diperjualbelikan,” tuturnya.
Selain mengeluarkan fatwa terkait cryptocurrency, ijtima ulama MUI juga menyepakati makna jihad, khilafah dalam konteks NKRI, kriteria penodaan agama, tinjauan pajak bea cukai dan juga retribusi untuk kepentingan kemaslahatan.
Selain itu juga membahas panduan pemilu dan pemilukada yang lebih bermaslahat bagi bangsa, dan distribusi lahan untuk pemerataan dan kemaslahatan.
Kemudian, juga membahas tentang hukum pinjaman online, hukum transplantasi rahim, hukum cryptocurrency, penyaluran dana zakat dalam bentuk qardhun hasan, hukum zakat perusahaan, dan hukum zakat saham.
Apa itu Cryptocurrency
Adapun, cryptocurrency adalah salah satu jenis aset digital atau mata uang digital. Mata uang ini sangat berbeda dengan uang fisik dimana mata uang terenkripsi dan bisa digunakan untuk transaksi virtual melalui Internet.
Crypto mempunyai sifat desentralisasi, artinya tidak ada satu pihak pun yang menjadi perantara transaksi. Oleh karena itu, pembayarannya menggunakan peer-to-peer artinya pembayarannya terjadi secara langsung antara pengirim dan penerima.
Semua transaksi tercatat melalui sistem dan keamanan terbaik. Karena sifatnya yang desentralisasi, cryptocurrency membutuhkan spesifikasi komputer yang kompleks dengan proteksi tinggi. Biasanya, platform blockchain akan membantu untuk menyederhanakan proses transaksi.
Penulis : Nanda Aria
Editor : Gemal A.N. Panggabean