Site icon Dunia Fintech

Cryptocurrency: Diharamkan MUI, Dilegalkan Bappebti

fatwa haram cryptocurrency

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) akhirnya buka suara terkait fatwa haram cryptocurrency sebagai mata uang. Fatwa tersebut dikeluarkan oleh Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Fatwa tersebut dikeluarkan usai Komisi Fatwa MUI menggelar Ijtima Ulama ke-7. Dalam ijtima tersebut, para ulama menyepakati 12 poin bahasan yang mana salah satunya menyangkut cryptocurrency.

Menanggapi hal tersebut Kepala Bappebti, Kementerian Perdagangan, Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan, sebagai mata uang, cryptocurrency memang dilarang di Indonesia.

Alasannya, karena mata uang yang resmi dan diakui di Indonesia sebagai alat pembayaran yang sah hanya mata uang rupiah.

“Sebagai mata uang atau alat pembayaran memang uang kripto dilarang karena alat pembayaran di Indonesia yang sah adalah rupiah,” katanya kepada Duniafintech.com, Jumat (12/11).

Hanya saja, lanjutnya, sebagai komoditas aset digital, cryptocurrency tidak dilarang oleh pemerintah dan bisa diperdagangkan secara sah. Apalagi jika memiliki underlying atau mempunyai manfaat bagi masyarakat.

“Namun sebagai komoditi aset digital bisa diperdagangkan selama mempunyai underlying atau mempunyai manfaat bagi masyarakat,” ujarnya.

Kendati demikian, tidak semua aset kripto dapat diperdagangkan secara sah di Indonesia. Saat ini, sambungnya, hanya ada 229 aset kripto yang dapat diperdagangkan di dalam negeri.

“Tidak semua aset kripto yang ada di dunia bisa diperdagangkan di Indonesia, saat ini hanya ada 229 aset kripto yang dapat diperdagangkan secara fisik,” ucapnya.

Fatwa Haram Cryptocurrency MUI

Sebelumnya Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh mengatakan bahwa, berdasarkan hasil putusan Ijtima ulama MUI telah diputuskan untuk mengharamkan cryptocurrency sebagai salah satu mata uang.

“Penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram, karena mengandung gharar, dharar, dan bertentangan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17 Tahun 2015,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Kamis,(11/11).

Asrorun menuturkan, cryptocurrency sebagai komoditi atau aset digital tidak sah diperjual belikan karena mengandung sifat gharar, dharar, dan qimar.

Gharar adalah ketidakpastian dalam transaksi yang diakibatkan dari tidak terpenuhinya ketentuan syariah dalam transaksi. Dampak dari transaksi yang mengandung gharar tersebut adalah adanya pendzaliman atas salah satu pihak yang bertransaksi sehingga hal ini dilarang dalam islam.

Sedangkan dharar adalah transaksi yang dapat menimbulkan kerusakan, kerugian, ataupun ada unsur penganiayaan, sehingga bisa mengakibatkan terjadinya pemindahan hak kepemilikan secara bathil.

Adapun, qimar adalah suatu bentuk permainan yang didalamnya dipersyaratkan, jika salah seorang pemain menang maka ia akan mengambil keuntungan dari pemain yang kalah dan sebaliknya.

Asrorun melanjutkan, selain yang disebutkan di atas, cryptocurrency dianggap haram karena tidak memenuhi syarat sil’ah secara syar’i, yaitu ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik dan bisa diserahkan ke pembeli.

Tidak Melulu Haram Jika Memenuhi Syarat Tertentu

Namun, ditegaskannya bahwa cryptocurrency sebagai komoditi atau aset yang memenuhi syarat sebagai sil’ah dan memiliki underlying, serta memiliki manfaat yang jelas hukumnya sah untuk diperjualbelikan.

“Cryptocurrency sebagai komoditi atau aset yang memenuhi syarat sebagai sil’ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas sah untuk diperjualbelikan,” tuturnya.

Hanya saja tidak dijelaskan lebih lanjut perihal memiliki manfaat bagi masyarakat seperti apa yang dimaksudkannya.

Adapun, selain mengeluarkan fatwa terkait cryptocurrency, ijtima ulama MUI juga menyepakati makna jihad, khilafah dalam konteks NKRI, kriteria penodaan agama, tinjauan pajak bea cukai dan juga retribusi untuk kepentingan kemaslahatan.

Selain itu juga membahas panduan pemilu dan pemilukada yang lebih bermaslahat bagi bangsa, dan distribusi lahan untuk pemerataan dan kemaslahatan.

Kemudian, juga membahas tentang hukum pinjaman online, hukum transplantasi rahim, hukum cryptocurrency, penyaluran dana zakat dalam bentuk qardhun hasan, hukum zakat perusahaan, dan hukum zakat saham.

 

Penulis: Nanda Aria

Editor: Anju Mahendra

Exit mobile version