Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan penyelenggara fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman daring (pindar) menjadi pelapor Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) mulai 31 Juli 2025.
Adapun ketentuan itu tertuang dalam POJK 11/2024 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/POJK.03/2017 tentang Pelaporan dan Permintaan Informasi Debitur melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
Mengenai hal itu, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman memastikan saat ini seluruh penyelenggara fintech lending telah ditetapkan sebagai pelapor SLIK.
“Oleh karena itu, penyelenggara wajib menyampaikan laporan debitur pertama kali paling lambat tanggal 12 bulan keempat, terhitung sejak tanggal penetapan sebagai pelapor,” ungkapnya dalam lembar jawaban tertulis RDK OJK, Senin (8/9).
Lebih lanjut, Agusman menyampaikan ketentuan itu memberikan waktu bagi pelaku usaha untuk mempersiapkan sistem pelaporan dan memastikan kualitas data sebelum pelaporan pertama dilakukan, guna memenuhi prinsip keterbukaan dan akurasi data yang berlaku dalam SLIK.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Entjik Djafar tak memungkiri bahwa bergabungnya data fintech lending ke SLIK membutuhkan persiapan yang matang.
“Sebab, database borrower pindar sangat banyak dan jumlahnya kecil-kecil, sehingga memerlukan persiapan yang matang, terutama integrasi data ke OJK,” tuturnya beberapa waktu lalu.
Entjik menyampaikan persiapan sebenarnya sudah dimulai dari tahun lalu. Dia bilang pihak OJK telah bekerja keras dengan AFPI untuk persiapannya.
Dengan adanya penggunaan atau implementasi SLIK ke depannya, Entjik berharap hal itu akan sangat membantu menurunkan risiko kredit macet, sekaligus mendorong peningkatan edukasi agar masyarakat memahami perlunya membayar pinjaman tepat waktu.
Slik dan Risiko Hukum Galbay Pinjol
1. Jika Pinjol Legal (berizin OJK)
- Risiko Perdata
- Utang tetap tercatat, jadi Anda bisa ditagih sesuai perjanjian.
- Jika tidak membayar, pinjol berhak menempuh jalur hukum perdata (gugatan ke pengadilan/perdata wanprestasi).
- Risiko Pencatatan Kredit (BI Checking/SLIK OJK)
- Nama Anda akan masuk daftar hitam (kolektibilitas buruk), yang berdampak pada sulitnya mengajukan kredit di bank, leasing, KPR, atau pinjaman resmi lainnya.
- Risiko Penagihan
- Debt collector akan menagih sesuai aturan OJK (tidak boleh kasar, tidak boleh mempermalukan, hanya dihubungi pada jam kerja tertentu).
2. Jika Pinjol Ilegal (tidak berizin OJK)
- Secara hukum
- Pinjol ilegal tidak punya kekuatan hukum yang sah, jadi sulit menuntut Anda secara resmi di pengadilan.
- Namun, secara perdata tetap ada hubungan utang piutang, jadi masih bisa saja diajukan gugatan perdata, meskipun jarang terjadi karena tidak melalui mekanisme legal yang sah.
- Risiko Non-Hukum (Lebih Besar)
- Teror penagihan kasar: ancaman, intimidasi, sebar data kontak, bahkan pelecehan.
- Penyalahgunaan data pribadi (KTP, kontak HP, foto, media sosial).
- Stres psikologis dan tekanan sosial karena penyebaran informasi.
3. Hal yang Perlu Dipahami
- Tidak ada risiko pidana murni hanya karena gagal bayar pinjol (utang = ranah perdata).
- Pidana bisa timbul kalau ada penipuan dari pihak peminjam (misalnya menggunakan data palsu saat mengajukan pinjaman).
- Untuk pinjol ilegal, justru mereka yang melanggar hukum (UU ITE, UU Perlindungan Data Pribadi, UU Perbankan, dsb).