Site icon Dunia Fintech

Gara-gara Mafia Migas, Ahok Ragu Premium akan Dihapus Tahun Depan

premium dan pertalite dihapus tahun depan

JAKARTA, duniafintech.com – Pada tahun depan, pemerintah melalui PT Pertamina berencana untuk menghapus Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium. Namun, seperti diketahui, wacana penghapusan jenis BBM yang dikonsumsi oleh banyak orang Indonesia ini memang sudah didengungkan sejak jauh hari.

Akan tetapi, wacana ini masih tidak kunjung terealisasi sehingga Premium tetap ada hingga sekarang ini. Upaya menghapus Premium yang terkesan sulit ini diduga lantaran adanya mafia migas atau pemburu ritel impor. Anggapan itu pun disetujui oleh Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

“Setuju,” ucapnya, seperti dilangsir dari Detikcom pada Selasa (28/12).

Dikatakan mantan gubernur DKI Jakarta ini, untuk menghasilkan Premium mesti mengalami proses percampuran sehingga oktan turun. Padahal, kilang modern menghasilkan BBM dengan oktan tinggi. Ahok pun mempertanyakan hal itu.

Ia pun memamparkan, banyak yang menyuarakan Premium tidak boleh dihapus mengatasnamakan rakyat, padahal hampir 80% konsumen BBM memakai Pertalite.

“Kilang modern hasilkan BBM oktannya tinggi. Mau jualan Premium harus campur nafta buat turunkan lagi. Mungkin ini jadi kerjaan tambahan? Dan ada pemasok? Dan belinya terbatas dan tertentu? Dan sering sekali atas nama rakyat, Premium nggak boleh dihapus. Faktanya, hampir 80% pengisi BBM itu pakai Pertalite,” bebernya.

Pada mulanya, dugaan adanya pemburu rente ini disampaikan oleh Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi. Ia menerangkan, penghapusan BBM jenis Premium bakal akan memberikan keuntungan bagi Pertamina. Pasalnya, hal itu akan mengurangi biaya transportasi dan mengurangi biaya subsidi yang selama ini diberikan kepada BUMN migas ini.

Akan tetapi, dirinya ragu penghapusan Premium akan dilakukan tahun depan. Hal itu karena wacana penghapusan memang sudah sejak lama disuarakan, tetapi tidak kunjung berjalan. Dalam dugaannya, hal itu terjadi lantaran pemburu rente impor.

“Saya tidak yakin tahun depan Premium benar-benar dihapuskan. Pasalnya, sejak 2017 penghapusan Premium sudah diwacanakan, tetapi hingga kini tidak pernah direalisasikan. Kendalanya, saya menduga, pemburu rente impor Premium selalu mencegah rencana penghapusan Premium,” sebutnya.

Premium lenyap tahun depan

Menurut Ahok, Premium bakal dihapus tahun depan, sedangkan Pertalite masih dipertahankan.

“Kalau baca RKAP 2022 iya (dihapus). Subsidi geser ke Pertalite agar tidak jualan yang bahayakan kesehatan dan dari sisi produksi kilang sekarang modern tidak proyeksi Premium,” jelasnya.

Terkait apakah apakah harga Pertalite tidak jauh dengan bensin ke depannya, ia sendiri belum bisa memberikan keterangan. Harga ini, imbuhnya, bergantung subsidi yang diberikan pemerintah.

“Angka subsidi tergantung pemerintah dan tentu ada dasar hitungannya,” paparnya.

Syarat dari DPD

Terkait wacana penghapusan Premium dan Pertalite pada tahun depan, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI meminta pemerintah agar upaya ini memperhitungkan berbagai aspek. Menurut Wakil Ketua DPD, Sultan B Najamudin, pihaknya meminita agar penghapusan BBM ini mempertimbangkan kondisi nasional yang sedang dalam periode pemulihan ekonomi.

“Mewujudkan kualitas udara yang bersih dan sehat tentu sangat kami harapkan, namun pemerintah tidak bisa memberlakukan kebijakan penghapusan dua jenis BBM idola kelas menengah-bawah ini secara merata. Karena terdapat banyak faktor yang menyebabkan kualitas udara suatu daerah khususnya di kawasan perkotaan,” katanya lewat keterangan resmi, kemarin (27/12).

Kalau orientasinya adalah meningkatkan kualitas udara, sambungnya, maka penghapusan Premium dan Pertalite ini mesti didasarkan pada Air Quality Index (AQ Index). Hal itu karena kualitas udara di setiap daerah berbeda-beda, yang bergantung pada kepadatan kendaraan dan industri.

“Buatkan saja aturan lintas kementerian baik KLHK dan Kemenkeu yang menetapkan batas batas atau standar AQI di semua daerah untuk diberlakukan ada tidaknya BBM jenis Premium dan Pertalite,” tuturnya.

Ia menyebut, dengan begitu, pemerintah daerah bakal berlomba-lomba untuk memastikan AQI daerahnya berada di bawah batas atas yang ditetapkan. Pasalnya, hal ini berdampak pada jenis BBM yang digunakan.

“Kebijakan ini akan terasa lebih adil dan proporsional. Apalagi situasi ekonomi masyarakat belum benar-benar pulih di tengah pandemi. Jangan sampai masyarakat daerah dan desa harus menanggung beban ekonomi yang diakibatkan oleh penduduk di kawasan kota penghasil emisi atau polusi udara,” jelasnya.

Ia pun menyatakan bahwa penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan risiko ekonomi yang ditopang oleh pola konsumsi masyarakat. Terlebih lagi, BBM menjadi faktor yang sangat menentukan bagi gejolak inflasi dan daya beli masyarakat. Efek dominonya, kata dia lagi, sangat luas.

“Kami sangat menyadari bahwa kondisi fiskal kami sedang tidak baik-baik saja, tapi jangan rakyat kecil yang dikorbankan. Artinya, subsidi BBM masih dibutuhkan untuk saat ini. Pemerintah hanya perlu merapikan data penerima BBM bersubsidi,” tutupnya.

 

Penulis: Kontributor

Editor: Anju Mahendra

Exit mobile version