Site icon Dunia Fintech

Gejolak di Pasar Kripto, Ternyata Hal Ini yang Jadi Penyebabnya 

Pasar Kripto Tak Stabil

JAKARTA, duniafintech.com – Koreksi harga Bitcoin dan kripto lainnya semakin parah pada perdagangan Selasa (14/6/2022), di tengah aksi jual investor yang lebih luas dalam aset berisiko. Gejolak di pasar Kripto ini masih terus berlanjut. 

Di Bitcoin saja, harganya pada pagi hari Selasa, diperdagangkan di kisaran US$ 21.000, di mana posisi ini merupakan posisi terendah sejak kurang lebih setahun terakhir. 

Mengutip CNBC Indonesia, dalam 24 jam terakhir, Bitcoin sudah ambruk hingga 16,43%. Sedangkan dalam sepekan terakhir, Bitcoin longsor 27,28%. Gejolak di pasar kripto ini membuat ketidakpastian.

Hal ini juga menjadikan Bitcoin sepanjang tahun ini terus mencetak tren bearish, di mana Bitcoin sudah ambruk hingga 55,86% (year-to-date/YTD). Sementara dari posisi tertingginya sepanjang masa pada November lalu, Bitcoin sudah terkoreksi hingga sekitar 68%. Bahkan, kapitalisasi pasarnya kini hanya mencapai sekitar US$ 401 miliar.

Baca jugaBerapa Penghasilan YouTuber? Simak di Sini Cara Menghitungnya

Tak hanya Bitcoin saja, Ethereum juga mengalami hal yang sama, di mana harganya menyentuh kisaran US$ 1.100, menjadi yang terendah sejak Januari 2021. Dalam 24 jam terakhir, Ethereum sudah anjlok hingga 16,74%. Sedangkan dalam sepekan terakhir, Ethereum longsor hingga 35,12%.

Secara YTD, Ethereum sudah anjlok hingga 70,39%. Sedangkan dari posisi tertingginya sepanjang masa yang juga terbentuk pada November lalu, Ethereum sudah terkoreksi hingga sekitar 77%. Kapitalisasi pasarnya saat ini pun hanya mencapai sekitar US$ 135 miliar.

Baca juga: Binance vs Indodax Dua Platform Jual Beli Kripto Raksasa, Manakah yang Lebih Baik? 

Sedangkan untuk koin digital alternatif (altcoin) lainnya juga terpantau memburuk pada hari ini. Berikut pergerakan altcoin selain Ethereum pada hari ini.

Investor masih belum kembali memburu aset kripto karena risiko makroekonomi global masih cukup besar. Risiko makroekonomi global makin membesar setelah inflasi AS pada Mei lalu kembali melonjak. 

Baca jugaBursa Kripto Tak Kunjung Diluncurkan, Bappebti Ungkap Alasan Ini

Padahal sebelumnya, pelaku pasar Kripto berekspektasi bahwa inflasi AS pada bulan lalu akan melandai.

Pada Jumat pekan lalu, inflasi dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) AS per Mei 2022 dilaporkan sebesar 8,6% secara tahunan (year-on-year/yoy), menjadi yang terpanas sejak Desember 1981. Inflasi inti yang tak memasukkan harga makanan dan energi juga di atas perkiraan sebesar 6%.

Harga bahan bakar minyak (BBM) di AS melonjak ke US$ 5/galon pada pekan lalu, kian mengipasi ketakutan atas inflasi dan jatuhnya kepercayaan konsumen.

Dengan inflasi yang kembali meninggi, bahkan lebih tinggi dari periode Maret lalu, maka pelaku pasar semakin yakin bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan menaikkan suku bunga secara agresif.

Mengutip CME FedWatch, peluang kenaikan Federal Funds Rate sebesar 50 basis poin (bp) menjadi 1,25-1,5% adalah 76,8%. Bahkan, kenaikan 75 bp ke 1,5%-1,75% juga masuk perhitungan dengan kemungkinan 23,2%.

 

 

 

Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada

Exit mobile version