Site icon Dunia Fintech

Generasi Z dan Milenial Rentan Miskin Karena “Doom Spending”

Generasi Z dan Milenial Rentan Miskin Karena "Doom Spending"

Generasi Z dan Milenial Rentan Miskin Karena "Doom Spending"

JAKARTA, 12 Desember 2024 – Setiap generasi menghadapi tantangan unik, namun Generasi Z dan Milenial dianggap lebih rentan mengalami kesulitan finansial dibanding generasi sebelumnya. Salah satu penyebabnya adalah kecenderungan untuk tidak menabung dan kebiasaan “doom spending”, yakni belanja impulsif yang dipicu oleh pesimisme terhadap kondisi ekonomi dan masa depan.

Menurut laporan sejumlah media terpercaya di Indonesia, banyak individu dari kedua generasi ini lebih memilih menghabiskan uang untuk barang mewah dan liburan daripada menyisihkan uang untuk tabungan. Hal ini diperkuat oleh penjelasan Psychology Today yang menyebut “doom spending” sebagai perilaku konsumtif untuk meredakan stres akibat kekhawatiran ekonomi.

Pengaruh Media Sosial dan Pesimisme Ekonomi

Ylva Baeckstrom, dosen keuangan di King’s Business School sekaligus mantan bankir, menjelaskan bahwa “doom spending” merupakan kebiasaan yang tidak sehat. Ia menilai kebiasaan ini dipicu oleh paparan berita negatif di media sosial yang membuat banyak anak muda merasa dunia sedang menuju kehancuran.

“Rasa takut akan masa depan membuat mereka menerjemahkannya menjadi perilaku belanja yang buruk,” ungkap Baeckstrom.

Generasi Pertama yang Lebih Miskin dari Orang Tuanya

Hasil survei International Your Money CNBC yang melibatkan 4.342 responden dewasa di seluruh dunia menunjukkan bahwa hanya 36,5% merasa kondisi finansial mereka lebih baik dibanding orang tua. Sebaliknya, 42,8% mengaku kondisi mereka lebih buruk.

“Generasi Z dan Milenial menjadi generasi pertama dalam waktu lama yang diprediksi lebih miskin daripada orang tua mereka,” tambah Baeckstrom.

Perasaan tidak mampu mengejar pencapaian generasi sebelumnya kerap membuat kedua generasi ini mencari pelarian melalui pengeluaran yang tidak penting. Namun, kebiasaan ini justru mengancam stabilitas keuangan di masa depan.

Faktor Pendorong Boros: Pelarian dari Stres

Daivik Goel, seorang pendiri startup asal Silicon Valley, mengakui bahwa kebiasaannya menghamburkan uang untuk barang mewah dan teknologi baru adalah cara melarikan diri dari tekanan pekerjaan dan lingkungan sosial.

Namun, ia mulai mengubah pola pikirnya setelah menemukan kepuasan dalam pekerjaan. “Kebahagiaan dalam pekerjaan mengubah cara saya memandang uang,” ujar Goel yang kini berusia 25 tahun.

Generasi Z dan Milenial, Begini Cara Mengatasi Kebiasaan Boros

Baeckstrom menyarankan setiap individu memahami hubungan mereka dengan uang sebagai langkah awal mengatasi kebiasaan boros. Menurutnya, hubungan ini terbentuk sejak kecil, dipengaruhi oleh cara keluarga mengelola keuangan.

Stefania Troncoso Fernandez, warga Kolombia berusia 28 tahun, mengaku kebiasaan borosnya disebabkan kurangnya literasi keuangan dalam keluarganya.

Sementara itu, Samantha Rosenberg, pendiri platform pengelolaan kekayaan, merekomendasikan langkah-langkah praktis seperti:

  1. Menggunakan uang tunai daripada metode non-tunai untuk menekan pengeluaran impulsif.
  2. Belanja secara langsung agar proses transaksi lebih nyata dan mempertimbangkan keputusan pembelian dengan matang.
  3. Mengaktifkan notifikasi transaksi untuk meningkatkan kesadaran saat belanja.

“Dengan menambah tahapan dalam proses pembelian, seperti harus pergi ke toko dan melihat barang secara langsung, Anda punya waktu lebih untuk berpikir ulang sebelum menghabiskan uang,” ujar Rosenberg.

Kebiasaan belanja yang bijak dan pengelolaan keuangan yang baik menjadi kunci penting bagi Generasi Z dan Milenial agar mampu mengatasi tantangan finansial di masa depan.

Exit mobile version