JAKARTA, duniafintech.com – Sebagai kreditur utama dunia, Tiongkok, harus menunjukkan kepemimpinan dalam mengatasi masalah utang yang terus meningkat, yang dihadapi banyak negara berpenghasilan rendah dan pasar berkembang di seluruh dunia, hal ini dikatakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kala menyambut baik berita bahwa Tiongkok akan bergabung dengan komite kreditur untuk Zambia, salah satu dari tiga negara yang telah mencari keringanan utang di bawah Kerangka Bersama G20.
Sri Mulyani mengatakan masih ada pekerjaan yang harus dilakukan untuk melanjutkan proses utang Zambia yang telah lama terhenti, dan negara-negara lain juga akan membutuhkan keringanan utang dan restrukturisasi di masa depan.
“Pada titik tertentu Tiongkok harus mengakui bahwa mereka perlu melangkah untuk benar-benar mengambil lompatan semacam itu, dan menyediakan platform bagi semua kreditur untuk dapat mendiskusikan agar restrukturisasi ini akan menjadi nyata.” kata Sri dikutip dari Channel News Asia.
Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional Kristalina Georgieva mengatakan Tiongkok telah berkomitmen untuk bergabung dengan komite kreditur Zambia di tengah keluhan dari menteri keuangan Zambia tentang penundaan restrukturisasi utangnya. Zambia menjadi default atau gagal bayar era pandemi Covid-19 pertama pada 2020 dengan beban utang hampir USD 32 miliar, sekitar 120 persen dari produk domestik brutonya.
Georgieva, Menteri Keuangan AS Janet Yellen dan lainnya telah menyerukan langkah-langkah untuk mempercepat proses restrukturisasi utang dan membuatnya lebih efisien. Ethiopia dan Chad juga menandatangani Kerangka Kerja Bersama lebih dari setahun yang lalu dan belum menerima keringanan utang. Tiongkok yang telah menjadi kreditur terbesar di dunia, enggan bergerak maju dengan kesepakatan restrukturisasi.
Sri mengatakan anggota G20 memperjelas kekhawatiran mereka tentang perlunya memulai proses restrukturisasi utang yang berjalan lambat selama pertemuan musim semi minggu ini antara anggota IMF dan Bank Dunia.
“Karena mereka menjadi sangat penting dan dominan, mereka juga perlu memiliki kepemilikan serta kepemimpinan tentang bagaimana situasi seperti ini perlu diselesaikan,” tambahnya.
Sri Mulyani mengatakan Paris Club dapat memberikan referensi, tetapi terserah kreditur saat ini, termasuk Tiongkok, untuk menyepakati bagaimana memperlakukan negara-negara yang tidak dapat lagi membayar utang mereka. Dia optimistis bahwa anggota G20 akan membuat kemajuan dalam menyesuaikan kerangka bersama menjadi lebih efektif sepanjang tahun.