Site icon Dunia Fintech

Harga Minyak Dunia Melesat Naik, Pengamat: Beban APBN Semakin Berat

harga minyak dunia

JAKARTA, duniafintech.com – Harga minyak mentah dunia telah menyentuh angka tertingginya dalam delapan tahun terakhir, yaitu menembus US$110 per barel pada Kamis (3/3), menyusul operasi khusus militer yang diluncurkan Rusia ke Ukraina.

Melihat perkembangan energi dunia ini, Pengamat Ekonomi Energi Fahmy Radhi mengatakan bahwa jika bahan bakar minyak (BBM) ini terus naik, maka beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan semakin berat.

Padahal, APBN saat ini telah menanggung banyak beban sebagai penopang dari dampak pandemi Covid-19 bagi perekonomian nasional. Sejumlah insentif pun telah digelontorkan pemerintah untuk menopang dunia usaha.

“Sebagai negara net importer, Indonesia sangat dirugikan dengan kenaikkan harga minyak dunia. Kenaikan harga minyak di atas US$ 100 per barrel tentunya sangat memberatkan APBN. Semakin tinggi kenaikan harga minyak, beban APBN makin berat,” katanya kepada wartawan, Jumat (4/3).

Fahmy menjelaskan, beban APBN ini akan semakin berat jika kemudian pemerintah harus memberikan kompensasi kepada Pertamina Persero untuk tetap dapat menjual BBM di bawah harga keekonomiannya.

Pasalnya, di tengah kondisi yang belum sepenuhnya pulih akibat pandemi Covid-19 ini, bukan langkah bijak yang dapat dilakukan pemerintah dan Pertamina jika menaikkan harga minyak subsidi.

“Memang dilematis bagi pemerintah untuk menaikkan harga BBM. Lantaran kenaikan harga BBM berpotensi menaikkan inflasi dan  menurunkan daya beli masyarakat,” ujarnya.

Oleh karena itu, sambungnya, langkah yang dapat diambil pemerintah di tengah peningkatan harga minyak mentah dunia ini adalah dengan menaikkan harga BBM secara selektif, misalnya hanya menaikkan harga BBM nonsubsidi seperti Pertamax Turbo, Pertamax Dex, ean Dexlite.

Menurutnya, dengan menaikkan harga Pertamax ke atas tidak akan berpengaruh terhadap inflasi dan tidak menurunkan daya beli masyarakat. 

“Alasannya, proporsi konsumen kecil dan Pertamax tidak digunakan tranportasi sehingga tidak secara langsung menaikkan biaya distribusi yang memicu kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang memicu inflasi dan memperburuk daya beli rakyat,” ucapnya.

Sementara itu, di tengah isu kenaikan harga minyak mentah dunia yang dipicu perang Rusia-Ukraina ini, Pertamina memastikan bahwa tidak akan berdampak kepada kelangkaan energi nasional. 

Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan Pertamina terus mencermati kenaikan harga minyak mentah dunia dan dampak-dampak strategisnya. 

Dia bilang, Pertamina berupaya menjaga pasokan BBM dan LPG nasional, menjamin distribusi BBM dan LPG tersebut sampai ke seluruh masyarakat Indonesia serta memastikan keberlanjutan ekosistem energi nasional di tengah tantangan harga minyak mentah dunia yang terus melambung. 

“Kegiatan operasional Pertamina dari hulu, kilang sampai hilir, tetap berjalan dengan baik untuk menjaga ketahanan energi nasional,” ujar Fajriyah.

Menurut Fajriyah, dengan upaya ini, maka Pertamina memastikan ekosistem migas nasional juga dapat berjalan dengan baik agar terus menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi nasional. 

“Dengan dukungan stakeholder, Pertamina akan terus meningkatkan kinerja menghadapi tantangan dinamika energi global dan transisi energi dunia agar menjamin ketahanan dan kemandirian energi nasional yang sangat diperlukan untuk  pertumbuhan ekonomi pasca pandemi Covid-19,” tuturnya.

Adapun, harga minyak mentah dunia mencapai harga tertingginya pada Kamis kemarin. Di mana per barelnya telah mencapai US$110. Padahal, sebelum meletusnya konflik di Eropa Timur tersebut minyak mentah rata-rata US$93,17 per barel, sejak 2014.

 

 

Penulis: Nanda Aria

Admin: Panji A Syuhada

Exit mobile version