JAKARTA, duniafintech.com – Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) tengah melakukan pengkajian terhadap Non Fungible Token (NFT) yang merupakan salah satu inovasi dari pengembangan adet kripto.
Direktur Ekonomi Digital Ditjen Aptika Kominfo, I Nyoman Adhiarna mengatakan, regulasi ini diperlukan untuk menghindari munculnya potensi pencucian uang atau money laundering.
Menurutnya, isu yang berkembang di Indonesia antara lain terkait sejauh mana teknologi kripto atau blockchain ini diatur. Memang blockchain yang beredar sudah memiliki semacam nomor identitas, namun BI tetap mengatakan bahwa kripto bukan mata uang, tetapi investasi kripto diatur dalam Kepmendag dan diawasi Bapebpti.
“Kita juga masih ada isu copyright digital hardware di kalangan pelaku inovasi ini. Tetapi menurut UU kita tidak mengatakan hal itu, sebelum NFT itu diatur sebagai aset yang dilindungi,” kayanya dalam webinar, Kamis (24/2).
Maka, menurut Nyoman, penyedia platrom NFT harus teregistrasi sebagai penyelenggara sistem elektronik, dan kontennya harus memenuhi unsur budaya bangsa. Dia bilang, perizinannya harus lintas lembaga dan kementerian.
“Banyak negara juga mengatur isu yang sama. Belum ada kejelasan soal hak cipta. Bahkan hanya diperbolehkan untuk game ekosistem. Sebab ada risiko money laundering yang menjadi isu di berbagai negara,” ucapnya.
Dia mengatakan, NFT saat ini telah menjadi sebuah aset digital yang telah menarik minat investasi masyarakat Indonesia hingga global. NFT dikenal sebagai token digital yang unik dan langka serta memilki nilai.
Jika dibeli seseorang, maka tidak bisa lagi dibeli yang lain. Tidak bisa dipecah-pecah dan transparan. Karena kelangkaan ini, maka berharga di komunitas aset ini dan mahal.
“Kenapa mahal? Di banyak kasus, ditetukan oleh siapa penjual dan pembeli,” ujarnya.
Karena itu, menurutnya perlu kajian yang mendalam untuk dapat mengatur investasi model baru ini. Untuk itu pihaknya pun telah melakukan koordinasi dan diskusi dengan berbagai pihak untuk mendapatkan masukan.
“Kami masih dalam tahap awal. Tidak banyak yang menguasai maka kita butuh sering dengan para pakar. Sebab, Kominfo lebih banyak bertanggung jawab dari sisi penyelenggaran sistem elektronik, itu yang kami atur. Lebih kepada tata kelola, kewajiban registrasi, hingga pengamanan data,” jelasnya.
NFT, lanjutnya, tidak lebih dari fase berikut dari teknologi blockchain. Adapun potensi aplikasi NFT ada di berbagai bidang antara lain digital identity, intelectual property, academi credential, gaming industry, ticketing, art galleries, votting, mucis, dan social media.
“Awalnya kita pesimis dengan kripto, lama-lama kita antusias. Tetapi kita sadar bahwa ini masih harus diatur. Karena tidak lama akan masuk fase normal, mulai diterapkan,” tuturnya.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Anju Mahendra