Duniafintech.com – Memasuki era digital merupakan sebuah keniscayaan disaat seperti ini. Hampir semua aktivitas manusia sudah bisa dilakukan dengan memanfaatkan teknologi digital. Besarnya jumlah menusia yang telah memanfaatkannya, menjadikan platform digital punya nilai ekonomi yang tinggi. Indonesia menjadi salah satu negara yang menjadi pasar menggiurkan bagi monetisasi teknologi digital. Dengan jumlah penduduk yang mencapai 250 juta, Indonesia harus kian manjadikan kedaulatan digital yang menjanjikan.
Kenyataan ini semakin menjadi saat terjadinya momen pandemi Covid-19 yang melanda dunia sejak Maret lalu. Pemanfaatan teknologi daring semakin pesat dan naik secara signifikan. Peningkatan jumlah pengguna, justru telah menjadikan platform digital menjadi lebih relevan lagi di masa pandemic, tidak terkecuali dengan Negara Indonesia.
Ketua Fraksi Partai NasDem, Ahmad Ali dalam sebuah diskusi mengatakan, “selain platform iklan, momen pandemi ini juga bisa menjadi peluang bagi bangsa ini untuk membangun kedaulatan digital dengan platform chatroom atau conference room. Kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk menerapkan sistem pembelajaran jarak jauh secara permanen, adalah peluang yang sangat bagus.”
Menurut Ali, kebijakan ini bisa diiringi dengan pembangunan platform bersama milik bangsa. Murid-murid sekolah, para guru, orang tua murid, dan stakeholder pendidikan lainnya bisa diwajibkan untuk memanfaatkan platform tersebut. Jika ini bisa dijalankan maka dalam waktu cepat, platform tersebut bisa langsung besar dan potensi bisnisnya sangat terbuka. Negara, melalui badan usahanya, bisa mendapat keuntungan dari gagasan ini.
Baca Juga:
- Dua Startup Asuransi Digital Ini Peroleh Modal! Tren Insurtech Positif?
- E-Commerce Jadikan Permintaan Asuransi Digital Melonjak
- Telkom Siapkan Smart Metering IoT untuk Dukung Digitalisasi PDAM di Seluruh Indonesia
Perkumpulan Masyarakat Telematika Indonesia (MASTEL) ingin Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia mempertimbangkan penetapan batas kedaulatan digital negara Indonesia dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU) PDP). Deklarasi tentang garis batas kedaulatan digital itu penting dimuat dalam RUU PDP. Sebab, isu penempatan data di dalam negeri dan transfer ke luar negeri akan terus dibahas di banyak negara.
Apabila tidak dilakukan di Indonesia, transfer data pribadi dapat dilakukan di luar Indonesia dengan batasan-batasan tertentu, misalnya belum tersedia teknologi yang sesuai spesifikasi. Dengan demikian, diharapkan RUU PDP dapat dengan jelas menjadi dasar aturan mengenai Data Residency, Data Sovereignty, dan Data Localization milik Indonesia yang tentu dibuat lebih sesuai dengan amanah konstitusi serta menjaga kepentingan nasional.
Ali menambahkan, dunia digital Tanah Air saat ini masih memberi ruang bebas kepada platform-platform luar untuk mengeruk sumberdaya ekonomi dalam negeri. Google ads dan Facebook ads dengan ekosistemnya, misalnya, menjadi dua platform penyedot iklan paling kuat saat ini. Kenyataan ini membuat platform-platform karya anak bangsa tidak cukup berdaya untuk menghadapi kedua raksasa tersebut.
(DuniaFintech/VidiaHapsari)